Chapter 37 : Tragedy behind the bars

167 19 5
                                    

Trigger Warning: Cerita ini mengandung adegan kekerasan, ancaman, penyiksaan, perpisahan dari anak, dan situasi yang bisa memicu kecemasan atau trauma emosional. Disarankan untuk berhati-hati jika Anda merasa terganggu oleh konten semacam ini.

Cessie's POV ...

Aku merasa seakan duniaku mulai runtuh pada saat ini. Aku tidak pernah membayangkan bahwa orang yang aku kasihi dan kucintai bisa menyakiti hatiku sedalam ini.

Tubuhku di tarik paksa ketika wanita dihadapanku puas mengatakan semua hal yang mampu menghancurkan hatiku.

Ada rasa sakit yang tak terlukiskan, seperti sebuah lubang hitam yang menarik semua kebahagiaanku. Setiap kenangan manis yang pernah aku lakukan bersamanya sekarang terasa hambar, seolah-olah hanya menjadi ilusi yang palsu. Aku merasa dikhianati dan kecewa oleh seseorang yang selama ini aku anggap sebagai tempat berlindung dari semua kesedihan dan kekacauan di dunia yang mulai hancur seiring perkembangan virus di luar sana.

Benar yang Luna katakan. Aku adalah wanita bodoh. Dunia yang kacau membuatku tak punya pilihan untuk menerima kekasihku dengan segala kesalahan yang dia lakukan.

Aku mengurus anakku sendirian tanpa sosok seorang suami dan ayah untuk anakku. Hal itu membuatku bersedih. Kemana lagi harus ku berikan harapanku selain pada Minho?

Aku.. bagaimana bisa Minho melakukannya di hadapanku. Aku yakin Luna menjebaknya, tapi Minho tampak lain kali ini. Dia menyentuh Luna dengan gerakan tak terduga. Astaga. Hatiku benar-benar hancur.

Nick?

Dimana lagi mereka membawanya. Hanya dia satu-satunya yang ku miliki sekarang. Aku tak yakin Minho masih jadi milikku. Kenapa juga harus dia?

Aku tau, di dunia saat itu, Imune adalah sebuah anugerah. Aku tak anggap demikian. Itu sama halnya dengan kutukan yang kekasihku tanggung. Yang Minho pukul dengan berat di punggungnya seorang diri.

"Haruskah aku menambahkan part duanya agar kau percaya bahwa dia tak lagi tertarik padamu. Semua kenikmatan hanya dia dapatkan padaku." Ucap Luna dengan nada yang mengejek.

Andai saja tanganku tak terikat disini dan mulutku tak terisolasi dengan lakban sialan. Mungkin dia sudah ku koyak hingga menyisahkan tulang tengkoraknya saja.

Aku merasakan darah merembes dari pelipisku. Mungkin itu disebabkan oleh tarikan Luna yang membuatku jatuh menghantam lantai yang dingin.

Aku merenung, mencoba mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang berputar-putar di dalam pikirannku. Mengapa ini terjadi? Apakah semua yang aku bagikan pada Minho tidak berarti apa-apa? Rasa sakit ini begitu dalam, hampir tak tertahankan. Aku merasa seperti digilas oleh beratnya kekecewaan.

Aku tahu bahwa aku harus mencari cara untuk menyembuhkan luka dihatiku, tapi pada saat ini, aku hanya merasa sakit hati yang dalam dan kesepian yang menggelayut di dalam diriku. Aku seperti kehilangan bagian penting dari diriku, dan aku tidak tahu apakah aku akan pernah bisa memulihkan hatiku yang hancur ini.

"I'll kill you, Crank. Kau hanyalah aib bagi Minho. Anakmu adalah aib paling besarnya. Mungkin dia akan bahagia bersama Carol." Ucap Luna. Andai mulutku tak terisolasi, akan ku pastikan aku menamparnya dengan kata-kata ku.

"Oh tenang saja. Carol adalah pecinta anak kecil. Si Nick kecilmu pasti akan menyukainya." Ucap Luna.

Wanita itu terlihat berjalan ke samping tempat tidurnya lalu menekan sesuatu di sana. Tak ada bunyi apapun yang keluar, tapi aku yakin dia menekan sesuatu di sana.

Aku ingin sekali berteriak menanyakan dimana anakku berada tapi aku tak bisa mengatakan sepatah katapun. Tanganku mulai pegal. Kakiku sakit saat menghantam lantai.

Berselang satu menit, sekelompok orang datang. Aku yakin Luna mengisyaratkan sesuatu pada mereka, semacam perintah yang hanya bisa pasukan itu mengerti.

Mereka berdiri dihadapanku lalu sesuatu menutup wajahku dari arah belakang.

Sialan.

Kemana lagi mereka akan membawaku. Aku bisa merasakan tubuhku di tarik keatas. Tapi yang mengikat kursi dan tubuhku mulai renggang. Aku sangat bersyukur, walaupun tanganku masih mereka ikat di belakang tubuhku.

Mereka menarikku paksa mengikuti langkah mereka. Aku tak bisa melihat sekelilingku, aku hanya merasakan dorongan dan tarikan dari mereka membuat kakiku melangkah dengan tujuan ketempat dimana hanya mereka yang mengetahuinya.

Apa benar Luna akan segera mengeksekusi ku? Tidak. Aku harus melawan. Aku mencoba menendang-nendang mereka, tapi suara tawa dan pekikan yang keluar dari mulut mereka membuatku mengurungkan niatku. Itu hanya membuatku merasa lelah dan nafasku semakin berat.

Dimana anakku, yh Tuhan.

Dia harusnya makan saat ini. Kuharap mereka akan membawaku ketempat dimana mereka membawa anakku. Tak ada lagi yang kupikirkan selain anakku.

Sekian lama berjalan, menaiki lift atau mungkin turun, aku tak yakin. Mataku tertutup tapi aku sangat yakin aku menggunakan lift.

Akhirnya mereka melempar tubuhku membuatku tersungkur lagi ke lantai kasar ditempat ini. Kali ini aku bisa merasakan darah mengalir dari hidungku. Tidak sakit, hanya saja keram kesemutan di sekujur bagian hidungku.

Apa mungkin sudah sampai? Pastinya. Seseorang membuka tutup kepalaku. Aku tak bisa melihat disini. Hanya ruangan gelap kecil dengan jeruji besi seperti dalam penjara.

Aku masih dengan posisi tersungkur hingga aku menyaksikan mereka mulai berjalan menjauh dan mengunci jeruji itu.

Hey...

Setidaknya buka tali ini atau penutup dimulutku. Aku bisa mati sepanjang hari dengan posisi seperti ini.

Tidak!.

Mereka benar-benar pergi. Astaga aku tak bisa seperti ini. Sampai kapan mereka akan mengurungku disini? Aku bahkan tak bisa melihat apapun disini. Sangat sempit dan gelap. Aku mulai panik. Tanganku berair dan bergetar. Aku ketakutan.

Jangan sampai aku terserang panik lagi. Tak ada siapapun yang akan menangani ku jika aku kambuh.

Nick. Anakku dimana?

Sialaaan!! Aku tak tau siapa yang memberitahu wanita itu soal keberadaanku. Salah satu di antara mereka pasti adalah impostornya.

Kepalaku pusing. Perutku mulai mules tapi disini tidak ada toilet. Aku terkurung di tempat yang menyeramkan ini.

Apa panik. Sangat takut tak ada yang mengetahui keberadaan ku dan aku akan mati kelaparan dan sesak ditempat ini.

Aku mencoba dengan sekuat tenaga agar tubuhku bisa duduk. Aku merayap hingga aku tersudut di dinding. Aku memposisikan diriku duduk bersandar di dinding yang dingin itu.

Anakku.

Aku tidak bisa jauh darinya. Hatiku hancur dengan semua yang aku alami di hari ini. Aku sudah dibuat retak oleh skandal yang kulihat langsung tadi. Sekarang harus mendapati nasib bahwa anakku terpisah dariku. Aku tak pernah sepanik ini. Dia masih kecil. Masih terlalu kecil untuk harus menderita karena kekacauan dunia ini.

Dia masih polos, masih belum paham tentang rasa sakit dan penderitaan. Aku selalu berusaha membuatnya bahagia. Aku tak ingin kehilangan anakku. Cukup ayahnya saja. Aku ikhlas. Aku akan berusaha untuk merelakannya jika dia demikian seperti yang Luna katakan. Aku mencintainya lebih dari apapun, tapi jika harus kehilangannya akan membuatnya bahagia, aku akan menerimanya.

Surviving Shadows - Book 4 (Minho Fanfic - TMR)Where stories live. Discover now