(b) Cerita

1.5K 322 37
                                    

[Haloooww. Double update, nih. Nanti aku ada update Special chapter di Karyakarsa. Isinya soal detail bagaimana proses si kembar terjadi. Hehe. Ya, gitulah, ya. Nanti ada notifnya, kok. Aku juga taruh di wall wattpad, ya. Cek aja nanti, oke.] 

"Itu bukan tanggung jawab Mbak Karlee untuk dilimpahi kesalahan," ucap Nova yang membuat Karleesha agaknya terkejut.

"Kenapa? Apa ucapan aku salah menurut, Mbak? Jadi selama ini kesalahan itu dilimpahkan ke Mbak hanya karena mantan Mbak yang nggak bisa move on dan sangat pengecut menghadapi hidupnya sendiri?"

"Nova, manusianya udah nggak ada. Ucapin yang baik aja buat almarhum."

Karleesha tahu bahwa adik Janu itu tidak suka dengan sikap yang ditunjukkannya saat ini. Namun, Karleesha sudah tidak lagi mendendam. Dia hanya tidak ingin ada penyesalan yang terulang. Penyesalan yang membuat Karleesha terlihat sangat menyedihkan karena sebegitu tidak pantasnya untuk dicintai oleh suaminya sendiri, hingga memilih mati ketimbang berusaha hidup bersama.

Nova menengadahkan tangannya, memejamkan mata, lalu mengusap telapak tangannya ke wajah seolah baru selesai berdoa.

"Kamu ngapain?" tanya Karleesha.

"Doa untuk mantan Mbak Karlee semoga amalannya diterima di sisi Yang Maha Kuasa."

Karleesha tertawa mendengarkan jawaban dari adik Janu itu. "Kamu dan satu lagi saudara kamu itu jauh banget dari Janu. Kalian bisa ngelucu, sedangkan Janu bisanya cuma bikin kesel karena sifat kakunya."

"Orang doa, kok, malah dibilang ngelucu. Mbak Karlee ini emang tipe perempuan nggak biasa, ya."

Untuk celetukan tersebut juga membuat Karleesha semakin terhibur. Masalahnya bisa terasa lebih ringan dengan ucapan-ucapan Nova saat ini.

"Maaf, maaf. Aku beneran baru punya temen ngobrol yang absurd nya bisa kayak aku. Kalo ajak ngomong Janu aku kesel terus. Dia nggak mau bercanda."

"Mbak Karlee udah ada perasaan sama bang Janu," ucap Nova.

Karleesha kali ini tidak terhibur, justru merasa tertekan karena Nova seolah mampu membaca perasaan perempuan yang tengah mengandung sepupu Jairo itu. Nova tidak terlihat asal bicara, sebab tatapan yang Nova layangkan memang sangat serius menghunus Karleesha. Bagaimana mungkin Karleesha bisa santai dan tertawa jika sudah dibaca begini?

"Apa?" sahut Karleesha.

"Keliatan, kok. Semua yang Mbak Karlee ucapkan pasti ada nama bang Janu. Itu salah satu fakta kalo Mbak Karlee udah memiliki nama bang Janu di hati. Terus kenapa nggak manfaatin kesediaan bang Janu yang mau nikah sama Mbak?"

"Hm. Kayaknya untuk itu aku nggak bisa bohong. Ya, siapa yang tertarik sama Janu? Dia anak yang ayah kamu selalu promosikan ke aku selama aku jomblo dan kerjasama dengan beliau. Aku tahu Janu lebih dulu sebelum Janu tahu aku. Ayah kamu kirim foto Janu ke aku, sering nyebutin kerjaan Janu, sering juga banggain apa pun pencapaian anak sulungnya itu. Janu anak yang kalem, nggak pernah macem-macem, nggak ngerokok, sayang keluarga. Semua kriteria yang aku mau ada di Janu."

"Bang Janu nggak ganteng emangnya, Mbak?"

Karleesha tertegun lagi dengan celetukan Nova yang rasa-rasanya mirip dengan Jairo yang membalas ucapan Janu ketika sarapan bersama.

"Ganteng ... kenapa emangnya?"

"Ya, soalnya tadi nggak disebutin ciri-ciri idaman Mbak Karlee dari bang Janu."

Karleesha mau tak mau menepuk jidatnya karena memang gelagat Nova ini mirip Jairo yang butuh jawaban pasti dan detail hingga sebegitunya.

"Ya, karena ganteng bukan kualifikasi utama aku bisa tertarik dengan Janu. Kalo ganteng yang utama, aku udah kabur begitu ngobrol sama anak sulungnya pak Arsaki yang kaku banget ketika pertama kali dia mulai gantiin tugas pak Arsaki."

Nova mengangguk-angguk di depan Karleesha yang bercerita. "Aku bisa bayangin itu. Orang yang baru ketemu bang Janu pasti sawan. Jangankan orang lain, keluarga besar yang ajak ngobrol bang Janu aja males deketin dia. Mau nanya-nanya soal pacar, calon istri, kapan kawin, kerja di mana, nggak ada yang berani. Dari lebaran ke lebaran, bang Janu tetep bikin penasaran sekaligus bikin orang males buka omongan. Makanya aku bingung gimana bisa ada perempuan yang dia hamilin karena sifat dia yang kakunya bukan main sama orang baru."

Karleesha awalnya juga sudah pesimis untuk mewujudkan apa yang Arsaki usahakan. Melihat Janu yang tidak terlihat mau melirik Karleesha, sudah pasti niatan untuk berkenalan lebih jauh diurungkan. Namun, suatu hari Karleesha ditanya mengenai bagaimana caranya memahami seorang perempuan. Mulai dari sana Karleesha menjadi bahan wawancara Janu yang ingin sekali mengobservasi mengenai perempuan dari sudut pandang Karleesha. Kedekatan mereka yang awalnya hanya distributor dan suplier, lalu menjadi teman ngobrol di luar kebun. Lalu, tahu-tahu saja hubungan mereka semakin berkembang menjadi calon orangtua seperti sekarang ini.

"Kalo nggak dalam kondisi tipsy, kayaknya nggak akan ada kesempatan aku hamil anaknya Janu, sih."

"Hah? Maksudnya ini kalian ... mabok bareng?"

Karleesha mengangguk. "Iya."

"Bang Janu bisa minum? Ngerokok aja nggak pernah, terus dia minum alkohol? Bukan jus anggur?"

Sungguh karakter anak-anak Arsaki sangatlah unik hingga Karleesha tidak tahu bagaimana dengan adik-adik Nova yang sedang mengejar pendidikan mereka di luar kota. Jika Nova dan Agus begitu hobi menyeletukkan kalimat yang unik dan lucu dalam kondisi sedang serius, maka bisa saja ada penerus Janu yang tidak suka bicara dan merapatkan sisi liar mereka dari keluarga.

"Kamu lugu banget, Nova. Janu nggak se-alim itu. Kalo dia alim, nggak akan dia ajak minum aku karena masalahnya yang entah apa, dan nggak akan aku hamil anak kembarnya saat ini."

Karleesha tidak bohong. Janu memang sudah mengenal dunia semacam itu, karena saat bersama pria itu, Karleesha masih perawan. Minum alkohol yang kadarnya tinggi baru pertama kali dengan Janu. Sebelumnya Karleesha hanya minum wine, karena kehidupannya dihabiskan dengan bekerja, membuat bisnis baru, gagal dalam berbisnis, terus berbisnis, dan hidup mapan sebagai seorang perempuan single.

"Udahlah.Jangan bahas Janu terus. Bukannya tujuan kamu di sini buat bujuk aku supaya maumenikah? Kenapa nggak kamu coba tawarkan suatu ide supaya aku mau menikahdengan kakak kamu?"

Wrong Turn, Embryo!Tahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon