Mimpi Buruk

16 3 2
                                    

Aigeia

Harusnya malam hampir hujan dan dingin ini aku berada dalam kamar atau tempat yang tenang. Tapi, kenyataannya; penjaga indekos tempat aku tinggal mengeluarkan barang dari kamar.

Duh!

"Pak, Pak ada apa, si, ini?" tanyaku ketakutan. Tenggorokanku pedas karena berteriak. Napasku memburu menatap satpam itu dengan benci.

Penjaga indekos itu tidak menjelaskan apa-apa, malah bengong melihatku.

"Pak!" sentakku, makin kesal, apalagi dia pakai sarung.

"Itu, Non. Kata ibu kos, Non Gigi harus keluar malam ini karena belum bayar kos dua minggu."

"Apa?" amarahku makin naik ke kepala, bertolak pinggang. "Saya baru nggak bayar satu minggu, Pak!"

"Waduh, saya ndak tahu. Saya ndak pegang catatannya, kan, Non," paparannya makin membuat kesal.

Aku mendengkus, hampir lupa ada Bastian yang mengantar.

Hah, mengapa harus ada dia?

"Berapa jumlah yang harus dibayar?" tanya Bastian tetiba, entah mengapa suaranya menenangkan.

"Tiga ratus ribu. Tapi, karena Non Gigi belum bayar dua minggu, Bu Kos bilang semuanya dua juta lima ratus, Mas," jelasnya lagi.

"Nggak bisa! Satu minggu kan, tiga ratus, masa jadi dua juta, si?" omelku lagi tidak terima.

"Itu sebagai jaminan. Bu Kos bilang, kalo Non Gigi mau balik lagi, harus bayar segitu malam ini."

"APA?! Mana ada jaminan-jaminan tapi nyekek saya mesti bayar?"

Akhirnya hari ini aku nobatkan sebagai hari sial sedunia. Dan tidak ada penguman resmi di kalender kalau ini adalah Hari Sial Sedunia. Andai saja ada, mungkin aku akan bawa payung waktu berangkat tadi. Karena mulai gerimis.

Sial!

"Gimana? Mau bayar, ndak?" tanya si penjaga itu.

Melihat wajahnya ingin cepat-cepat melayangkan bogem mentah ke mukanya. Tanganku mengepal di samping badan, mendengkus.

"Saya akan bayar," suara itu lagi.

"Buat apa?" kataku pongah. Ini adalah tindakan paling bodoh yang pernah aku lakukan. Paling tidak, pukul sebelas lewat tiga puluh malam, gerimis, petir menghantam, segera dingin. Sebentar lagi aku pasti menggigil kedinginan.

"Lagian, kamar Non Gigi sudah ditempati orang lain," sahut si penjaga.

"APA!? Berani-beraninya udah ditempatin orang lain, terus minta bayaran lebih? Ck!"

"Iya, abis Bu Kos yakin kalo Mbak Gigi ga bakalan bayar."

"APA?!" Aku seperti banteng yang melihat kain merah, siap menyeruduk siapa saja. "Terus, kalo saya bisa bayar gimana?"

"Aigeia, kayaknya kita mesti cepet pulang," katanya. Dia menepuk pundakku pelan, membuatku melihat ke arahnya.

"Mbak Gigi bisa tidur di kamar saya dulu."

Baiklah, rasanya mau teriak mendengar kata terakhir si penjaga itu.

Aku juga tidak memperhatikan, ternyata ada beberapa orang yang masuk dan keluar.

Dan Bastian berbisik. "Sebaiknya kita masuk dulu ke mobil saya, setelah itu terserah kamu mau bagaimana."

Mataku mendelik menatap Bastian. Bagaimana gimana, si maksudnya?

Ponselku disaku bergetar.

Ada beberapa pesan masuk. Teman yang ada di samping kamar.

"Gi, ada rumor kalo elo cewek begituan," tulisnya. "Lebih baik lo pergi dulu dari kos-an ini."

A Love Could Kill Usحيث تعيش القصص. اكتشف الآن