Bagian 44

342 34 10
                                    

"KALIAN GILA! Sepertinya aku masih kurang mendidik kalian ya?!!" itu suara Seungcheol sedang menarik kerah baju Mingyu yang terjatuh ketanah karena pukulan kerasnya, pria jangkung itu meringis menahan perih disudut bibirnya. Tak hanya mereka berdua, keempat saudara lain juga ada disana namun tak ada yang berusaha melerai. Mereka pikir Mingyu pantas mendapatkannya, bahkan dipukul saja masih kurang.

Choi bersaudara berada dihutan dekat pintu keluar wilayah Righteousness. Tidak ada yang tau alasan keberadaan mereka disini. Tadi, begitu pemakaman selesai Mingyu menyeret keenam saudaranya pergi begitu saja.

Awalnya tak ada yang mau karena jelas saja mereka masih lelah dan ingin beristirahat. Namun Mingyu terus memohon dengan mimik wajah seperti akan menangis. Sedang Seokmin yang selalu berisik juga sejak kembali hanya diam sendiri.

Jadilah mereka memutuskan mengikuti keinginan Mingyu. Namun saat ditanya akan kemana dan untuk apa Mingyu tak mau menjawab.

Mingyu berada didepan memimpin jalan. Perjalanan ini membuat sesak, tak ada obrolan atau candaan yang keluar seperti biasanya. Seokmin yang selalu ceria dan membangkitkan mood pun memilih berjalan sendiri dibarisan belakang. Kapan ya kiranya mereka ada dalam suasana tak baik seperti ini.

"Kita sudah sampai?" tanya Jun memecah keheningan setelah Mingyu berhenti ditempat yang tak asing bagi mereka.

Yang ditanya hanya mengangguk, masih memillih bisu. Empat yang lain kebingungan masih tak mengerti dan Seokmin yang berada dibelakang sudah duduk disebuah batu. Disampingnya ada tumpukan daun dan rerumputan yang cukup besar, seperti sengaja digunakan untuk menutupi sesuatu.

Tangan Seokmin dengan cepat menyambar rerumputan itu, membuat benda dibaliknya terlihat. Ada setumpuk tas yang dulu digunakan mereka saat pertama kali datang kemari.

"Itu barang milik kita, kenapa bisa disini?!" tanya Soonyoung menghampiri tasnya untuk memastikan.

"Tanya saja pada orang disana." mata Seokmin menunjuk Mingyu yang tetap terpatung menghadap kehutan. Suaranya begitu dingin, sama sekali tidak menggambarkan Choi Seokmin yang mereka kenal.

"Berhenti jadi orang bisu dan jelaskan apa yang terjadi, Choi Mingyu!" gertak Seungcheol.

Sebelumnya Mingyu sudah memantapkan hatinya saat detik dirinya terlibat dalam renana Dino. Bukan hanya mendapat kebencian dari orang-orang di Righteousness, saudaranya sendiri pun pasti akan membenci sikap pengecutnya.

Dua mata Mingyu memerah. "Maaf.. maaf.. aku minta maaf.." banyak yang ingin ia jelaskan, tapi semua tertahan ditenggorokannya.

Kini yang lain mulai bingung karena Mingyu terjatuh dan menangis kencang dengan menyembunyikan tubuhnya. Seokmin mulai tak sabar melihat sikap pengecut Mingyu.

Kemarin saat ia baru sadar dari pingsannya Seokmin hendak membantu Hoseok dan Namjoon yang mulai terpojok oleh Fox. Disampingnya ada Mingyu yang entah mengapa hanya diam menonton. Namun Mingyu menahannya untuk pergi dan disitulah mereka bertengkar. Karena terbawa emosi berdebat dengan Seokmin, secara tak sengaja Mingyu mengatakan rencananya dengan Dino. Tak semuanya, tapi cukup membuat Seokmin paham kalau mereka berdua ikut terlibat dipenyerangan ini dan agar tak terluka sebagai gantinya mereka tak boleh menganggu.

"Sial katakan semua Mingyu! Kau bilang akan menanggung semua perbuatan kalian kan!" Seokmin berdiri dengan kedua tangan mengepal kuat sampai memperlihatkan otot kekar pada lengannya. Wajahnya merah padam.

Hansol yang berada disampingnya dengan tubuh bertumpu pada tongkat memegang lengan Seokmin agar tak bertindak lebih jauh. "Hyung tenang, kenapa kalian bertengkar."

Tangis Mingyu makin menjadi, yang tadinya ia menangis dalam diam kini suaranya samar terdengar. Hati kecilnya tak kuat menanggung akibat dari rencana yang dijalankannya. Ia ingat banyak rekan yang kemarin makan dan mengobrol dengan senang dengannya mati mengenaskan didepan matanya sendiri.

Righteousness Where stories live. Discover now