--4--

1.3K 215 29
                                    

Kedatangan orang-orang Lembah Damian memang disambut dengan baik oleh kebanyakan orang, tetapi pasti ada saja yang tidak menyukai mereka. Bahkan ada yang mempermasalahkan status mereka yang bukan seorang bangsawan.

"Mereka hanya beruntung karena tanah mereka adalah satu-satunya tanah yang subur untuk bertani."

"Bukankah tanah itu bekas rumah penyihir? Siapa yang tahu pemilik baru tanah itu adalah seorang penyihir? Atau mereka bekerja sama dengan salah satu spesies terkutuk itu, benar, kan?

"Mereka tiba-tiba muncul dan terlihat seperti pahlawan, tetapi sebanrnya mereka hanya akan menusuk dari belakang."

"Aku tidak percaya Putra Mahkota akan menyambut mereka dengan baik tanpa penyelidikan..."

"Setelah Raja terbaring sakit, dia jadi sok berkuasa. Anak yang bodoh itu..."

"Kudengar dia akan mengadakan perjamuan untuk kita."

"Benarkah? Kapan itu?"

"Entahlah..."

"Sepertinya dia ingin menyombongkan diri. Dia pikir dia telah berhasil mengatasi masalah krisis pangan hanya karena dukungan dari orang-orang itu."

"Kenapa harus dipikirkan? Jika memang dia menjamu kita, kita nikmati saja hidangannya..."

Selama krisis yang telah berjalan bertahun-tahun, para bangsawan itu hanya tahu mengkritik dan berkomentar tanpa ada solusi sama sekali. Mereka lebih sering berdiskusi (bergosip) di kedai minum, mabuk, kemudian bermain dengan wanita-wanita muda yang memang juga disediakan di sana. Mereka tidak tahu jika satu tahun lagi ketika mereka memutuskan pergi dari kerajaan Aquila, tidak hanya harta yang mereka bawa, tetapi juga penyakit, dan itu disebut HIV.

Di tempat yang lain, ada pertemuan juga malam itu. Tepatnya disebuah ruangan diskusi di istana. Orang-orang di dalamnya adalah orang-orang kepercayaan Putra Mahkota, juga dua orang tamu dari Lembah Damian.

"Oke, jadi kita akan melakukan penyelidikan langsung ke desa-desa," kata Edmund. "Julius, siapkan beberapa orang untuk melakukan pengawalan. Tetapi jangan biarkan mereka terlihat seperti tentara. Kemudian untuk Ian dan Yuvio..." dia lantas melihat ke arah Yuvio yang masih bersidekap sedari tadi. Yuvio terlihat serius sekali, dan kacamata hitamnya itu mengingatkan Edmund pada pertemuan pertama mereka. "... kalian sangat dibutuhkan dalam penyelidikan ini, jadi kami berharap kalian akan ikut bersama kami. Tetapi mungkin kalian akan dipisah. Bagaimana?"

"Aku tidak masalah," kata Ian.

"Bagaimana denganmu, Yuvio?" Tanya Edmund.

Yuvio diam saja, tidak menjawab.

"Yuvio?"

Masih diam.

"Em, Yang Mulia," Ian mengangkat tangannya dengan wajah sangat tidak enak.

Kenapa? Apa Yuvio tidak bisa pergi karena kodisi tubuhnya yang lemah? Edmund langsung bertanya-tanya begitu melihat ekspresi wajah Ian.

Tetapi saat itu Ian malah bangkit dari kursinya, "Sebenarnya... dia memiliki satu kebiasaan buruk setiap rapat..." kemudian dia membuka kacamata yang dikenakan Yuvio.

Pemuda itu ternyata sedang tertidur. Matanya terpejam. Lelap dan tenang.

Semua orang tentu saja terkejut. Bagaimana bisa ada orang yang tertidur begitu tenang tanpa bergerak sedikit pun?

Ternyata kacamata itu ada gunanya juga. Pikir orang-orang. Tiba-tiba ada perasaan menginginkan barang 'aneh' itu.

"Maaf, Yang Mulia," Ian berkata dengan nada tidak enak. Tetapi Edmund malah tertawa.

[BL] Enter The World of Novels Through Dreams [Fast Wear]Where stories live. Discover now