bagian 36

38.2K 3.6K 1.1K
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

Halo semua, apa kabar?

Sebelum baca jangan lupa vote dan komen ya. Happy reading.

****





"Suatu saat nanti nak, ayahmu yang dua puluh tahun, bukan ayahmu yang dua puluh tahun yang lalu. Suatu saat ibumu, bukan ibu yang tiga puluh tahun yang lalu."

"Ada masanya, mereka ini bukan lagi orang-orang muda yang kuat. Mereka tidak lagi seperti kau di usiamu yang gagah!"

"Orangtua mu, selalu punya rasa takut. Takut apa? Rasa takut kalau besok anaknya mau makan apa."

"Masuk lagi bulan ramadhan. Mereka berfikir lagi. Ya Allah harga barang naik, besok buka pakai apa? Anak-anak bagaimana? Mereka selalu panik dan khawatir."

"Negri kita selalu seperti itu. Karena apa? kesenjangan ekonomi. Coba lihat! Yang kaya makin kaya! Yang miskin makin miskin. Mana bisa maju negri kita!"

"Lihat keadaanorang tuamu, mata yang selalu berusaha tidak mengeluarkan air mata dihadapan keluarganya. Kulit wajah yang terbakar panas matahari demi mencari pundi-pundi rupiah. Baju kusus Karena keringat. Berat beban mereka harus pikul. Demi siapa? Cuma demi kalian!"

Seisi ruangan hanya terdengar isak tangis pilu, mendengar renungan yang dibawakan oleh Gus Ilham.  Aisyah sang istri turut hadir dalam renungan yang diadakan di dalam aula ini.

Tampak Aisyah benar-benar terpukul atas ceramah singkat suaminya ini. Mengingat ia sedang bermasalah dengan keluarganya.  Apalagi Aisyah teringat akan orang tuanya, ia membayangkan seberapa kecewa bunda dan papa nya. Setelah Aisyah memilih sang suami. Entah apa saja yang Bintang sampaikan disana tentang dirinya.

Renungan telah selesai, para santri dan beberapa dewan pengawas pesantren mulai bubar. Aisyah masih pada tempatnya, wanita itu tidak terpengaruh sama sekali oleh keadaan saat ini.

Sedangkan disisi lain, Gus Ilham sudah celingak-celinguk mencari keberadaan sang istri. Sampai matanya menemukan sosok tercinta. Aisyah memojok dekat dengan lemari.

"Aisyah sayang." Sapa Gus Ilham menunduk di hadapan sang istri yang menenggelamkan wajahnya diantara kakinya.

"Syah..." Gus Ilham menyentuh pundak Aisyah yang bergetar hebat.

Aisyah mendongak, cadarnya sudah basah akibat menangis. Wanita itu memukul lengan suaminya. "Jahat!"

Gus Ilham tersentak. "Ak–aku kenapa?"

Aisyah bangkit dari duduknya dan beranjak pergi, meninggalkan suaminya yang masih melongo.

"E-eh! Aisyah, Tunggu!"

Beberapa santri belum bubar dari aula pesantren, menyaksikan secara langsung drama Gus dan ningnya ini.

"Sayang tungguin, aku bisa jelasin, tapi kamu kasi tau dulu, aku salahnya dimana?" Gus Ilham terus mengejar sang istri. Semua orang disana memberi jalan pada pasutri ini.

"Syah!"

Aisyah memasang sandalnya. Dan berjalan kearah tempat sandal laki-laki. Ia mencari sandal milik Gus Ilham dan diambil nya.

"Itu sandal aku, mau dibawa kemana?"

Aisyah tidak mengubris, wanita itu terus berjalan. Gus Ilham pun terus mengejar.

"Aisyah!"

Aisyah berjalan sampai di bawa pohon mangga, sempat ia menoleh sebelum melempar kedua sandal suaminya diatas pohon mangga. Bersamaan dengan itu, buah mangga jatuh dari pohon.

Aisyah Aqilah || TERBITDove le storie prendono vita. Scoprilo ora