29. Shout Out the Secret

1.9K 310 101
                                    

Tok, tok!

Perhatian Zerga teralihkan seketika. Dia hanya melirik orang yang mengetuk pintu kamarnya sekilas, lalu kembali menghadap depan. Pemandangan daun yang bergoyang karena embusan angin malam jauh lebih menarik di matanya.

"Gue boleh masuk?" tanya Jordan, masih menunggu dari balik daun pintu. Beberapa detik dia menunggu, sang pemilik ruangan masih tidak mengatakan apa pun. Sambil melangkah masuk ia berkata, "Gue anggap diemnya lo sebagai iya, ya. Permisi, Tuan Zerga, Jordan yang ganteng izin masuk, yaaa."

Pemuda itu hanya bisa mengerucutkan bibirnya ketika mendapat delikan tajam dari Zerga. Dia melangkah menuju balkon, lalu duduk di bangku yang dibelakangi Zerga. Kopi hitam panas di atas meja tidak mengalihkan perhatian Jorda. Baginya, keadaan Zerga jauh lebih penting saat ini.

"Lo kenapa, Ga?"

"Gue gak apa-apa," jawab Zerga, terdengar lirih.

"Udah, cerita aja sama gue. Rahasia lo aman, kok. Gue gak akan bilang siapa-siapa."

"Terserah!" Nada bicara Zerga berubah kesal dalam hitungan detik.

Jordan berdecak, ikut sebal juga. "Gak usah sok-sokan jadi cewek, deh. Sekalinya ngomong cuma bilang gak apa-apa sama terserah! Gue dateng ke sini buat cari tahu apa yang salah sama lo. Bisa-bisanya lo lebih pilih Ruby dibandingkan Nina tadi pagi. Kerasukan setan apa lu?"

Bukannya menjawab, Zerga justru membuang napas panjang dengan kasar seraya menengadah ke langit hitam. Wajah datarnya terlihat menyimpan banyak masalah. Bahu tegapnya tampak sedang mengemban beban yang begitu berat. Tubuh besarnya seperti membutuhkan sandaran.

Itulah yang mendasari kedatangan Jordan malam ini. Dia sadar, Zerga sedang membutuhkan seseorang di sampingnya. Sekalipun tidak bisa memberikan solusi, setidaknya Jordan bisa menjadi pendengar semua keluh kesah Zerga. Kejadian tadi pagi telah membuat Jordan khawatir akan sahabat dari kecilnya itu.

"Puas lo? Puas lihat gue sama Nina hancur kayak gini?" sembur Zerga begitu sampai di lantai dua gedung Fakultas Ekonomi dan Bisnis.

Niat awal untuk menyusul pun Jordan urungkan. Dia memilih bersembunyi di tangga dan mengintip perdebatan Zerga dan Ruby. Nina sudah menghilang, entah ke mana. Gadis itu berlari kencang setelah dicampakkan dengan cara yang kejam oleh Zerga.

"Puas banget! Apalagi waktu lihat Nina nangis, Ruby seneng banget!" Gadis itu tersenyum lebar, berbanding terbalik dengan wajah Zerga yang memancarkan kemarahan tiada tara.

"Gue benci banget sama lo, Ruby. Benci banget!"

"Yah ...." Ruby tiba-tiba memasang wajah sedih, seakan prihatin. "Gimana, dong? Nina tahunya kamu sayang sama aku, Ga."

"Lo!" Zerga menunjuk wajah Ruby dengan telunjuknya. "Lo lebih binatang dibandingkan anjing!"

"Ih, jangan samain Ruby sama anjing, dong, Ga!" rengek Ruby seraya menepis tangan lelaki itu. "Masa cewek secantik dan semanis Ruby disebut binatang, sih? Kamu keterlaluan banget!"

"Berengsek!"

Masih dengan garis kemarahan yang tercetak jelas, Zerga pun meninggalkan Ruby. Dia melangkah cepat menuju area toilet, mungkin butuh tempat yang sepi untuk meluapkan emosi.

Pemandangan itu sontak membuat Jordan mematung. Zerga yang baru saja ia lihat bukanlah Zerga yang dikenalnya. Biasanya, lelaki itu meledakkan amarah dengan begitu mudah, tidak peduli siapa yang cari gara-gara atau tempat ia berada. Perempuan atau laki-laki, Zerga tidak pernah pandang bulu untuk mengeluarkan kata-kata mutiara pada orang yang membuat ubun-ubunnya mendidih. Namun, saat itu, Zerga seperti tidak punya kuasa untuk marah pada Ruby. Gadis itu seakan memegang senjata yang membuat Zerga tidak bisa berkutik sedikit pun.

Sweet Revenge [Tamat]Where stories live. Discover now