Lulus!

37 10 86
                                    

Sidang hari ini, seperti roller coaster! Rasanya jantung mau lompat, balik lagi ke tempatnya, terus keluar lagi dari rongganya.

Namun, menggembirakan hasilnya, lulus!

Tim penguji lumayan, karena gue mahasiswa yang kelamaan lulusnya. Bantuan Aigeia memang sangat meringankan, apa lagi untuk ujian sidang hari ini.

Lega, bangga bahagia seribu kata itu yang kini berterbangan di dada sekarang. Resmi, enggak perlu belajar lagi. Tinggal cari kerjaan!

Sebelumnya, gue menelepon cewek yang selama ini bantu bikin skripsi. Pengen peluk dia langsung sebenarnya.

Sayang, yang duduk nungguin gue di kantin, Sigit. Walau sahabat ini enggak kalah senangnya, mungkin melegakan ketika ada cewek itu di sini. Mungkin gue bakalan langsung teriak: “Will you marry me?”

Gue tertawa dalam hati, sambil menekan nomor teleponnya, sementara Sigit masih berbincang entah dengan siapa, katanya orang itu tertarik dengan grup Dante’s. 

“Halo?”

Ya, Bastian?” Suaranya agak terdengar berat kali ini. Seperti malas berbicara.

“Ya, ini gue. Sibuk?”  Ya ampun, rasanya gue udah mau berteriak, kegembiraan ini bukan milik gue doang.

Enggak. Ada apa?” tanyanya datar.
“Bisa ketemuan?”
Boleh.”

Cewek itu masih ada di kampusnya, disebutkan tempat kita ketemuan, Tebet. Enggak sabar rasanya, maunya menyusul dia, memeluk, berteriak, “Gue lulus, finally. Dan itu berkat lo!”

Lo?

Bukan. Gue udah janji setelah sidang bakalan ….

Okey, udah waktunya menepati janji gue. Nembak!

Sigit yang menunggui sidang lalu mengajak ke kafe tempat janjian dengan Aigeia, Tebet.

“Yakin kan lo mau nembak doi? Kalo enggak gue tikung!”

Sesampainya di kafe, cowok hitam itu seperti mencecar. Apa lagi, gue membonceng motor dia. Kayak nenek bawel sepanjang jalan, ingetin hubungan gue sama Aigeia dan juga Miranda.

“Bawel lo! Iya!”

Sahabat gue ini memesan semua makanan yang bisa dimakan. Dan, tentu aja, minta bayarin. Resek!

“Eh, lo janjian juga sama dia di sini?”

“Iya, gue telepon bakalan jadi ke sini apa enggak. Telepon gue enggak diangkat.”

“Sibuk kali, digodain cowok lain.”

“Sigit, Sigit …. Gue suruh bayar sendiri semua makanan lo,” kata gue dengan memelotot.

“Eh, santai, Jo. Gue bercanda.” Dia mengunyah kentang goreng tipis yang ada di piring ceper putih.

Astaga! Banyak banget yang dia pesan. Hamburger, spaghetti, air mineral, bubble gum juice.

“Git, lo enggak makan berapa hari?” Gue menjambret es jeruk yang baru saja diantar pelayan, tentu saja mata cowok itu memelotot. Acuh, gue tetap menyeruputnya cuek.

“Sengaja gue nungguin lo sidang, dari pagi gue belum makan. Satu lagi, tuh, nasi goreng gila.”

“Astaga! Perut lo dari apaan?”

“Halah …. Lo juga kalo makan banyak,” kilahnya. Sambil mengunyah.

“Iye, iye, gue maklumin!”

Pengunjung kafe sore ini lumayan ramai. Suara dentang piring yang beradu dengan alat makan terdengar, juga lagu yang mengalun membuat semakin nyaman.

A Love Could Kill UsWhere stories live. Discover now