Chapter 96: Tubuhmu Selalu Penuh Luka Dan Memar

3.5K 705 56
                                    

June tiba di apartemen, masih merasa sedikit sedih setelah baru saja melihat cuplikan hidup Mei Ling yang jauh darinya saat ini, ketika June berpapasan dengan Nenek dan Minjun di sepanjang jalan. June melepas Hoodie dan topengnya dan menyapa mereka berdua dengan senyuman.

"Apakah kamu mendapat istirahat lagi June?" seru nenek.

"Kakak!" Seru Minjun sambil berlari ke arah June dan memeluk kakinya.

June tersenyum saat melihat mereka berdua. Entah bagaimana ini membuat suasana hatinya merasa lebih baik setelah apa yang terjadi tadi di bus.

"Ya," kata June. “Aku punya waktu istirahat sekitar sepuluh hari sebelum harus kembali ke lokasi syuting.”

“Kalau begitu, kamu akan berada di rumah untuk waktu yang lama kan kak?” Minjun bertanya dengan mata bersinar.

June menekuk lututnya sampai sejajar dan mencubit pelan pipi Minjun. "Kamu sepertinya senang kalau aku ada di sini ya?"

"Humh, tidak," kata Minjun sambil memalingkan muka dari June. "Aku hanya senang akhirnya aku punya seseorang yang bisa aku jaili sekarang. Nenek tidak menyenangkan untuk dijaili."

June menggelengkan kepalanya. "Huh, kamu masih belum berubah ternyata."

"Yah, sepertinya kamu sudah banyak berubah June," kata Nenek sambil tersenyum penuh kasih sayang padanya. "Sejak kapan kamu setampan ini? Sungguh, kamu semakin tampan setiap kali kita bertemu."

"Itu karena krim yang kamu berikan padaku nek," kata June. June memperhatikan bahwa peningkatan level visual hanya menghasilkan perbedaan yang halus. Itu tidak terlalu mengubah bentuk wajahnya, itu hanya meningkatkannya. Dan June tidak berbohong saat mengatakan krim yang diberikan Nenek ternyata bermanfaat.

June tidak pernah berjerawat sejak mulai menggunakan krimnya!

"Hmm kalau begitu," kata Nenek. “Aku juga harus mulai menggunakannya.”

"Ya, itu bagus nek."

"Apakah kamu ingin pulang bersama kami?" Nenek bertanya. “Aku akan membuat tumis daging sapi malam ini.”

"Ya," kata June. Ia sudah merindukan masakan nenek!

"Ayo pulang," ajak June sambil mengambil tas belanjaan dari tangan Nenek.

Mereka akhirnya tiba di kompleks apartemen, dan June memperhatikan bahwa mereka memiliki TV baru.

"Wow!" seru June sambil duduk di lantai. “Benda apa ini?”

"Itu TV!" Minjun membalas, duduk di samping June.

Di sisi lain, Nenek pergi ke dapur dan mulai memasak daging sapi. Irisan daging sapi yang tipis itu tidak membutuhkan waktu lama untuk dimasak.

June mengejek. "Aku tahu itu. TV lamamu baik-baik saja kan?. Kenapa kamu membeli yang baru?"

Minjun tetap diam dan memainkan jarinya. Nenek terkekeh dan menjawab dari dapur.

"Minjun itu ingin mendapatkan TV yang lebih berkualitas agar dia bisa menontonmu di TV lebih jelas lagi June. Dia memohon pada ibunya untuk membelikannya untuk kita. Untungnya, karena orang tuanya bekerja di Amerika, mereka segera membelikannya model terbaru."

June menyeringai dan menyenggol bahu Minjun. "Jadi, kamu sebenarnya mendukung kakak ini ya?" June membual.

"Diam," bentak Minjun. "Aku hanya ingin menonton Little Meow Meow dengan kualitas lebih baik saja."

"Yaa, yaaa, baiklah 'aku mengerti'," kata June sambil melihat smart TV layar lebar 126 inci yang baru didepannya.

Dari kelihatannya, TV ini sangat mahal. Dan kalau dipikir-pikir, barang Minjun dan Nenek juga selalu terlihat baru.

'Sial, tas nenek bahkan dari brand ternama. Mereka bahkan mampu makan daging sapi setiap hari!'

"Hei, nak," panggil June. “Orang tuamu bekerja di Amerika, ya?”

