Melepas dan Menerima

Start bij het begin
                                    

"Sudah mas, gak usah bahas masalah itu lagi." Aisyah berusaha menenangkan Fauzi yang masih terbawa perasaan jika mengingat hal itu. "Oh iyah Nina, ini hadiah untukmu. Mas Fauzi yang milih loh, kami harap kamu suka." Dia menyodorkan bingkisan kecil itu kepada Nina.

"Wah... Trima kasih ya kak." Nina memeluk Aisyah dengan erat saking senangnya. Fauzi bahagia memandangi keakraban keduanya. Tapi, Iqbal yang tidak memberi kabar kepada Nina mengganggu fikirannya. Apa Iqbal sedang menelantarkan Nina dan menghindar dari tanggung jawabnya sebagai suami? Dugaan-dugaan buruk pun mulai bermunculan dikepalanya.

"Kasihan Nina!" Batinnya saat menatap wajah adiknya yang tersenyum padanya.

Mereka menghabiskan waktu berjam-jam dirumah Nina. Nina dan Aisyah memanggang roti di dapur, Aisyah sangat telaten dan sabar mengajari Nina yang kaku sedangkan Fauzi lebih suka duduk di depan TV dan menonton berita daripada bergabung dengan kedua wanita hamil itu.

***
"Mas, kita tinggal disini aja yah untuk malam ini." Bujuk Aisyah.

"Gak boleh Aisyah, besok mas harus cepat-cepat kekantor. Jarak kantor mas dari sini sangat jauh. Maaf ya Nina, kami gak bisa menemanimu."

Nina hanya manggut dan paham dengan kesibukan abangnya itu. Tapi Aisyah tampak lebih kecewa dari Nina. Dia memang tidak ingin pulang kerumah.

"Kami pulang ya dek, jaga dirimu baik-baik. Assalamualaikum!" Ujar Fauzi.

"Walaikum salam, ma kasih ya kak Aisyah, bang Fauzi. Kalau tidak ada kalian, aku..."

"Sudah-sudah, jangan sedih lagi. Hari ini kan hari ulang tahunmu dik. Umurmu juga bertambah, jadi jangan cengeng lagi. Ok!"

"Iyah.. Nina gak nangis kok!"

Mereka masuk kedalam mobil dan secepat mungkin mobil itu keluar dari pagar dan menghilang. Mata Nina berkaca-kaca. Dia sangat sedih. Andai saja suaminya ada disini dia pasti sangat senang.

***
"Permisi Non." Satpam rumah ini, pak Seto menghadap Nina diruang tamu. Sepertinya dia ingin membicarakan hal penting.

"Iya, kenapa pak?"

"Anu.. Begini. Saya minta izin pulang kerumah bisa Non?"

"Kenapa pak?"

"Istri saya melahirkan Non, tadi ibu saya baru menelpon."

"Benarkah?" Nina menanggapinya dengan gembira. "Selamat yah pak Seto. Ini yang keberapa pak? Laki atau perempuan?"

"Yang ke 3 non, alhamdulillah laki-laki non."

"Alhamdulillah, ya gak papalah pak Seto. Saya izinin, tapi Pak Seto pulang naik apa?"

"Pake taksi aja Non, gak papa."

"Sudahlah, biar pak Herman yang ngantar bapak."

"Gak usah Non. Nanti non gak ada yang jagain, ini sudah larut malam. Perjalanan kerumah 6 jam pulang pergi dari sini non.."

"Gak papa pak. Ongkos taxi kan mahal lebih baik bapak diantar aja."

"Makasih ya Non... Makasih, semoga Tuhan membalas kebaikan Nona."

"Aamiin!"

***

SENDIRIAN.

Kata itu terus melekat dikepala Nina sejak satpam dan supirnya pergi. Nina menatap kue tar yang tergeletak diatas meja dengan perasaan sedih. Sekarang masih jam 11 malam, Nina percaya suaminya akan pulang makanya dia menyiapkan ini. Mata Nina terasa berat, dia sangat mengantuk namun harus ditahannya.

Nina sudah terlelap hingga dia tak menyadari pergerakan seseorang didekatnya. Iqbal sudah berdiri disampingnya dan menatap Nina dengan perasaan bersalah.

"Apa dia sedang menungguku?" Fikir Iqbal. Dia tidak tega membangunkan Nina jadi lebih baik Iqbal menggendong Nina kekamar tanpa membuatnya terbangun.

Iqbal menggendong istrinya dengan ala bridal dengan perlahan. Dia seperti menggendong anak kecil karena tubuh Nina sangat pendek. Gerakan Iqbal membuat Nina mulai terbangun saat Iqbal sudah membaringkannya dikasur dan mengelus rambutnya.

"Kak Iqbal?" Nina tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Dikuceknya matanya berulang-ulang untuk memastikan penglihatannya. "Loh, kapan kakak pulang?"

"Dari tadi!" Jawab Iqbal lalu dia naik ke kasur dan duduk disamping Nina terbaring.
"Maafkan suamimu ini yahhh." Ucap Iqbal menyesal.

"Kenapa Hp kakak gak pernah aktif?" Tanya Nina, dia lalu mengganti posisinya jadi duduk. Dia butuh penjelasan untuk ini. Iqbal menjelaskan kalau ponselnya hilang dan sesampainya dihotel dia baru menyadarinya.

Nina sedih mengingat berapa hari ini dia selalu sendirian hingga tanpa dia sadari airmatanya mengalir.

Iqbal tersentuh melihat air mata itu dan langsung merengkuh Nina kedalam pelukannya.

"Sudah-sudah.. Kakak minta maaf. Tapi apa istriku ini masih anak-anak lagi? Umur sudah bertambah, kenapa cengengnya gak hilang."

"Loh, kakak ingat?"

"Iyah, kalau tidak aku tidak perlu repot-repot menyelesaikan tugasku disana secepat mungkin supaya bisa pulang hari ini."

"Benarkah?" Nina tak percaya Iqbal memikirkan dirinya.

"Iya, selamat ulang tahun sayang!" Iqbal mengecup bibir Nina sekilas tapi berhasil membuat Nina mematung. Jantungnya seakan berhenti sebentar lalu berdetak lagi dengan ritme yang lebih cepat. Ciuman itu sangat tiba-tiba.

"Aku... Akuu...!" Nina tidak bisa melanjutkan perkataannya dan segera menundukkan wajahnya karena malu. Tapi Iqbal mengangkat dagu Nina dan mendekatkan wajah mereka. Iqbal mengulanginya lagi, tapi kali ini dia tidak ingin melepaskannya. Mereka berdua melewati menit-menit indah untuk melepaskan rindu diantara keduanya hingga malam yang dingin tidak terasa bagi mereka yang saling berbagi kehangatan. Perasaan sayang mulai muncul dihati Nina. Tapi, ada satu pertanyaan yang muncul dikepalanya.

"Apa dia mencintaiku?"

#tbc

My Bride (Finished)Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu