PROLOG

683 34 1
                                    

(¯'*•.¸"¤°´✿.。.:* HAPPY READING *.:。.✿'°¤"¸.•*´¯)

"𝑨𝒌𝒖 𝒎𝒂𝒖 𝒅𝒊𝒑𝒆𝒍𝒖𝒌."

"𝑨𝒌𝒖 𝒎𝒂𝒖 𝒅𝒊𝒔𝒂𝒚𝒂𝒏𝒈."

"𝑨𝒌𝒖 𝒎𝒂𝒖 𝒅𝒊𝒂𝒏𝒈𝒈𝒂𝒑 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊 𝒂𝒏𝒂𝒌."

"𝑴𝒂, 𝑷𝒂, 𝒂𝒌𝒖 𝒊𝒏𝒈𝒊𝒏 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏 𝒎𝒆𝒍𝒊𝒉𝒂𝒕𝒌𝒖 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊 𝒂𝒏𝒂𝒌, 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒔𝒆𝒃𝒂𝒈𝒂𝒊 𝒉𝒂𝒎𝒂 𝒅𝒂𝒍𝒂𝒎 𝒉𝒊𝒅𝒖𝒑 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏. 𝑨𝒌𝒖 𝒂𝒏𝒂𝒌 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏, 𝒃𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒎𝒖𝒔𝒖𝒉 𝒌𝒂𝒍𝒊𝒂𝒏. 𝑻𝒐𝒍𝒐𝒏𝒈 𝒑𝒆𝒓𝒍𝒂𝒌𝒖𝒌𝒂𝒏 𝒂𝒌𝒖 𝒔𝒆𝒑𝒆𝒓𝒕𝒊 𝒔𝒆𝒐𝒓𝒂𝒏𝒈 𝒂𝒏𝒂𝒌," 𝒍𝒊𝒓𝒊𝒉 𝑮𝒂𝒃𝒊

°°°°°°°°°°

Jakarta, 16  Agustus 2016

Seorang gadis yang berusia tiga belas tahun memasuki rumahnya dengan raut wajah bahagia. Dia pulang dengan membawa piala serta sertifikat. Senyuman gadis itu memudar melihat kedua orang tuanya yang sudah berkumpul di ruang keluarga, namun tatapannya menatap ke arah dua koper besar milik Papa dan Mamanya.

Gabriella Nathania. Gadis cantik yang masih menduduki dibangku Sekolah Menengah Pertama. Kedua orang tuanya menatap anak itu dengan datar.

"Duduk, Gabi!" tegas seorang wanita yang sering Gabi panggil Mama.

Gabi menuruti kemauan sang Mama. Ia duduk dihadapan kedua orang tuanya, "Papa sama Mama tumben ada di rumah jam segini. Terus itu kenapa koper kalian ada di sini? Kalian mau perjalanan bisnis lagi?" tebak Gabi.

"Saya dengan Mama kamu sudah resmi bercerai," celetuk Papa Gabi.

Gabi terkejut. Dia mengerti apa arti kata bercerai, namun dia tidak percaya kalau kedua orang tuanya bercerai sekarang. Gabi menatap kedua orang tuanya secara bergantian, "Pa, Ma, kenapa? Kalau kalian bercerai aku gimana?" tanya Gabi dengan raut wajah sedih.

"Kamu tinggal di sini bersama Bi Mirna. Mama tidak bisa membawa kamu, begitupun dengan Papa kamu. Kami berdua akan membangun keluarga sendiri dengan pasangan pilihan kami. Jika, saya membawamu maka keluarga kecil saya akan terbebani adanya kamu di sana," jelas Mama.

Tubuh Gabi mematung. Perkataan sang Mama barusan berhasil melukai hati kecil Gabi untuk kesekian kalinya. Ini memang bukan kali pertama orang tuanya berbicara dengan kata-kata yang menyakitkan, tetapi Gabi selalu merasa sakit walaupun terlihat biasa saja.

Gabi menundukkan kepalanya. Ia meremas rok sekolahnya dengan air mata yang jatuh ke atas rok sekolah. 

Darren, Tania hanya menatap anak mereka dengan datar. Kasihan? Tidak. 

Keduanya tidak pernah menganggap Gabi menjadi anak mereka. Bagi keduanya, kehadiran Gabi tidak mereka inginkan. Kalau bukan karena paksaan kedua orang tua mereka yang meminta keduanya untuk menikah dan mempunyai anak, mungkin mereka tidak akan melakukan hal itu.

Darren dan Tania tidak saling mencintai. Di dalam hati mereka mencintai orang yang berbeda. Bahkan ketika kelahiran Gabi ke dunia keduanya sama sekali tidak bahagia. Tania tidak memberikan asi kepada anaknya sendiri, begitupun dengan Darren yang tidak mau adzanin anaknya.

