39. Allegiance

2K 303 67
                                    

Kalo ada typo, bantu koreksi, yaaa (⁠ ⁠◜⁠‿⁠◝⁠ ⁠)⁠♡

***

Nina mengembuskan napas panjang ketika bokongnya mendarat di kursi teras belakang. Dia menempelkan punggung ke sandaran kursi dengan penuh nikmat. Perempuan itu memejamkan mata seraya menunggu laptop di hadapannya benar-benar menyala.

Seperti biasa, para penghuni rumah baru bisa bersantai setelah pukul sepuluh pagi. Setelah sarapan, mereka akan bagi-bagi tugas untuk membereskan rumah. Minggu ini Nina bagian mencuci baju. Tangannya terasa akan lepas setelah menggiling tiga tabung pakaian kotor. Setelah mandi dan berdandan sedikit, kini saatnya Nina membuka laptop. Bukan untuk nonton drama Korea seperti yang biasa Lubis lakukan, melainkan membuat surat lamaran kerja. Tadi malam Belva mengirimkan info lowongan pekerjaan di salah satu perusahaan periklanan.

Makin ke sini, makin sulit untuk mendapatkan pekerjaan. Makin sempitnya lapangan kerja, persaingan yang semakin ketat, juga persyaratan kualifikasi yang kian tinggi menjadi alasan makin banyak pengangguran di negeri ini-apalagi di Jakarta. Padahal, Nina ingin menjadi warga ibukota lagi. Dia tidak bisa membiarkan rumah peninggalan papanya kosong lebih lama. Namun, untuk pindah ke sana, tentu saja Nina butuh pemasukan.

"Mau coba daftar ke yang kemarin?" tanya Belva seraya meletakkan sepiring risol panas di atas meja.

"Iya, Kak. Nyoba aja dulu, siapa tahu ada rejekinya di sana," balas Nina seraya menyambar satu risol itu. "Buatan Lubis, ya?"

"Kok, tahu?"

"Bentuknya agak unik." Nina tersenyum lebar, memamerkan gigi putihnya.

Belva mengangguk, setuju dengan pernyataan sang adik. "Katanya dia kehabisan ide buat konten, jadi bikin risol."

"Oh, begitu."

Selama beberapa saat, Nina meniup risol di tangannya. Setelah dirasa cukup, dia menggigitnya penuh hati-hati. Lidahnya mengeskpor satu demi satu bahan di dalam mulut. Kemudian, kedua alisnya terangkat tinggi. Matanya melotot.

"Hmm! Ini enak, kok!" pekiknya seketika.

"Emang iya?"

"Iya, lumayan. Emang Kakak belum coba?"

Belva menggeleng seraya menyambar satu risol dari piring. "Belum, nunggu kamu dulu."

Perempuan itu hanya bisa memicingkan mata mendengar penuturan Belva. Seharusnya Nina sudah hafal kelakuan kakaknya. Tidak akan berani menyantap makanan buatan Lubis atau sang papa lebih dulu. Jika Nina berkata enak, baru Belva berani mencoba. Jika sebaliknya, maka Belva akan memilih mie instan daripada merusak indera pengecapnya. Dengan kata lain, Nina adalah kelinci percobaan.

Memang, Lubis akan banting stir membuat konten memasak ketika kehilangan ide. Bagaimanapun juga dia tetap harus mengunggah dua video dalam seminggu supaya para penggemarnya di sosial media tidak mengamuk karena rindu. Dia sudah memiliki tiga ratus ribu pengikut di Instagram dan lima ratus ribu subscriber di YouTube. Biasanya, dia mengunggah vlog kegiatan sehari-hari, tutorial make-up, sampai membuka sesi curhat dengan para penggemar.

Berbeda dengan sang adik, Belva justru lebih suka bekerja di balik layar. Dia sudah memiliki posisi yang cukup diperhitungkan di perusahaan game online. Bekerja sebagai animator membuat Belva lebih banyak bercumbu dengan laptop dibandingkan interaksi dengan manusia. Namun, dia selalu mengusahakan untuk tetap ikut kegiatan keluarga di setiap hari Minggu. Entah jajan ke Alun-Alun Bandung, piknik ke Lembang, makan malam di BIP, atau sekadar main game di ruang keluarga.

Sedangkan Nina ... lebih banyak memiliki waktu luang dibandingkan bekerja setelah resign dari salah satu perusahaan penerbitan mayor di Bandung bulan lalu. Jika tidak digeser dengan anak fresh graduate yang memiliki orang dalam, mungkin Nina sedang sibuk mempromosikan karya para penulis hebat yang disaring melalui lomba menulis novel. Sebelum menganggur, Nina juga pernah menjadi seorang penyiar radio, admin sosial media online shop, dan MC yang bergabung dengan salah satu WO terkenal di Bandung. Pekerjaan apa pun Nina lakoni asalkan harinya tidak membosankan.

Sweet Revenge [Tamat]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang