Versi Kaget dan Rindu

33 6 9
                                    

No need many reason and tools to loving someone. It's just need sincerely heart.”—Bastian

And myselves.”—Aigeia

***

(BASTIAN)
Menjadi siswa magang, bukan hal yang mudah, waktu kerja lebih panjang dari sekadar PKL, sering lembur.

Gue menyatakan cuti dari Dante's. Dan, kasih kebebasan jika mau pakai pemain pengganti atau memang sengaja kosong.
Untuk sementara, paling enggak sampai masalah magang ini selesai. Kesempatan langka, gue enggan melewatinya.

Lama enggak berkabar dengan Aegeia, dengar kabar dari Sienna cewek—depan panggung itu dirawat di rumah sakit. Di antara hari-hari antara ngarep atau enggak ngarep karena sibuk, Aigeia sms.

Tetiba setelah makan siang, ponsel menjerit entah berapa lama, ragu mengangkatnya, hanya menatapi layar warnanya menampilkan nomor yang belum ada di kontak,  tetapi penasaran akhirnya menekan tombol hijau.

Halo?”

Halo ini benar Bastian?” Suaranya berat. “Kenalkan, ini kakeknya Aigeia.”

Bastian saya mau tanya.” Lelaki di seberang sana menjeda sejenak, lalu hening, seperti ada di suatu ruangan. Terdengar suara musik mengalun pelan. Entah berada di mana.

Mampus! Seribu tanya bermunculan, apa dia kabur lagi? Gue mencoba mengingat hari ini apakah banyak pekerjaan. Lalu melirik arloji, masih jam dua belas lewat tiga puluh siang, jam kerja masih cukup panjang.

Lagi pula, tunggu dulu, Kakek Aigeia? ternyata dia masih ada keluarga, gue pikir cuma tante yang ada di rumahnya. 

Sekadar memecah keheningan. “Um …. Iya benar.”

Zodiak kamu apa?

Tanya zodiak? Dahi gue makin berkerut, perasaan makin tak karuan.

“Taurus.”
Masih kuliah?”
“Masih, Pak.” Gue panggil apa? Masa kakek? Kapan dia kawin sama nenek gue?

Semester berapa?”
“Mau skripsi, Pak.”
Wah, sebentar lagi lulus, dong?”
“Insyaallah.”

Gue menunggu saat dia melontarkan tanya lagi. Tetapi enggak sabar, “Um …. Ada apa, Kek? Eh, Pak.”

Haduh! Serba salah. Lalu terdengar gelegar tawa di penyuara ponsel.

“Kamu udah punya pacar belum?” tanya si kakek lagi.

“Um …. Belum.”

Apa kakek mau melamar gue buat Aigeia? Eh, entah lah, gue cuma menunggu pertanyaan berikutnya. Lalu terdengar dia seperti bergumam.

Ya ampun, ada apa sebenarnya, semakin enggak karuan perasaan ini. Apa ada sesuatu? Gue menghela napas, mengusap wajah kasar, melemas di kursi pagoda kantin kantor.

Tidak lama, terdengar suara cewek itu. Hati pun mulai enggak karuan. Namun, kali ini terdengar suaranya semringah. Enggak banyak yang kita omongin. Gue telanjur gugup.

Hallo?” 
“Hai!” 

Suaranya renyah seperti biasa.

Sibuk? Aku ganggu?”
“Enggak. Masih istirahat kok.”
Makan siang?”
“Yup.”
Enak makanannya?”
“Lumayan …. Cuma menu makanan rumah, enggak ada yang spesial.”

Dia pun tertawa renyah, seperti tertular. Lalu, seperti ada suara. Mungkin pria yang tadi.

Oh, Bas, mesti pergi. So I think, call you later?”

A Love Could Kill UsTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon