30. The Last Chance

2K 326 95
                                    

Zerga akan selalu membenci perselingkuhan. Selamanya. Tidak ada kata ampun. Pengkhianatan satu itu dilakukan secara sadar. Pelakunya memiliki pilihan untuk berhenti untuk menjaga moral sebagai manusia atau lanjut supaya bisa disamakan dengan setan. Binatang terlalu mulia. Serigala saja setia pada satu pasangan sampai akhir hayatnya.

Namun, Zerga sama sekali tidak menyangka jika dirinya akan menjadi salah satu manusia hina yang melakukan perselingkuhan. Dia telah mengkhianati Nina. Secara terang-terangan dia mengatakan memiliki rasa pada perempuan lain, padahal sebelumnya menawarkan komitmen untuk bersama. Namun, percayalah, Zerga tidak menaruh sedikitpun kesungguhan di setiap kata yang ia ucapkan untuk menyakiti Nina. Dia terpaksa melakukan hal itu. Demi melindungi ayahnya dari Ruby.

"Ruby mau kamu putusin Nina. Kasih dia perpisahan paling menyakitkan. Ruby pantau kamu dari telepon. Sedikit aja kamu bikin Ruby kecewa, foto Ruby sama Alden akan sampai ke tangan Om Seno. Kamu gak mau, kan, ayah kamu kenapa-kenapa, Ga?"

Ruby Saphira tidak lebih dari setan terkutuk yang bahagia di atas kemalangan manusia.

Siang itu, Ruby sudah berdiri di depan rumah Zerga, duduk di atas jok motor seraya mengenakan lipstik. Dia melayangkan ancaman paling memuakkan. Tanpa tahu malu, dia juga meminta ikut menuju kafe baca supaya keinginannya terpenuhi. Zerga tidak bisa berkutik ketika Ruby menaruh ponsel lain di saku jaketnya. Dia terpaksa menyakiti Nina karena Ruby bisa mengirim foto menjijikan itu kepada ayahnya kapan saja.

"Zerga ...."

Pemuda itu menoleh, tidak lagi memandang kosong ke arah ponselnya yang tergeletak di atas meja. Dia langsung menghampiri tempat tidur pasien. "Sabar dulu, ya, Yah. Operasinya sejam lagi."

"Ibu dan Alden ke mana?" tanya Pak Seno dengan suara yang begitu lemah.

"Mereka cari makan dulu, belum sarapan dari pagi," imbuh Zerga seraya menarik kursi plastik dan duduk di samping ranjang.

"Kamu udah makan?"

"Udah, waktu ayah tidur."

Pak Seno mengangguk, puas dengan jawaban Zerga. Beliau memejamkan mata beberapa saat, menikmati rasa haus yang menggerogoti tenggorokan. Sayangnya, Pak Seno tidak bisa menuntaskan rasa dahaganya itu. Beliau akan menjalani operasi sebentar lagi.

Ketika matanya terbuka, pandangan Pak Seno langsung tertuju pada Zerga lagi. Dadanya berdenyut sakit melihat sang putra terus memasang wajah murung beberapa hari ini. "Kamu sama Nina ... sedang ada masalah, ya? Tidak sekali pun dia jenguk ayah ke sini."

"Aku sama Nina sudah putus, Yah," balas Zerga.

Dahi Pak Seno berkerut. "Lho, kenapa? Apa masalahnya sampai kalian memutuskan untuk berpisah?"

Ruby, Yah. Dia masalah terbesar dalam hubungan aku dan Nina. Dia udah menjadikan Ayah sebagai senjata untuk mengendalikan aku. Aku gak bisa kehilangan Ayah karena Ayah satu-satunya keluarga yang aku punya. Tapi, kehilangan Nina juga ... begitu menyakitkan bagi Zerga.

"Ga? Apa masalahnya?" tukas Pak Seno lagi, menunggu jawaban.

Zerga menghapus air mata yang membasahi pipinya. Dia menggeleng dan berkata, "Kita bahas masalah ini nanti, ya? Fokus aja dulu sama kesembuhan Ayah. Jangan menyimpan rahasia apa pun lagi dari Zerga. Senang ataupun sedih, kita lalui sama-sama."

Lidah Pak Seno kelu seketika. Beliau tidak menyangka bahwa putra kecilnya sudah tumbuh dewasa, sudah bisa mengatakan hal yang membuatnya merasa bangga. Namun, tidak bisa dipungkiri, perasaan bersalah jauh lebih mendominasi relung hatinya.

"Tentang apa yang Zerga ucapkan semalam ... apa benar, Bu? Apa Ibu dan ayah memang sudah berhubungan sebelum bundanya Zerga meninggal? Ibu ... selingkuhannya ayah?"

Sweet Revenge [Tamat]Where stories live. Discover now