Bagian 34

277 33 0
                                    

"Han tunggu! Pelan-pelan kau bisa jatuh." Seungcheol dengan sekuat tenaga mengejar Jeonghan yang berada cukup jauh didepan. Tak ia kira tubuh kecil Jeonghan yang dikiranya lemah dan rapuh lebih kuat darinya. Seungcheol cukup kewalahan mengimbangi langkah kakinya.

Dengan perasaan tak karuan dan pemikiran yang sudah kacau Jeonghan seakan tuli dengan keadaan disekitar. Ia terus berlari tanpa mempedulikan sekeliling. Bahkan dirinya sempat menabrak orang beberapa kali sampai dimarahi dan berakhir Seungcheol yang meminta maaf secara singkat.

Walaupun barier nya belum menangkap pergerakan asing yang masuk ke areanya, Jeonghan tak bisa berpikir jernih dengan sinyal gagak yang Minghao kirim. Apapun itu, pastinya ada yang tak beres dimarkas.

Saat sudah keluar dari kota dan memasuki hutan yang berbatasan dengan lembah Talase, langkah kaki Jeonghan akhirnya terhenti. Lelaki cantik yang kini penampilannya sudah berantakan dengan goresan akibat ranting pohon dilengan dan pipinya itu terlihat celingukan. Gagak milik Minghao segera bertengger dibahu Jeonghan begitu tau target yang ia panggil berhenti mendadak.

Seungcheol yang akhirnya dapat mengejar Jeonghan membungkukkan tubuhnya, kedua tangannya lurus bersangga pada lutut. Nafasnya ditarik tak beraturan, jantungnya berdegup kencang akibat lelah, Baju yang sudah basah dan kulit yang lengket akibat keringat tak dipedulikan. Ia hanya butuh mengistirahatkan tubuhnya sebentar.

"Cheol..." pada akhirnya Jeonghan sadar, ia sedang pergi dengan seseorang.

Dengan nafas tersengal Seungcheol memberikan atensinya pada Jeonghan yang akhirnya mengingat keberadaan dirinya. Tadinya Seungcheol pikir Jeonghan melupakan keberadaannya.

Kepala Jeonghan akhirnya menghadap ke Seungcheol. "Persiapkan dirimu, aku menangkap pergerakan orang lain."

Reflek, Seungcheol mengeluarkan pedang yang sejak tadi disembunyikan dibalik jubahnya. Dirinya memang tak merasakan apapun, tapi insting orang berpengalaman seperti Jeonghan tak bisa diragukan.

"Apakah ada musuh yang mengikuti kita?" tanya Seungcheol.

"Aku tak tahu, tapi yang jelas aku merasakannya sejak kita akan pergi dari ibu kota."

Seketika suasana menjadi amat hening, tak ada suara angin atupun serangga seperti hutan pada umumnya. Seungcheol dan Jeonghan mengambil posisi saling memunggungi, melindungi satu sama lain.

Krasak...

Semak disebelah kanan mereka bergerak. Genggaman tangan Seungcheol dieratkan pada pedangnya. Walaupun dirinya tak memiliki banyak pengalaman bertarung, ia tak boleh bergantung pada Jeonghan. Malah jika bisa dirinya lah yang akan melindungi.

Setelah ditunggu ternyata seekor tupai kecil keluar dan berlari kepohon disampingnya. Seungcheol dan Jeonghan menghelas napas lega. Sampai dari arah yang sama kembali muncul sesuatu dengan pergerakan yang cepat.

Dengan kilat Jeonghan mengeluarkan sihirnya, membuat sebuah kotak barier besar dan melemparnya ke sumber suara. Benar saja barier Jeonghan mengenai seseorang. Ia terpental dan menabrak pohon dengan keras. 

Perlahan Jeonghan berjalan mendekat, melihat siapakah orang yang mengikutinya sejak tadi. Seungcheol yang dibelakang ikut mengekor sambil berjaga. Makin dekt wajah orang itu semakin jelas. Pria dengan mata rubah dan kacamata, sosok yang tak asing baginya.

"Wonwoo?!" teriak Jeonghan kaget.

Jeonghan berlari begitu tau orang yang dibuatnya terpental tadi adalah adiknya. Tangannya memeluk bahu Wonwoo membantunya berdiri.

"Maaf aku tak tau kalau itu dirimu, apakah lukamu parah?" Tanya Jeonghan panik.

Dengan bahu yang masih nyeri Wonwoo berusaha setenang mungkin dihadapan Jeonghan, tak mau membuat hyungnya khawatir. "Aku baik-baik saja hyung, luka seperti ini takkan bisa menyakitiku."

Righteousness Where stories live. Discover now