(c) Ingatan

1.4K 293 21
                                    

[Yipiii, update lagi! Silakan mampir ke special chapter yang ada di Karyakarsa, yes. Juga mampir ke cerita adiknya Janu, Nova. Judulnya The Baby's Contract. Di extra part cerita adiknya Janu juga lumayan banyak kisi-kisi soal kisah Janu, loh. Tapi nggak bagian konfliknya. Mampi dan dukung, ya, kawan. Biar dakuh semangat updateee. Muaaachhh. Happy reading!]

Karleesha mendapati orangtua Janu yang jauh berbeda menyikapi permasalahan dari orangtuanya sendiri. Mungkin karena jenis permasalahannya berbeda, tapi nggak juga, bagi Karleesha ini tidak jauh berbeda. Dulu bahkan Karleesha tidak bersalah apa-apa. Sebab tahu-tahu saja kekasihnya yang digadang akan menjadi suami malah menghamili perempuan lain. Karleesha disalahkan karena dianggap lalai menjaga kekasihnya. Ya, meski papanya tidak melakukan hal demikian, tetap saja Karleesha tidak mendapatkan dukungan moral yang seharusnya. 

Dukungan moral itu memang penting meski hanya datang berupa kata-kata. Ucapan semangat, kuat-kuat, sabar, ikhlaskan saja. Meski terdengar agak memaksakan diawal, tapi lama-lama memang diilhami Karleesha sebagai hal yang penting. 

"Nak Karlee, kami melakukan ini bukan karena nggak suka dengan kamu. Bukan sengaja menjauhkan istri dan suami atau anak dalam kandungan dan ayahnya. Ini kami lakukan demi menjaga kalian. Kami ini pasangan sudah tua, apa lagi yang dicari selain mengumpulkan amal sebaik mungkin? Meski anak-anak sudah dewasa, tapi menjaga mereka tidak ada salahnya. Tugas kami yang masih hidup ini sebisa mungkin nggak ada anak-anak yang melenceng dari ajaran agama. Meskipun kami juga nggak sesempurna itu dalam beragama."

Karleesha duduk di meja makan dengan segala macam yang serba disiapkan oleh ibu mertuanya. Yang bicara pada Karleesha saat ini jelas Arsaki, ayah mertuanya yang duduk dan menunggu segalanya selesai disiapkan oleh istrinya. 

Sesungguhnya Karleesha tidak enak hati membiarkan ibu mertuanya menyiapkan segalanya sendirian. Tapi ayah mertuanya juga tampak masih ingin bicara akan banyak hal. Jika begini, Karleesha hanya bisa diam dan mendengarkan. 

"Ayah adalah sosok yang sangat patut dibanggakan sebagai seorang ayah. Menjaga anak-anak yang bukan hanya satu orang saja dengan segala kemampuan. Bahkan hingga usia Janu yang kepala tiga masih diatur dengan baik."

"Kami sudah melewatkan sesuatu hingga membiarkan Janu menghamili seorang perempuan tanpa bertanggung jawab. Itu nggak patut dibanggakan, Nak Karlee."

"Setidaknya nggak membiarkan kesalahan itu semakin jauh adalah hal yang patut dibanggakan, Ayah."

Arsaki akhirnya hanya bisa tertawa karena Karleesha kukuh akan pendapatnya itu. 

"Saya senang karena pada akhirnya Nak Karlee lah yang dinikahi Janu. Saya sudah berharap sejak awal, ternyata jalannya harus seperti ini. Agak kecewa, tapi saya nggak menyesal. Rasanya nggak sabar menunggu kelahiran cucu-cucu saya."

Karleesha menyentuh permukaan perutnya. Dia menyadari gerakan anak-anaknya di dalam sana. Kebahagiaan diterima di keluarga Janu adalah bagian tersendiri yang tidak bisa dibandingkan dengan apa pun. Ini rezeki yang tidak akan pernah Karleesha sesali. 

