bagian 23

28.4K 4.3K 5K
                                    

بِسْــــــــــــــــــمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

"Perempuan itu diciptakan dari tulang kepala bagian atas, karena posisinya bukan hanya untuk di sanjung dan di puja. Perempuan itu, tak diciptakan dari tulang kaki bagian bawah, karena posisinya bukan hanya untuk di hina dan di caci. Tapi, perempuan diciptakan dari tulang rusuk sebelah kiri dekat kehati, karena posisinya untuk dicintai dan dihormati." Untuk Aisyah Aqilah.

*******

Tibanya Aisyah di pesantren, hari mulai sore. Fatia dan Luna hanya bisa mengantarkan sampai di belakang pesantren.

"Ini Syah, buat Arsya sama Arsyi." Fatia menyerahkan tote bag kepada Aisyah.

Aaaa, makasih loh." Kata Aisyah menerima tote bag itu.

"Ini juga nih dari aku, uang jajan mereka satu bulan," ucap Luna.

"Masyaallah Luna. Nggak usah, banyak banget ini."

"Nggak apa-apa kali, ambil aja buat jajan Arsya Arsyi."

Aisyah terharu memeluk kedua sahabat yang begitu baik. Aisyah tak pernah menyangka mereka ini begitu menyayangi anak-anaknya. Bahkan setiap bulan kadang Fatia atau Luna berlomba-lomba mengirimkan uang dan mainan. Padahal secara finansial, Aisyah dan Gus Ilham masih cukup kok. Aisyah juga sering menolak, tapi mereka berdua ini selalu mengatakan rejeki jangan ditolak, kalau di tolak dia ngambek nggak mau datang lagi gimana?

"Kalian baik banget, makasi banyak ya!"

"Aish! Nggak usah bilang makasi, kamu kayak sama siapa aja."

"Ya udah kalau gitu saya pamit ya. Kalian hati-hati dijalan."

"Iya, tenang aja. Titip salam buat Gus Ilham, Arsya Arsyi."

"Waalaikumsalam. Nanti ku sampaikan."

"Kita pisah ya, Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

Setelah menunggu sampai mobil Fatia dan Luna melesat jauh, barulah Aisyah melangkah pergi ke rumahnya. Sesampainya disana, ia melihat pintu dibiarkan terbuka. Aisyah menghela nafas panjang, sebelum memutuskan untuk masuk.

"Aisyah ada telpon atau pesan mungkin?"

"Nggak ada umi, jangankan kirim pesan, telpon aku aja nggak diangkat."

"Yaudah lah, mungkin Aisyah pergi jalan-jalan. Kasian juga istri kamu kalau dirumah terus."

"Tapi Ilham yang nggak suka umi, mana ada seorang istri pergi dari rumah nggak izin suami. Istri macam apa dia."

"Astagfirullah, Ilham. Omongan kamu ya, bikin sakit hati saja. Gimana kalau Aisyah dengar, hah?"

Aisyah mendengar ucapan suaminya itu, hanya mampu memendam sakit. Bagaimana pun, ia juga mengaku salah.

"Assalamualaikum." Salam Aisyah.

Suami dan mertuanya langsung menghampiri Aisyah. Terutama Gus Ilham, sudah menatap tajam kearah Aisyah.

"Dari mana kamu?" Bentak Gus Ilham.

Aisyah mendongak menatap wajah suaminya itu. "Aisyah dari jalan, sama teman-teman. Maaf Aisyah nggak izin."

"Terus kenapa kamu tinggalin anak-anak? Kamu kunci mereka dalam kamar, baru kamu pergi jalan-jalan, gimana kalau terjadi sesuatu sama anak-anak, hah?"

Aisyah menunduk. "Maaf."

Aisyah Aqilah || TERBITWhere stories live. Discover now