26. Karma

2.1K 303 86
                                    

Suasana hati Nina benar-benar bagus hari ini. Selepas bangun tidur, dia langsung beres-beres. Mulai dari mengganti sprei, membereskan meja belajar dan rias, membersihkan kamar mandi, juga mengepel lantai. Terakhir, dia akan ke laundry untuk mengantarkan pakaian kotor. Pokoknya, Nina ingin kamar yang bersih dan wangi, supaya bisa fokus belajar untuk persiapan UAS.

Sayangnya, suasana hati yang bagus itu harus hancur ketika Nina mendapati kehadiran Alden di depan indekos. Bahu tegapnya merosot seketika. Tatapannya yang penuh semangat berubah malas. Senyum lebarnya-membayangkan bubur ayam untuk sarapan-lenyap entah ke mana.

Dengan sangat terpaksa, Nina membawa Alden ke kedai es krim dekat indekos. Semoga saja Zerga tidak datang tiba-tiba dan memergoki mereka. Bisa-bisa dia marah mengetahui Nina membawa Alden ke tempat favoritnya. Daripada lelaki itu dipersilakan masuk ke kamar indekos, bukan? Itu akan menimbulkan salah paham dan masalah yang lebih besar.

"Bicara sekarang," ucap Nina seraya menyantap strawberry mousse.

"Nada bicara kamu bisa biasa aja, gak, Nin? Kamu ketus banget dari tadi," balas Alden seraya menyambar americano miliknya.

Nina menggeleng cepat. "Gak bisa. Aku males sama kamu."

Tanpa sadar, Alden mengembuskan napas kasar mendengar penuturan gadis di hadapannya itu. Tidak bisa dipungkiri, dia tersinggung. "Ya udah, kamu fokus sama kue aja dulu. Kalau udah beres, baru kita bicara."

"Bicara sekarang atau aku tinggal?" Nina langsung menyimpan garpunya. Dia benar-benar memusatkan seluruh atensi pada Alden.

"Oke. Aku bicara sekarang." Lelaki itu mengangkat tangan, pertanda menyerah. Padahal, Alden ingin mengulur waktu supaya mereka bisa bersama lebih lama. Nina berubah. Kesabarannya jadi setipis tisu sejak bergaul dengan Zerga.

Napas Nina langsung tertahan ketika Alden mengeluarkan secarik kertas dari saku jaketnya. Dia menggelar benda putih itu di atas meja, membiarkan Nina membaca judulnya dengan sangat jelas. Kontrak Kerja Sama Balas Dendam. Tentu saja, Nina masih mengingat dengan jelas seluruh tulisan yang tercantum di kertas itu.

"Aku udah tahu semuanya. Kamu gak perlu menutupi apa pun lagi dari aku," cetus Alden, penuh percaya diri.

Perlahan, Nina mengangkat pandangannya, menatap Alden dengan tajam. "Kamu curi kertas ini dari kamar Zerga?"

Alden mengangguk tanpa ragu, membiarkan Nina berpikir sesuka hati. "Awalnya aku kaget, kamu bisa bertindak sejauh ini. Aku gak habis pikir kenapa kamu mau-maunya melakukan hal hina kayak gini. Tapi, mengingat siapa yang jadi partner kerja sama kamu, aku gak heran."

"Maksud kamu apa? Ngomong yang jelas." Nina seraya mendelik tajam.

"Zerga paksa kamu, kan? Dia pasti terus menekan kamu supaya mau bantu dia untuk mendapatkan Ruby kembali. Atau dia ancam kamu? Kasih tahu aku, apa yang jadi senjata Zerga sampai kamu mau terjerumus ke jebakannya."

"Jangan pernah menjelekkan Zerga di hadapan aku!" tekan Nina dengan rahang yang mengetat keras. Dia juga menunjuk wajah Alden dengan tangannya tanpa keraguan. "Kamu gak berhak menerka-nerka apa yang udah terjadi antara aku sama Zerga. Udah gak ada apa-apa lagi di antara aku sama kamu. Kamu udah gak punya hak sedikit pun untuk mencampuri hidup aku. Camkan itu."

"Oke! Aku minta maaf karena udah khianati kamu. Dan sekarang aku nyesel, Nin. Aku nyesel udah selingkuhi kamu." Nada bicara Alden berubah lemah. Dia juga menatap Nina dengan memelas. Tanpa permisi, ia meraih tangan Nina dan menggenggamnya penuh permohonan. "Kita perbaiki semuanya, ya? Kamu sudahi hubungan kontrak kamu sama Zerga. Aku juga akan kembalikan Ruby ke dia."

Nina menarik tangannya dengan kasar. "Kamu pikir aku barang yang bisa kamu buang, terus pungut sesuka hati? Ruby juga bukan sesuatu yang bisa kamu pindahtangankan ke orang lain begitu aja, Al. Aku sama Ruby, tuh, manusia. Kami adalah perempuan yang harus dihormati!"

Sweet Revenge [Tamat]Onde as histórias ganham vida. Descobre agora