31. Hating Him

2K 302 75
                                    

"Sudah," tolak Pak Seno.

"Sekali lagi aja, Mas. Ini terakhir."

"Kamu bilang begitu sudah lima kali."

"Ini beneran yang terakhir."

Dengan sangat terpaksa, Pak Seno pun membuka mulutnya, menerima bubur yang diberikan sang istri. Walaupun sangat mual, beliau berusaha keras supaya tidak muntah. Bisa bahaya jika isi perutnya sampai keluar, beliau harus menerima asupan makanan dari awal lagi.

Kali ini, Bu Tyas menepati ucapannya. Beliau benar-benar menyimpan mangkuk bubur ke atas meja samping ranjang pasien. Dengan telaten, beliau membantu suaminya untuk minum. Setelah selesai, Bu Tyas berpamitan menuju toilet untuk mencuci tangan.

Pak Seno mengembuskan napas panjang, merasa lega karena baru saja menyelesaikan makan siang-lebih tepat dibilang makan sore. Kemudian, pria paruh baya itu mengedarkan pandangan ke seluruh sudut ruang rawatnya. Lengang. Hanya ada Zerga yang tengah tertidur. Tubuhnya meringkuk karena tidak sesuai dengan ukuran sofa. Sedangkan Alden tak kunjung datang sejak kemarin. Entah anak itu memang sibuk atau belum berani untuk menghadap ayahnya.

"Bagaimana masalah Alden dan Ruby? Sudah ada jalan keluar?" tanya Pak Seno ketika istrinya sudah kembali duduk di samping tempat tidur.

Pergerakan tangan Bu Tyas-mengupas apel-pun terhenti seketika. Beliau melirik suaminya sekilas, lalu memasang senyum tipis. "Kita bicarakan masalah ini nanti, ya? Mas baru selesai operasi. Jangan mikir yang berat-berat dulu supaya cepet sembuh."

"Aku kepala keluarga, sudah sepatutnya memikirkan keadaan keluarga kita. Terlepas dari bagaimanapun keadaannya," balas Pak Seno, jelas tak mau kalah. Beliau mengembuskan napas panjang dan berkata, "Aku masih tidak bisa menyangka Alden bisa bertindak sejauh itu."

Bu Tyas tertunduk dalam. "Aku juga gak nyangka, Mas."

"Anak yang selama ini kita bangga-banggakan bisa berbuat hina. Dia sudah melangkah terlalu jauh, sampai merampas kehormatan seorang perempuan."

"Ini semua salah aku, Mas. Harusnya aku bisa lebih memperhatikan Alden. Aku gak becus jadi seorang ibu."

"Tidak, ini bukan salah kamu. Alden sudah dewasa, pastinya dia sudah tahu mana yang benar dan salah. Apa yang terjadi saat ini berdasarkan keputusan yang dia ambil secara sadar," cetus Pak Seno seraya mengusap bahu istrinya itu. "Jadi, bagaimana? Pak Zaki bilang apa?"

"Beliau minta Alden menikahi Ruby secepatnya."

Embusan napas Pak Seno lebih berat dari sebelumnya. Celotehannya berubah bungkam seketika. Memang pernikahanlah yang menjadi jalan keluar paling aman untuk masalah ini. Hanya saja ... apakah Alden dan Ruby telah siap untuk membangun rumah tangga? Mereka masih anak kecil, masih mementingkan kesenangan hati dibandingkan tanggung jawab.

Sementara itu, Bu Tyas hanya bisa tertunduk lesu. Bukan hanya saat berhadapan dengan Pak Zaki, beliau juga malu bukan main kepada suaminya. Semua kebaikan, perhatian, dan kasih sayang yang diberikan kepada Alden justru dibalas seperti ini. Bu Tyas juga masih tidak enak hati pada Zerga. Beliau benar-benar merasa bersalah atas luka yang selama ini putra sambungnya itu emban sendirian.

"Kita lakukan saja apa yang diinginkan Pak Zaki. Kita nikahkan Alden dan Ruby secepatnya," cetus Pak Seno seketika.

Kepala Bu Tyas terangkat seketika. "Mas yakin?"

"Tidak ada pilihan lain. Sebelum terendus ke luar, kita harus menyelesaikan masalah ini secepatnya. Jangan sampai para klien mendengar hal ini. Aku takut itu akan berpengaruh ke perusahaan."

"Baiklah, aku ikuti kemauan Mas aja."

Alden tidak punya kekuatan untuk melawan. Para orang tua berada di pihak yang berlawanan dengannya. Dia harus bertanggung jawab akan tindakannya. Dia harus menikahi Ruby. Alden tidak akan bisa menentang kehendak ayahnya.

Sweet Revenge [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang