Wawancara Bastian

52 11 10
                                    

Bastian

[Hai, Bastian, malam. Sorry ganggu, mau wawancara single bisa? Kalo bisa kapan?]

Satu pesan yang tiba-tiba masuk malam ini, lumayan bikin kaget. Berulang kali meyakinkan buat lihat nama pengirimnya. Aigeia.

[Sure!]

Jawaban gue cuma itu, 'sure' saking gugup. Kenapa juga gue gemeteran begini? Kalau di tilik, enggak ada yang istimewa dari cewek depan panggung itu. Bahkan, sebel ketika dia merokok sebegitu beratnya. Tetapi, enggak tahu kenapa bayangannya terus ada di benak sampe pernah mimpiin dia.

Biasanya, gue selalu cerita semua sama Sigit, tetapi soal satu ini, gue lebih pilih menyimpannya dalam hati. Enggak tahu buat apa, enggak rela aja mereka tahu. Atau belum mau cerita, cuma takut bakalan ada Miranda kedua dalam hidup.

Pikiran itu cepet-cepet gue singkirin, begitu dapat pesan singkat lain.

[Bisa kapan? Kalo besok gimana?]

Ya, pertanyaan itu belum gue jawab. Menilik jadwal besok, melirik jam di dinding lewat jam sebelas malam. Dengan cepat gue balas, berharap enggak ganggu waktu istirahatnya.

[Besok, bisa. Gue ada di kampus jam sepuluh.]

Entah menunggu berapa lama untuk balasan berikutnya. Menyulut rokok, menyiapkan beberapa kepingan film buat ditonton, hilangin bete habis siapin proposal buat PKL-yang mesti diserahin besok.

[Oke. Sampe ketemu besok.]

Jam 00.00 pesan itu masuk ke ponsel. Apa dia belum tidur?

Jari ini bergerak seperti tanpa disadari, hanya sekadar memupus rasa penasaran, menekan nomor teleponnya.

"Hallo?"

Akhirnya suara itu menyapa, terdengar merdu. Walau terdengar seperti ragu.

"Hai! Belum tidur?"

Nanya apa tuh, tanya belum tidur! Kalo udah tidur enggak akan jawab telepon, big O! bego maksudnya. Lama-lama bikin sinting sendiri karena kegugupan gue.

"Belum. Ada yang bisa dibantu?"

"Um .... Kira-kira mau apa besok, wawancara single. Ini maksudnya gue aja 'kan ya? Anggota Dante's lain enggak ikutan?"

"Iya, Bas. Jadi ...."

Dia menjelaskan dengan nada cepat tetapi tegas. Suaranya khas, lalu, pikiran melala sementara dia menjelaskan, bagaimana suaranya kalau dia 'ingin'?

"Halo, Bas! Bas? Are you there?"

"Eh. Ya, ya, gue ngerti, kok."

Ngerti apa? Enggak tahu! Cuma dengar suaranya saja bikin kepikiran macam-macam.

Dia tertawa kecil. "Ngerti apa?" tanyanya.

Mampus gue! Enggak mendengar sama sekali, sibuk sama pikiran.

"Soal besok wawancara itu. Ngomong-ngomong, belum tidur?"

Terdengar suara pemantik, lalu embusan napas, pasti dia sambil merokok, menjeda sebentar. "Lo pikir?"

"Maksud gue, biasanya cewek tidur paling lambat jam sepuluh malam. ini udah lewat tengah malam."

"Masih kerjain tugas."

"Oh .... Nerd? Or emang suka belajar?"

"Enggak tahu. Kejar skripsi cepet. Supaya cepet lulus."

Ada yang pengen kerja keras, mau cepet lulus, sementara gue? Kelamaan banget!

"Keren juga!"

Obrolan berlanjut hingga entah sampai jam berapa. Sesekali dengar suara ketikan di kibor komputer. Like, somehow makes me happy? Tawa, atau hela napas sering kali terdengar. Dia memang sulit tidur, hingga dini hari biasanya. Cewek itu bilang.

A Love Could Kill UsWhere stories live. Discover now