"Apa salah Gabi ke kalian? Kenapa kalian bersikap acuh ke aku? Mama sama Papa nggak pernah perhatian sama Gabi. Setiap saat kalian cuma bisa menyakiti perasaan aku melalui perkataan kalian yang jahat. Gabi minta maaf kalau ada salah, tapi jelasin ke aku, kenapa kalian memperlakukan aku seperti ini? Aku anak kalian, bukan musuh kalian," tanya Gabi dengan nada suara yang bergetar menahan isak tangisnya.

Darren menatap datar Gabi. Dia sama sekali tidak iba kepada anaknya sendiri, "Kesalahanmu? Karena kamu terlahir dari rahimnya Tania. Saya masih bisa menerimamu kalau kamu lahir dari rahim wanita yang saya cintai. Kamu hadir karena paksaan, Gabi. Saya dan Tania sama sekali tidak menginginkan kehadiranmu dalam pernikahan kami. Kalau kamu mau marah silakan marah ke Oma dan Opa kamu, jangan ke kami. Kami juga korban di sini!" tegas Darren yang tidak peduli dengan ucapannya yang akan menyakiti Gabi atau tidak.

Gabi tak dapat menahan tangisannya. Ia menangis dengan isakan yang keluar. Sungguh, perkataan sang Papa sungguh menyakiti hatinya.

Tania mengalihkan pandangannya, "Jangan banyak drama, Gabriella! Mulai saat ini urus dirimu sendiri. Jangan pernah membuat masalah atau hubungi kami berdua. Kamu tenang saja, kami tidak akan lepas tanggung jawab. Setiap bulan saya dan Darren akan mengirimkan kamu uang dengan jumlah yang besar. Kamu bebas melakukan apapun diluar sana, tapi jangan membuat nama kami tercemar jelek di masyarakat!"

Gabi memejamkan matanya, "Bagi Mama dan Papa kalau aku ini adalah sebuah aib? Makanya kalian tidak pernah mau mengakuiku sebagai seorang anak," pungkas Gabi. 

"Stop right now, Gabriella! Kalau kamu memang mau marah jangan ke kami. Kami berdua juga korban keegoisan Opa dan Oma kamu!" cecar Tania tajam.

"Iya, kalian korban. Tapi setidaknya kalian bisa bahagia sekarang dengan keluarga kecil kalian, sedangkan aku? KALIAN MEMBUANG AKU BEGITU SAJA! AKU BUKAN BARANG YANG BISA KALIAN BUANG SEENAKNYA!" Teriak Gabi lantang. Dia tidak tahu mendapatkan keberaniaan darimana sampai bisa berteriak kencang dihadapan kedua orang tuanya.

Kedua tangan Darren terkepal kuat. Pria itu mengambil cangkir teh dan melemparkannya ke arah Gabriella, "STOP FUCKING SHIT!" Murka Darren. Wajahnya memerah padam. Tatapan mata Darren sangat tajam yang membuat Gabi menciut.

Tania dan Darren menatap anak mereka dengan tatapan penuh kebencian.

"Saya menyesal sudah membuatmu hadir di sini! Kamu anak tidak tahu diri, Gabriella. Lebih baik kamu mati daripada membuat hidup saya dan Tania terbebani!" sentak Darren tajam.

Gabi terdiam. Hatinya tertusuk ribuan jarum mendengar ucapan Papanya sendiri yang meminta dirinya untuk mati. Gabi menangis didepan orang tuanya.

Dibalik tembok Bi Mirna menatap kasihan Gabi. Anak yang tidak bersalah menjadi korban pelampiasan orang tuanya. Walaupun Darren dan Tania menikah karena terpaksa, tetapi mereka tidak bisa berbuat jahat kepada Gabi begitu saja.

Anak itu tidak bersalah dan tidak tahu apa kesalahannya. Dia hanya seorang anak yang terlahir ke dunia dengan takdir yang tidak berpihak baik kepadanya.

Darren dan Tania pergi begitu saja meninggalkan anak mereka yang masih menangis. Tak ada salam perpisahan, pelukan, atau kecupan kasih sayang untuk Gabi. Mereka benar-benar tidak memikirkan anak mereka sendiri.

Bi Mirna menghampiri Gabi. Wanita itu membawa Gabi ke dalam pelukannya. Gabi kembali menangis dengan kencang didalam pelukan Bi Mirna, "Non Gabi yang sabar, ya? Di sini ada bibi yang akan menjaga kamu. Maafkan bapak sama ibu yang sudah menyakiti Non Gabi terus menerus, ya?" bisik Bi Mirna lembut.

Gabi tidak menjawab. Hatinya terluka begitu dalam karena kedua orang tuanya. Dia ingin membenci kedua orang tuanya sendiri pun tidak bisa, tapi untuk memaafkan mereka Gabi juga tidak bisa.

°°°°°°°°°

Hello, selamat malam. New story aku yang udah lama aku simpan di draf, semoga kalian suka dengan ceritaku🤗

Jangan lupa vote, komen ya! Follow instagram aku juga boleh, hehehe. @ayananadheera

See you next part!

GABRIELLATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang