Love It Has ...

49 12 45
                                    

"Love it has, so many beautiful faces.
Sharing live and sharing day."

Gary Barlow, Forever Love.

***

Beberapa minggu berlalu sejak kejadian di Museum Gajah. Berakhir dengan kebisuan Aigeia—yang tertidur di angkutan umum. Bikin gue tertawa kecil, bisa-bisanya dia tertidur di bus.

Balik ke kampus, rasanya sulit bernapas. Berusaha mengejar ketertinggalan mata kuliah dan nilai, urus band yang makin kembali sibuk manggung, karena Sigit yang belum kerja. Juga kebanyakan anggota Dante's yang masih ingin manggung.

Kadang sangking sibuk, gue enggak ikutan kalo jadwal ke luar kota dan bentrok dengan waktu magang.
Menata ulang semua hal termasuk soal kuliah dan, ya! Gue di perpustakaan, tempat yang sepi. Tempat yang enggak terlalu suka.

Sedikit hiburan di tengah penat aktivitas adalah pulangnya kakak paling besar, Sienna.

Kakak cantik ini pulang dari Kalimantan, ikatan dinas kedokterannya. Hari-hari sekarang seperti enggak ada cerita selain Sienna. Walau punya kakak lain, Sandra. Tetap kakak—paling besar selalu punya perhatian lebih. Walau kadang, resek. Seperti makan malam kali ini, cewek yang sekarang mau berhijab itu buka suara soal artikel yang ditulis Aigeia.

Sialnya, dalam majalah itu, terselip foto Aigeia yang lupa gue simpan. Terpampang begitu saja ketika Sienna melintas melewati kamar. Teringat tadi pagi terburu-buru pergi, tidak sempat membereskan.

"Ambu, Bastian simpen foto cewek, tuh ..."

Ya ampun! Hampir tersedak makanan yang ada dalam mulut.

"Sien!"
"Apa, si? Bener kan, itu cewek?"
"Ya iya, cewek, tapi kan—"

“Anak ambu, udah gede pisan, bisa bawa awewe ka rumah, bawa atuh, Bas!" Ambu menyambar bicara, sambil menatap dengan ekspresi penasaran, matanya membesar. Sandra dan Sienna mengulum senyum.

"Meni geulis, Sien?" Enggak sabar, dia mencecar Sienna. 

Geulis, Ambu ..." jawab kakak rese ini, sambil menyuap makanan.

"Stop, Sien!" protes gue, Sienna pun tertawa lepas, menatap Sandra, supaya ikutan jail.

Ah, gue tahu itu, dari kecil dua kakak ini begitu.

“Halah, stop, stop. Naksir juga, tu ...."

Sambar Sandra. Yang gue tanggapi dengan memutar bola mata, sambil mengunyah makanan yang memenuhi mulut.

Di sambut tawa yang lain, Sandra dan Ayah. Mereka tetap dengan kelakarnya walau berulang kali bilang, Aigeia peliput yang kebetulan waktu itu wawancara gue.

“Dari peliput jadi meliputi hati?" goda Sandra lagi. 

Semua yang ada di meja, makan malam itu pun penasaran dengan sosok Aigeia.

Entah penasaran juga apa kabarnya cewek itu. Terakhir, saling berkabar satu minggu lalu sepertinya, dia akan mengajukan proposal untuk PKL. 

Selesai makan malam, semua keluarga berkumpul di ruang televisi. Kecuali gue yang langsung pamit ke kamar, rasanya hari ini penat, lelah.

Walau enggak tahu, ngapain di kamar, yang jelas lebih nyaman berada di dalamnya.

Berpikir malam ini akan tidur cepat, namun salah. Mata malah enggan terpejam. Mengalihkan pikiran dengan  tumpukan keping cakram film.

Telepon yang gue taruh dekat kepala berdering jelang tengah malam dari nomor yang enggak dikenal.

“Halo?” Gue menyapa dengan ragu, tetapi penasaran juga kalau enggak diangkat.

A Love Could Kill UsWhere stories live. Discover now