Minjun mengangguk. "Ya…"

"Mereka bekerja sebagai apa?"

"Tidak tahu," Minjun mengangkat bahu. "Nenekku bilang itu urusan bisnis. Tapi aku tidak tahu. Ayah dan ibuku tidak tinggal bersama, tapi mereka berdua masing masing punya bisnis mereka sendiri."

"Ow," kata June. “Orang tuamu bercerai?”

"Ya!" kata Minjun dengan acuh tak acuh. "Tapi tidak apa-apa karena aku punya Nenek saat ini yang bersamaku."

“Jika orang tuamu bekerja di sana, kenapa kamu tidak pindah ke tempat yang lebih baik?” June mau tidak mau bertanya. Jelas sekali bahwa orang tua Minjun kaya. TV baru ini adalah buktinya.

Minjun memberi isyarat agar June mendekat, lalu Minjun berbisik di telinga June. “Ayahku ingin aku tinggal bersama Nenekku yang lain. Mereka punya rumah yang lebih besar, tapi aku lebih menyukai Nenekku yang ini. Jadi, aku memutuskan untuk tinggal di sini karena nenek tidak ingin pindah ke tempat lain. Tapi tempat ini kecil. bahkan tidak punya lift! Tapi jangan katakan itu pada Nenekku. Dia akan sedih."

June memandang Minjun dengan geli. Lagipula, anak ini sangat baik. June tersenyum dan mencubit pipinya. "Jangan khawatir, aku tidak akan mengatakannya asalkan kamu memberikan TV lamamu kepadaku."

Minjun memutar matanya. "Nenek sudah meminta pengurus apartemen untuk membawanya ke apartemenmu."

"Bagus!," seru June, membayangkan TV baru di apartemennya membuatnya gembira.

“Makan malam sudah siap, anak anak!” teriak Nenek, maka June dan minjun segera menyiapkan meja dan menunggu Nenek membawakan hidangan utama untuk malam ini.

Aroma daging sapi, sayur mayur, dan kecap asin yang masih melekat di udara membuat perut June keroncongan. June segera duduk dan menyendok makanan ke dalam mulutnya. Nenek memperhatikannya dengan kasih sayang. Sejak June memberinya kopi hari itu, Nenek mulai memperlakukan June seperti cucu nya sendiri.

"Ayo makanlah yang banyak kalian berdua," ucap nenek hangat.

June mengangguk, melanjutkan makan.

Saat mereka makan, June tiba-tiba teringat perkataan Minjun beberapa waktu lalu.

"Umm nenek" suara June pelan.

"Hmm? yaa? ada apa June?" Nenek bertanya.

“Kamu sudah lama tinggal di sini, kan?”

Nenek mengangguk. "Aku sudah tinggal di sini bahkan sebelum Minjun lahir. Kenapa?"

“Lalu, apakah kamu juga memperhatikan saat pertama kali aku pindah ke apartemen ini?”

"Tentu saja," jawab nenek. "Aku selalu mengetahui adanya penyewa baru di apartemen ini. Karena pemilik apartemen dan aku itu seumuran, dan kami sering berbicara satu sama lain."

“Lalu, apakah kamu pernah bertemu denganku sebelumnya nek?” June bertanya dengan hati-hati.

Saat itu, ekspresi Nenek berubah dan nenek menurunkan peralatan makannya dengan ekspresi gelap di wajahnya. Nenek mengangguk, wajahnya tanpa emosi apa pun, membuat June sulit untuk membaca apa yang sedang nenek pikirkan.

"Umm," June terdiam. “Jika kamu pernah bertemu denganku sebelumnya, bolehkah aku menanyakan pertanyaan ini…”

"Bagaimana diriku sebelumnya?"

Nenek menghela nafas panjang sebelum meneguk air minum.

"Sulit untuk mengatakannya," nenek memulai. “Waktu pertama kali aku melihatmu, kamu adalah anak yang pendiam. Tapi ada satu hal yang terlihat jelas pada kulitmu.”

"Apa itu?"

"Memar," kata nenek. "Tubuhmu selalu penuh dengan luka dan memar."

T/N: Starlights!, jangan lupa tinggalkan jejak Like nya yaaa disinii.

FROM THUG TO IDOL: TRANSMIGRATING TO A SURVIVAL SHOWWhere stories live. Discover now