bagian 39

33.9K 3.6K 1.3K
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ
[Alahumma salli 'ala Muhammad wa 'ala ali Muhammad, kama sallaita 'ala Ibrahima wa barik 'ala Muhammad kama barakta 'ala ali Ibrahim fil-'alamin, innaka hamidun majid.]

.....

"Hadiah terbaik adalah apa yang kamu miliki dan takdir terbaik adalah apa yang kamu jalani."

****

Jam tiga pagi, Gus Ilham terbangun kala Aisyah, istrinya terus saja bergerak gelisah dalam dekapannya. Yang membuatnya pun, berhenti memejamkan matanya.

"Kenapa sayang?" Tanya Gus Ilham menyalakan lampu tidur yang berada diatas nakas.

"Aisyah benci hidup ini..." Tiba-tiba saja Aisyah terisak keras.

Gus Ilham terdiam. Ia yakin istrinya terjaga sepanjang malam dan terus saja menangis. Mata wanita itu sampai sebab.

"Siapa yang menyuruh kamu mencintai hidup Aisyah. Cukup cintai Allah, hidup kita akan indah." Ucap Gus Ilham. Membuat Aisyah semakin terisak.

Gus Ilham menghela nafas. Ia bangkit mengubah posisinya menjadi duduk. Menatap Aisyah yang meringkuk, menutup wajahnya dengan selimut. "Kamu kenapa, hm?"

"Atau aku ada salah sama kamu?" Aisyah menggeleng.

"Terus kenapa sayang? Bilang ya, kalau ada yang menganggu kamu."

"Aisyah kangen bunda..."

Gus Ilham menghela nafas untuk kesekian kalinya. "Yaudah, kamu tidur dulu ya, jam  tujuh, kita coba telpon bunda."

"Apa bunda mau angkat? Bukannya dia marah sama kita berdua??" Tanya Aisyah menghapus sisa air matanya. Ia benar-benar merindukan sosok bundanya. Jika Aisyah sedang hamil besar seperti sekarang, bundanya akan selalu mengirimkan ia berbagai jenis daster dan banyak cemilan. Sama seperti kala itu mengandung Arsya dan Arsyi.

"Nanti di coba. Kamu tidur dulu Aisyah. Nggak kasian sama badan kamu? Nggak kasian juga sama anak kita, hm?"

"Aisyah nggak bisa tidur mas, Aisyah kepikiran bunda terus!"

Gus Ilham membawa tubuh Aisyah ke dalam dekapannya. Ia memeluk sang istri sambil mengusap punggungnya dengan lembut.

"Aisyah takut, bunda bakalan benci Aisyah..."

"Nggak ada orang tua yang bisa membenci anaknya. Begitu pun sebaliknya, nggak akan ada anak yang bisa membenci orang tuanya."

"Aisyah takut..."

Gus Ilham semakin merapatkan tubuh Aisyah ke dalam dekapannya. Biarlah bajunya basah akibat tangisan sang istri.

****

Gus Ilham sudah sibuk menelpon kedua orang tua Aisyah, yang tak kunjung diangkat. Sedangkan sang istri pergi ke kamar anak-anaknya, membantu mereka, bersiap pergi ke pesantren Gus Iksan.

Seperti rencana kemarin, hari ini memang mereka berangkat ke pesantren Gus Iksan. Yang akan mengadakan acara tujuh bulanan istrinya.

Aisyah Aqilah || TERBITWhere stories live. Discover now