If I Ain't Got You

35 7 6
                                    

Bastian

“Some people want it all, but I don't want nothing at all If it ain't you baby
If I ain't got you baby, Some people want diamond rings, Some just want everything
But everything means nothing.
If I ain't got you ...”

If I Ain't Got You

***

Tiga bulan ini, ada yang berubah semenjak ada Aigeia. Di antara senang, bahagia, akhirnya ada seseorang yang menjadi bagian dari hidup, disatu sisi gue harus menghadapi ini sendiri. Rasanya tertular sedikit sikap Aigeia,--yang lebih suka sendirian. 

Dokter yang berhasil gue temui, memberikan multivitamin dan aneka obat-obatan untuk sementara menunggu hasil diagnosis lanjutan.

Hari yang gue jalani enggak sama kayak kemarin. Pagi selalu suram apalagi ketika dokter membaca hasil pindai kepala beberapa hari lalu, enggak bagus. Bukan hela napas putus asa lagi mendengarnya, mencelus.

Sienna dan Ambu ada di ruangan praktik. Dokter yang rambutnya mulai memutih menjelaskan semua hal tentang tumor yang ada di kepala. Kecil tapi cukup kena syaraf vital salah satunya daya ingat. Sepertinya enggak sanggup lagi mendengar semua, akhirnya keluar ruangan besar yang dingin itu dengan gontai.

“Bas!”

Masih dengar suara Sienna memanggil ketika membuka kenop pintu ruangan dan menutupnya dibelakang badan. Gue tetap melangkah keluar.

Di ruangan tunggu yang sepi, meluruhkan badan duduk. Melamun, sekarang mengerti apa yang orang lakukan ketika terdiam seperti ini. Diam tapi semua pikiran terlintas di kepala. Salah satunya, mati.

Getaran telepon genggam di selipan saku membuyarkan lamunan. Aigeia, nama yang terpampang di layar.

“Hai, Gorgeus!” sapa gue langsung. Sementara menahan sekuat tenaga air mata yang hampir luruh.

Hai! Busy?”

“Nggak. Ada yang kangen banget kayaknya.”

Ge-er!” jawabannya tegas disusul tawa kecilnya yang selalu gue suka. “Cuma, Papi mengajakku untuk bepergian, ini dadakan,” katanya.

Jelas, bikin hati makin nelangsa. “Ke mana?”

“Jepang, just five days. Sementara kita akan jarang komunikasi.”

“Oke.” Apalagi yang harus gue bilang? Enggak ada. Semingguan kita enggak bisa ketemu.

Di ujung mata melihat Sienna datang.
I gotta go,” ucap gue buru-buru menutup telepon.

“Bas?” Sienna berdiri, menatap lurus dengan dahi yang berkerut. 

“Itu Aigeia.” Menjawab duluan wajah Kakak yang sepertinya bertanya.

“Bas, so sorry,” katanya, pundaknya yang turun menyusul duduk di samping.

It's oke, Sien.” Genggaman tangan Sienna seperti meredakan mata yang mulai memanas, gelisah dan lamunan yang sedari tadi mengisi pikiran. Juga rindu Aigeia, kenapa dia harus pergi jauh?

Save me, Sien ....” Lirih suara sambil merengkuh perempuan yang mulai belajar memakai hijab ini. Membenamkan kepala di pundak Kakak tersayang, getar yang sedari tadi tertahan pun tumpah juga. Hanya ada satu kata, takut!

“Gue takut enggak punya ingatan apa pun. Ketika bangun dan sadar, kayak orang gila enggak kenalin kakak sendiri atau Ambu. Atau berulang kali nanya Aigeia, siapa dia."

A Love Could Kill UsWhere stories live. Discover now