--7--

239 51 9
                                    

Pagi itu Mu Han berguling-guling nyaman di atas kasur. Tubuhnya tidak berbau alkohol lagi, dan setelan jas yang dikenakannya semalam telah berganti menjadi pakaian tidur berbahan silk berwarna biru tua.

Meski matanya terpejam, tetapi senyumnya mengembang karena kenyamanan ini, kecuali perutnya....

Dia kemudian keluar sambil mengeluh.

"Perutku...."

Shi Yoon berdiri di balik mini bar dengan apron, sudah rapih dengan kemeja, siap bekerja.

"Melihatmu aku jadi harus menerima kenyataan," Mu Han berkata sembari duduk di kursi meja makan. Sudah ada bubur dan pendamping lauk lainnya. "Hmmm.. enak sekali." Dia mulai menyuap dengan lahap.

"Tanpa melihatku, kenyataan memang pahit," balas Shi Yoon. "Hari ini tetap hari senin dan kau tetap harus pergi bekerja." Dia kemudian melepaskan apronnya dan segera duduk di hadapan Mu Han. "Bagaimana perasaanmu?"

"Perutku tidak nyaman."

"Harusnya kau minum sedikit saja. Kenapa sampai berlebihan begitu?"

"Aku tidak bisa menolak orang tua tahu." Mu Han cemberut. "Bagaimana aku pulang semalam?"

"Apa kau harus menanyakannya lagi?"

"Ingin memastikan saja jika kau tidak menyeretku."

"Kalau aku menyeretmu, badanmu tidak akan baik-baik saja sekarang."

"Benar sekali," mata Mu Han kemudian berkaca-kaca. "Terimakasih sudah menggendongku. Aku suka sekali kau gendong di punggung. Tetapi, kenapa kau tidak pernah mau menggendongku saat aku sadar."

"Kau, kan, sadar...." Kenapa juga aku harus menggendongmu lagi?

Mu Han mendengus, lalu melanjutkan makan lagi.

"Jangan cemberut karena hal yang tidak ada hubungannya. Bersyukurlah karena cuti setengah harimu dikabulkan," Shi Yoon meletakan lauk di mangkuk Mu Han dengan sumpitnya.

Mu Han tiba-tiba menatapnya dengan rasa bersalah.

Perusahaan tempat Baek Shi Yoon sekarang, hanya besar namanya saja, tetapi tidak cukup bagus dalam memperlakukan karyawannya. Shi Yoon sebenarnya sudah mencoba mencari pekerjaan lain, tetapi seolah-olah dia telah diblacklist di mana-mana–tidak ada satu perusahaan lain yang mau menerimanya, atau ketika dia diterima pada awalnya, keesokan hari dia menerima jawaban yang berbeda.

Setelah hidup bersama Mu Han, dia lebih memikirkan kehidupan masa depan mereka. Dulu, dia bisa saja keluar dengan mudah, tetapi sekarang, dia tidak mungkin keluar tanpa mendapatkan pekerjaan baru terlebih dahulu, dia tidak ingin mengambil resiko.

Selama ini, Mu Han telah sangat bekerja keras untuk dapat membayar hutangnya kembali, dia juga ikut andil dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari-hari. Setelah melunasi hutangnya, Shi Yoon ingin Mu Han sedikit mengambil napas. Dia tahu betapa pria itu sudah sangat keras pada dirinya sendiri. Jadi, satu-satunya hal yang bisa dia lakukan hanya bertahan.

"Ada apa dengan wajah cemberutmu?" Shi Yoon terkekeh. "Aku baik-baik saja."

"Hanya saja...." Mu Han tidak melanjutkan kata-katanya.

Meski Shi Yoon tidak banyak bercerita mengenai masalahnya di tempat kerja, tetapi Mu Han telah mencari tahu dan tahu siapa yang ada di balik penderitaan Shi Yoon. Rasanya ingin menghancurkan orang itu sampai berkeping-keping.

Setelah keduanya selesai makan, Mu Han kebagian mencuci piring, sedangkan Shi Yoon telah siap berangkat kerja.

"Jika kau berniat tidur lagi, jangan lupa nyalakan alarm. Cek apa pun ketika kau akan berangkat nanti."

[BL] Enter The World of Novels Through Dreams [Fast Wear]Where stories live. Discover now