41. Rewrite the Star

2.4K 321 98
                                    

FYI, cerita ini akan berakhir di bab 45.

***

"Eh, itu Pak Zerga!"

"Kesambet apaan atasan kita yang satu itu datang ke kafetaria, ya?"

"Wah! Wah! Ternyata mau nyamperin sekretarisnya!"

Bisik-bisik para karyawan terus bersahutan di telinga Nina. Dia sempat mengangkat kepala, mencari tahu kebenaran topik yang mereka bicarakan. Secepat kilat perempuan itu menunduk lagi ketika sosok bertubuh besar berjalan ke arahnya. Padahal, Nina sudah memilih meja paling ujung, ternyata masih saja ketahuan.

"Kok, gak ajak aku makan siang bareng, sih? Dari tadi aku nyari kamu, lho. Ditelepon juga gak diangkat. Sengaja, ya?" todong Zerga sambil duduk di kursi samping kanan Nina. Lelaki itu menopang dagu, memusatkan seluruh atensinya hanya pada Nina seorang. "Nin, kamu denger aku ngomong, kan? Jawab, dong. Kamu gak lagi mengindari aku, kan?"

Perlahan, Nina mengangkat kepalanya. Dia mengedarkan pandangan sesaat, lalu menatap Zerga yang sedang tersenyum lebar sembari menunggu jawabannya. "Mari makan, Pak."

"Pak? Kamu panggil aku 'Pak'?" Zerga langsung menarik wajahnya. Dia menempelkan punggung ke sandaran kursi dengan bibir yang mengerucut. "Panggil nama aja, lah. Ini jam makan siang, kan? Di luar pekerjaan. Jadi gak apa-apa, balik ke setelan awal aja."

"Tapi kita masih di area kantor, Pak," balas Nina dengan rahang yang mengetat keras. Dia sudah melotot, melempar kode supaya Zerga tidak melewati batas. Namun, rupanya lelaki itu seperti sengaja ingin membuat Nina jadi bahan gosip satu kantor.

"Gak, ah. Aku gak mau. Kamu panggil nama aja. Atau boleh panggil Zebra juga gak apa-apa. Mas Pacar juga bagus, biar kita nostalgia." Zerga menaikturunkan alisnya. Lalu, dengan sekali entakan, dia bangkit dari duduknya. "Makanannya jangan dihabisin, aku beli nasi dulu. Kita makan bareng. Oke?"

Zerga sudah meninggalkan meja. Langkahnya panjang, takut Nina menghabiskan makan lebih dulu. Namun, pergerakannya terhenti ketika menyadari bahwa semua orang tengah menatap Nina, termasuk para karyawan laki-laki. Senyum Zerga langsung lenyap. Bunga-bunga di hatinya berubah menjadi api membara. Zerga berbalik dan menghampiri Nina lagi. Tanpa permisi, dia menarik karet dengan hiasan pita biru yang mengunci rambut pendek Nina.

"Zerga! Kamu apa-apaan, sih?" protes perempuan itu. Tanpa sadar Nina telah membentak Zerga, terdorong rasa kaget.

Berbeda dengan beberapa saat lalu, wajah Zerga datar kali ini. Dia menunduk, mendekatkan wajahnya pada telinga Nina. Lalu, ia berbisik, "Aku gak suka ada orang yang lihat leher jenjang kamu. And by the way, I love your smell."

Nina melirik lelaki itu dari sudut matanya. "Pergi kamu!"

"Iya, iya." Zerga menarik kembali tubuhnya untuk berdiri tegap. "Tungguin! Jangan dulu diabisin!"

Sepeninggal Zerga, Nina langsung memijit pangkal hidungnya yang terasa nyeri. Dia tidak menunduk lagi, semua orang pasti sudah sangat hafal dengan wajahnya karena terlampau sering memperhatikan. Niat makan di kafetaria untuk menghindari kelakuan clingy Zerga, eh, lelaki itu malah menyusulnya.

Sudah tiga hari Nina bekerja sebagai sekretaris direktur utama PT. Fundamen Persada, menghabiskan waktu lebih dari delapan jam bersama Zerga. Selama itu, tiada hari yang Nina lalui dengan tenang. Selalu ada saja mata yang menatapnya dan bibir yang membicarakannya secara terang-terangan. Para karyawan tampak sangat ingin tahu mengenai cerita Nina dan Zerga sebelum terlibat hubungan profesional. Apalagi atasan mereka selalu bertingkah layaknya remaja pubertas setiap kali bersama Nina, tentu mendorong rasa penasaran lebih brutal lagi.

Sweet Revenge [Tamat]Where stories live. Discover now