--5--

1K 200 3
                                    

Perjamuan nampaknya akan berlangsung cukup meriah. Selain membuat banyak hidangan untuk para bangsawan, para koki istana juga sudah membuat banyak roti isi daging untuk dibagikan kepada rakyat. Pembagian dilakukan dengan membuat banyak posko yang diatur oleh para prajurit di setiap desa, dan kegiatan itu tentu saja mendapat pengawasan dari setiap ketua regu atas perintah Putra Mahkota.

Di jalan besar menuju istana, kereta kuda mewah itu mulai berdatangan satu persatu. Salah satu di antara mereka tentu saja ada kereta milik keluarga Viscount De Carlos. Raymond, sebagai pemilik gelar tersebut, datang bersama istri dan kedua anak laki-lakinya, Lunar dan Lucas.

Anak pertama mereka berusia sekitar lima belas tahun, sedangkan anak kedua berusia sebelas tahun. Mereka sama sombongnya seperti ayah mereka, dan licik seperti ibu mereka.

Di lantai dua, Yuvio, yang telah mengenakan tuxedo berwarna biru gelap, menyaksikan kedatangan mereka sambil merokok. Penampilannya memang paling sederhana, tetapi anehnya dia terlihat sangat bersinar, apalagi rambut hitamnya tidak lagi berantakan, tetapi sudah diatur sedemikian rupa oleh kedua pelayannya.

"Yang mana keluargamu?" Ian muncul dengan pakaian ala bangsawan lainnya, berwarna hitam dengan berbagai ornamen rumit, yang menurut Yuvio sangat menyebalkan.

"Kakakku yang gemuk itu dengan dua anak jelek di belakangnya."

"Dua anak jelek itu keponakanmu."

Yuvio mendengus, seingat tubuh ini, dua anak itu tidak pernah menghormatinya, dan karena dia juga sudah bukan bagian De Carlos, jadi dua anak itu hanya orang asing, sama halnya dengan ayah mereka.

"Mau menyapa?"

Yuvio menimbang. Ketika pandangannya dengan Raymond bertemu, dia segera menyeringai. "Tidak."

Di bawah, Lunar dan Lucas segera berseru, "Bukankah dia si bodoh itu?"

"Kalau dia tidak menggadaikan Lembah Damian, kita pasti akan menguasi bahan pangan!!!"

"Benar-benar bodoh."

"DIAM!" Raymond menggeram. Hatinya merasa marah juga, dongkol dengan kebodohan adik bungsunya itu.

"Sayang, meski begitu, bukankah katanya dia dekat dengan si pemilik sekarang?" istrinya mengusap dada Raymond dengan seduktif. "Kita bisa memanfaatkannya, kan."

Raymond masih melihat ke atas meski Yuvio sudah menghilang dari pandangannya. "Kita lihat saja nanti."

Karena perjamuan masih belum dimulai, Yuvio memutuskan untuk jalan-jalan sebentar keluar, tetapi dia malah bertemu dengan Edmund di koridor. Pria itu mengenakan seragam kerajaan berwarna putih dengan corak merah dan emas. Melihat penampilan seperti itu, Yuvio tidak bisa tidak kagum. Edmund benar-benar cocok dengan pakaian itu. Apalagi bentuk tubuhnya proposional, dada lebar, pinggang sempit, dia seperti seorang perwira dengan pangkat bintang lima.

Mata Edmund menyipit begitu melihat penampilan Yuvio. Dia nampak sederhana, tetapi anehnya juga terlihat sangat menawan disaat yang bersamaan. Tatanan rambutnya yang berbeda menambah kesan manly pada Yuvio, meski begitu sisi manisnya tidak berubah sama sekali.

Apa dia memang selalu setampan ini?

"Yang Mulia..."

"Kau mau kemana?" tanya Edmund kemudian, mendekatinya. "Ruang perjamuan bukan ke arah sini."

Yuvio menatap Edmund, lalu melirik Swen, sang ajudan Putra Mahkota.

"Hanya ingin mencari udara segar."

"Apa kau tidak ingin melihat pertunjukkannya?"

Ada banyak dokumen di tangan Swen yang nampaknya akan segera di lempar ke wajah para bangsawan. Yuvio sebenarnya ingin melihat, tetapi tiba-tiba dia menjadi tidak terlalu tertarik. Jadi, dia kemudian berkata,

[BL] Enter The World of Novels Through Dreams [Fast Wear]Where stories live. Discover now