(c) Cerita

1.4K 341 30
                                    

[Halooo! Kangen nggak, sih kalian? Aku kemaren istirahat ngetik dulu, cari hiburan😄. Kita mulai lagi update bang Janu, yes. Oh, iya, udah pada baca special chapter 1 di Karyakarsa? Itu isinya lamunannya mbak Karlee yang disentil Nova di bab ini. Yuk, ah! Komennya lebih 60 aku kasih double update!]

Mendapati adik Janu membujuk nyatanya mampu membuat Karleesha  mengingat kembali bagaimana kehamilannya bisa terjadi. Kisah yang sebenarnya tidak sepilu itu jika dibandingkan dengan kisah cinta Karleesha dengan mantan kekasihnya. Rasa sakitnya masih bisa ditolerir oleh perempuan itu. Bahkan meski Nova berusaha untuk memberikan alasan kuat untuk menerima ajakan menikah Janu, yang terpikirkan di kepala Karleesha bukan kelebihan dari diri Janu. Melainkan wajah Arsaki sebagai kakek dari bayi yang Karleesha kandung.

“Udahlah, Mbak. Aku mau jujur aja. Aku ke sini memang buat membujuk, tapi niatan awal bukan karena keinginanku sendiri. Ini perintah ibu. Beliau cemas sama kondisi cucunya yang akan lahir di luar pernikahan kalo Mbak Karlee masih ngotot nggak mau nikah. Ibu percaya kalo aku bisa mengubah keputusan Mbak Karlee. Walaupun aku udah jelasin bahwa apa yang Mbak Karlee pikirkan itu ada benarnya, dan pernikahan nggak buat perceraian. Tapi ibu mau aku tetap berusaha membujuk Mbak. Dan di sinilah aku, ngomong ngalor ngidul, tapi Mbak Karlee banyak bengongnya.”

Karleesha memikirkan betapa baiknya Arsaki, betapa giatnya pria itu untuk mempromosikan putranya. Arsaki tidak pernah memarahi Karleesha, bahkan saat mereka disidang, pria itu malah memaki Janu. Seolah semua ini adalah kesalahan sang putra saja. Karleesha akui, ada bagian salah yang Janu lakukan. Namun, jika bukan Karleesha juga yang memberikan akses, semua tidak akan terjadi.

Karleesha Rumi [Hai, Nova! Ini nomorku, Karlee. Setelah pembicaraan kita tadi pagi, aku jadi merasa bahwa ibu kalian ada benarnya. Jadi, bolehkah kalo kita membicarakan rencana pernikahan seperti apa yang ibu dan ayah kalian pikirkan untuk kondisi kehamilanku yang sudah terlihat ini. Terima kasih. Sampaikan salamku ke kakek dan nenek si kembar, ya.]

Inilah upaya yang bisa Karleesha lakukan. Janu mungkin tidak akan memberikan semua yang Karleesha mau, tapi bukan berarti pria itu tidak memiliki kapasitas sebagai seorang ayah yang baik. Sejatinya Janu mampu menjadi ayah terbaik, meski tidak mampu menjadi suami yang baik nantinya.

Karleesha baru akan merebahkan diri ke kasur ketika dirinya mendapati telepon dari nomor pria yang tidak datang ke apartemennya dan menurut Nova juga tidak pulang ke rumah orangtua mereka. Dia memperkirakan apa yang akan Janu katakan. Juga ingin tahu apa yang pria itu lakukan jika Karleesha tidak mengangkat panggilan tersebut.

Nova Saki [ALHAMDULILLAH MBAK! Oke, oke. Aku akan atur jadwal supaya kita bisa bicarain sama ibu gimana baiknya pernikahan untuk dilakukan.]

Dari notifikasi pesan itu, Karleesha akhirnya mengabaikan panggilan telepon dari Janu. Meski ingin tahu apa yang sedang dilakukan Janu hingga menghindari semua orang, Karleesha tetap tak mau terlalu ikut campur dalam pergolakan batin Janu. Setidaknya mereka belum menjadi pasangan, jadi tuntut menuntut belum pantas untuk dilakukan.