"Itu bukan cuma cucunya Ayah, cucu Ibu juga!" Samila datang dengan wajah pura-pura kesal atas ucapan suaminya. 

"Iya, cucu kita bersama, Bu."

"Eh, Nak Karlee ... ini maaf sebelumnya. Apa orangtuanya beneran nggak ada yang mau datang? Maksudnya, kalo nanti lahiran, apa mereka nggak mau lihat kondisi cucunya?"

Karleesha tahu sikap hati-hati Samila ketika menyampaikan pertanyaan itu karena menyadari ketidakhadiran ibu Karleesha di KUA. Memang sebelumnya Samantha mengatakan akan mengusahakan untuk datang, tapi nyatanya tidak ada. Bisa dikatakan ucapan Samantha hanya bualan semata. Karleesha sudah tidak kaget lagi, sih. Berbeda dengan orangtua Janu yang menggeleng dan menghela napas tidak paham dengan orangtua Karleesha yang seolah tidak memiliki tanggung jawab terhadap anak perempuan mereka sama sekali. 

"Belum tahu, Bu. Lain kali aku harap Ibu dan Ayah nggak kaget lagi dengan kejadian semacam ini. Aku malu, tapi nggak ingin terlalu memikirkannya terlalu berlarut-larut. Aku ingin menjalani kehamilan ini tanpa terlalu berat memikirkan hal yang nggak perlu diprioritaskan."

Arsaki tampak menarik napas kembali dan meminta istrinya duduk memulai makan malam mereka bertiga. Suasana rumah lebih sepi dari perkiraan mereka karena Meida sudah kembali ke kos, Agus katanya lembur, sedangkan Julian sibuk bermain bersama Jairo. Keputusan Arsaki dan Samila untuk mengurus Karleesha di rumah itu memang tepat, jadi ada anak perempuan yang menemani kesepian mereka.

"Betul apa yang diucapkan Nak Karlee, lebih baik nggak memusingkan pihak yang nggak memprioritaskan kita juga. Semoga cucuku lahir dengan selamat dan sehat dengan ibunya yang mampu mengolah emosi dengan baik."

Karleesha tersenyum bahagia dengan komentar positif Arsaki. Mereka kembali sibuk makan dan begitu saja diam. Sesekali memang menyeletuk mengenai kegiatan ke depannya yang akan dilakukan mengenai perkebunan. Lalu, seseorang masuk ke rumah dan langsung berjalan menuju ruang makan. 

"Janu? Ngapain ke sini?" tanya Samila. 

"Minta makan," jawab Janu yang langsung mengambil kursi di sisi istrinya. 

"Loh? Di rumah Nova nggak dikasih makan kamu?"

"Belum dikasih makan udah diusir sama anaknya Teija. Dia nggak suka aku lama-lama di sana."

Samila yang mendengar itu langsung memicingkan matanya. "Ini bukan alasan kamu aja biar bisa deketan sama Nak Karlee, kan?"

"Nggak, Bu. Aku serius nggak bisa di sana. Aku paling nanti nginep hotel aja."

Karleesha mengira bahwa orangtua Janu akan melarang dan ujungnya menyuruh pria itu tidur di kamarnya sendiri sementara Karleesha tidur di kamar tamu yang disiapkan. Tapi ternyata Samila dan Arsaki diam dan menggangguk saja. Itu menandakan mereka bukan orangtua yang prinsipnya mudah untuk digoyahkan meski kasihan melihat anak mereka. 

"Habis makan langsung cari hotel, Ayah nggak mau kamu manfaatin waktu nyelinap ke kamar Karlee begitu Ayah dan Ibu ketiduran."

Karleesha hanya bisa menahan tawanya karena mendapati ekspresi kecewa Janu. Diam-diam rupanya Janu memang memiliki siasat tersebut, tapi sayangnya sudah terbaca oleh ayahnya. Puasa yang tenang, ya, papanya anak-anak

Wrong Turn, Embryo!Where stories live. Discover now