--7--

1K 201 31
                                    

Saat pertama kali Ian mendengar tentang sumpah pembalasan, dia hampir ingin mencekik tuannya sendiri. Bagaimana bisa Yuvio melakukan hal berbahaya tanpa diskusi dengannya dulu? Sumpah pembalasan bukan hal yang main-main, hasilnya bisa saja kematian. Dia ingin sekali berteriak 'BODOH!' dengan kencang, tetapi dia tidak bisa melakukan itu, apalagi saat tahu alasannya. Jadi, dia hanya bisa menghela napas dengan berat dengan kepala pusing luar biasa.

"Selain kita bertiga, siapa lagi yang tahu tentang hal ini?" tanya Ian kemudian, wajahnya sangat serius.

"Hanya kita bertiga," Yuvio tak kalah serius. Dia tahu dia telah salah melakukan hal ini tanpa diskusi dulu, dan tahu bagaimana sikap Ian jika dia benar-benar telah sangat marah.

"Bagus," Ian mengangguk, lalu dia beralih kepada Natalie. "Nona, aku benar-benar minta maaf tentang kelakukan Yuvio di masa lalu, tetapi tentang kejadian ini... apa kau bisa tutup mulut? Yuvio sangat penting bagiku. Jika kelemahannya tersebut sampai tersebar, kami akan langsung pergi dari sini dan tidak akan pernah membantu dalam pemasokan makanan lagi."

"Ia—Tuan!" Mendengar itu, Yuvio sudah akan memprotes, tetapi suara Natalie mengudara dengan cepat.

"Saya paham."

Natalie sangat sadar diri tentang situasi ini, apalagi keadaan Yuvio terjadi karena pemuda itu ingin membuktikan penyesalannya. Bagaimana mungkin dia tidak tersentuh? Dia bahkan hampir menangis lagi. Selama dia menjadi pelayan, baru kali ini dia merasa begitu sangat dihormati oleh orang yang statusnya lebih tinggi.

Setelah Natalie pergi dan Yuvio kembali ke kamarnya dengan wajah masih murung, Ian sendiri segera pergi ke perpustakaan. Seperti yang dia katakan tadi, sumpah pembalasan tidak sesederhana itu. Dia takut ada hal lain yang menimpa tubuh Yuvio tanpa mereka sadari. Sebelum sesuatu yang buruk terjadi, dia harus mencari tahu semua informasi yang berhubungan.

Memikirkan jika itu akan sulit, Ian kembali menghela napas. Seandainya dia tidak mengenal Yuvio sejak awal, dia pasti tidak akan kerepotan seperti ini. Tetapi Ian juga tidak bisa membayangkan jika dia tidak bertemu pemuda itu. kesombongan, congkak, dan bodoh seperti yang orang-orang beritakan tentang Yuvio sama sekali tidak ada ketika mereka pertama kali bertemu.

Pemuda itu pintar, baik dan baik hati, juga sangat percaya diri. Ian tidak bisa tidak merasa kagum setiap kali dia mengutarakan pikirannya, mimpinya, juga harapannya.

Apa dia memang mudah percaya dengan omong kosong seperti itu? Tidak. Ian menggeleng. Banyak orang yang datang padanya dengan iming-iming uang, tetapi hanya Yuvio yang menawarkan kebebasan kepadanya.

"Kau bisa menjadi apa pun yang kau inginkan di sana."

Kata-kata itu seperti ilusi surga.

Dia tertipu!!!

Yuvio terus memintanya berpura-pura menjadi seorang pemimpin menggantikannya bertemu orang-orang, berdiskusi dengan orang-orang, dan memberi perintah kepada orang-orang. Dia bahkan tidak memiliki libur yang layak, apalagi disaat awal-awal proses kebangkitan Lembah Damian. Terlalu banyak darah dan air mata.

Sialan, tetapi dia tidak menyesal sama sekali. Karena Yuvio adalah orang yang paling berpikir dengan keras, mencari strategi yang tepat untuk mengatasi setiap masalah.

Sebagai pemimpin sebenarnya, dia bahkan tidak pernah beristirahat di kamarnya sendiri dengan nyaman. Setelah mengurus dokumen, dia akan tidur di kursi kerjanya, makan di sana, dan terus berlanjut sampai hampir tiga tahun.

Banyak yang ingin memanfaatkan kepintaran Ian agar mereka bisa berleha-leha dalam pekerjaan. Yuvio memanfaatkannya juga, tetapi dimanfaatkan kemampuannya oleh orang yang lebih bekerja keras, hanya ada rasa kagum di dalam hatinya.

[BL] Enter The World of Novels Through Dreams [Fast Wear]Where stories live. Discover now