“Aku nggak bisa istirahat, mending bikin cemilan sendiri.”

Karleesha akhirnya memilih untuk mencari resep camilan yang mudah dibuat untuk ibu hamil. Memastikan semua bahan-bahan sudah ada di rumahnya tanpa harus keluar lagi. Untung saja Karleesha adalah tipikal perempuan yang suka belanja kebutuhan masakan dan menyimpannya dengan baik. Dia cocok menjadi ibu rumah tangga yang cermat, dan memang akan segera menjadi seorang ibu rumah tangga.

“Pancake gandum utuh ...”

Karleesha mengurutkan semua bahan, mengikuti instruksi yang ada. Tidak sulit. Meski risikonya maka rasanya bisa jadi tidak sesuai seperti yang diinginkan, atau bahkan anak-anak di dalam perutnya sudah tidak lagi berselera untuk memakan camilan buatan Karleesha sendiri.

“Oke, tinggal kita cetak di teflon satu persatu.”

Selama menunggu pancake dicetak, Karleesha memotong-motong buah dan menyiapkan sirup madu serta kental manis untuk nantinya dipadukan dengan pancake tersebut. Kenapa kental manis? Karena Karleesha tidak begitu menyukai rasa madu yang khas. Dia bisa mengonsumsi madu, tapi tidak pencinta. Karleesha merasa enek jika terlalu banyak mengonsumsi madu.

Beberapa menit berdiri membuat Karleesha merasa lelah. Membawa dua bayi membuatnya tidak bisa berlama-lama berdiri. Dia menarik kursi makan sembari menunggu pancake yang dicetaknya matang. Keringat membasahi dahinya, berada di dapur dan beraktivitas agak lama seperti ini membuatnya seperti olahraga. Tidak heran jika dia menyerahkan urusan pekerjaan pada pegawai yang dipercaya.

Karleesha hendak berdiri, tapi kegiatannya terhenti ketika mendengar beberapa orang masuk ke apartemennya.

“Arl!”

Karleesha terkejut karena Janu dan beberapa orang menatapnya panik. Tanpa tahu apa yang terjadi, Karleesha melihat Janu mematikan kompor dan langsung meraih tubuh perempuan itu dalam pelukan.

“Kamu nggak apa-apa?” tanya Janu.

Karleesha bisa melihat kepanikan di wajah Janu berangsur pulih. Napas Janu juga berangsur normal lagi.

“Aku nggak apa-apa, tapi kamu ... kenapa bawa banyak orang ke sini?”

Seolah kembali menyadari orang-orang lain yang masih berada di sana. Janu menjelaskan dengan mudahnya. “Mereka teknisi dari pihak apartemen ini. Aku minta tolong bongkar door lock-nya karena aku nggak tahu kode pintunya.”

Karleesha langsung menghampiri pintu depannya dan memang rusak. Seketika saja dia mendesah dan mengusap wajah frustrasi.

“Kenapa harus sampe dirusak?? I'm fine! I'm good! Kenapa nggak pencet bel, sih!? Kenapa—”

“Aku cemas! Panik karena kamu nggak angkat-angkat panggilan dariku. Aku takut kamu kenapa-napa dalam kondisi hamil, sendirian di apartemen. Aku takut ... aku lalai menjaga kamu.”

Karleesha tidak membalas ucapan pria yang tampak kalut itu. Dari kecemasan yang Janu tunjukkan, sepertinya memang benar Karleesha bisa mengandalkan pria itu untuk menjadi ayah yang baik bagi anak-anaknya. Karleesha tidak perlu ragu untuk mengubah keputusan dari tidak mau menikah, menjadi mau untuk menikah, dan tidak menjadi egois hanya karena keinginannya sendiri.

Wrong Turn, Embryo!Waar verhalen tot leven komen. Ontdek het nu