Chapter 35 : Luna?

164 14 0
                                    

Trigger warning: Cerita ini mengandung konten yang mungkin tidak cocok untuk semua pembaca. Termasuk situasi yang menegangkan dan berpotensi menciptakan ketidaknyamanan. Disarankan untuk berhati-hati dan hanya melanjutkan membaca jika Anda merasa nyaman dengan tema-tema yang disajikan.

Cessie's POV ...

Tanganku terikat di sebuah kursi, aku tak bisa melihat dengan jelas tempat apa yang ku tempati. Yang ku lihat hanyalah kegelapan dan sedikit cahaya lampu yang menembus sesuatu di wajahku.

Mereka menutup wajahku dengan kain, memastikan aku tak melihat apapun di sepanjang jalan. Aku mendengar beberapa percakapan dari mereka. Sejenak kesunyian melanda, saat beberapa orang terdengar melangkah keluar dari tempat ini.

Tiba-tiba seseorang membuka kain di wajahku. Cahaya begitu menusuk saat aku berusaha untuk membuka dan menatap siapa yang berdiri di hadapanku.

Suasana sangat berbeda. Aku lupa kapan terakhir kali aku berada di tempat senyaman ini. Ruangan yang begitu megah.

Aku yakin itu kamar. Aku sangat yakin karena sebuah tempat tidur mewah terletak rapi dan indah di hadapanku. But wait..

Seorang wanita menatapku sinis dengan sedikit ejekan lewat tatapan matanya. Gadis itu melangkah mendekatiku. Dia..

Dia sangat cantik. Tapi, ku rasa aku pernah bertemu dengannya. Aku lupa dimana. Wajahnya cukup familiar.

"Jadi kau yang namanya Cessie?" Tanya wanita itu. Aku seketika terkejut begitu aku memikirkan keberadaan Nick.

"Ya Tuhan. Dimana anakku?" Ucapku begitu terkejut ketika ingatan tentang apa yang terjadi tadi terulang dipikiranku.

Wanita itu tertawa. Suaranya terdengar anggun saat tertawa. Tapi dia siapa? Ah, sudahlah. Aku tak peduli.

"Dimana Nick. Kau.. dimana Nick.?" Teriakku namun yang keluar hanya suara parau yang terdengar sangat menyedihkan.

"Oh, namanya Nick yh? Apa kau tak merasa familiar dengan wajah cantikku?" Tanya wanita itu.

Sebentar. Sepertinya aku tau siapa wanita ini, tapi.. nama itu sudah di ujung pikiranku, tapi ingatan mulai menahannya membuatku lupa siapa dia.

"Aku tau. Kau ternyata lupa padaku, dasar Crank jelek." Ucapnya meledekku.

Crank? Astaga. Aku ingat.. aku ingat wanita dihadapanku.

"L-Luna?" Ucapku sedikit ragu. Wanita itu menepuk tangannya saat aku menyebut nama itu.

"Ternyata kau tau namaku. Padahal aku belum pernah mengatakan namaku padamu. Apa Minho selalu menceritakan diriku padamu?" Tanya wanita itu berlagak liar dihadapanku.

Sialan. Dia memang tampak seperti seorang jalang.

"Sayang Skali dia membicarakan betapa dia membencimu." Ucapku mengatakan apa yang sebenarnya. Aku tak berbohong soal itu, Minho selalu meyakinkanku akan hal itu.

"Oh sayang sekali Minho melupakan hal yang baik dariku." Ucapnya berjalan mendekat.

"Apa dia tak membicarakan betapa dia suka menyentuh tubuhku?" Tanyanya sambil berbisik.

Brengsek, wanita ini benar-benar membuatku ingin segera membunuhnya sekarang.

Aku menatapnya dengan amarah yang membarah. Aku meludah ketubuhnya.  Syukurlah tembakan kecilku tak meleset.

Wanita itu tampak marah dan terkejut. Tapi dia cukup pintar mengendalikan emosinya.

"Sayang sekali bajuku terkena air liur menjijikan dari Crank. Kurasa ini adalah waktu yang tepat untuk menggantinya." Ucap Luna tanpa tau bahwa diriku sudah terbebas dari flare.

Aku menatapnya dari tempatku. Aku tak bisa bergerak. Mereka mengikat kaki dan tangan ku di bagian kiri dan kanan kaki kursi dan tangan kursi.

Tiba-tiba saja wanita itu melucuti pakaiannya sendiri di hadapanku. Dia bahkan melepas bra dan celana dalamnya membuat tubuhnya tak memiliki helai apapun.

Astaga, kenapa aku harus ditempatkan dengan orang seperti dia?. Tapi, jika akuboleh jujur, tubuhnya sangat indah, lekukan pinggangnya sangat tampak. Aku bisa memastikan kulitnya begitu mulus.

"Kau tau betapa dia menyukai tubuhku?" Tanya wanita itu. Seketika aku terdiam, membayangkan apakah Minho akan berpikir sama seperti ku ketika melihat wanita dihadapannya bertelanjang?

Wanita itu mulai menggunakan baju yang sangat pendek dan tipis.

"Tidak? Sayang Skali ya." Ucapnya lagi.

"Sudah ku bilang, dia selalu menceritakan betapa dia membencimu. Kau merebut semua kebahagiaannya." Ucap ku. Hanya itu yang mpu ku ucapkan di saat pikiranku kacau saat aku menyadari betapa dekat dan banyak waktu diantara Minho dan Luna.

"Kau tak percaya? Kau mau kubuktikan?" Tanya wanita itu seakan menantangku.

"Coba saja. Aku yakin dia tak kan menyentuhmu. Jika dia melakukannyapun itu tidak akan membuatnya menyentuhmu." Ucapku dengan yakin. Kenapa aku menjawab hal seperti di atas? Karna aku tau Minho sejak di scorch, dia selalu tidak ingin disentuh, ataupun menyentuh. Aku saja disentuhnya saat berhubungan sejak beberapa hari yang lalu.

"Baiklah. Tantangan di terima. Ku harap hatimu akan sangat kuat. Jika perlu sekuat baja biar hatimu tak kan remuk. Aku kurang yakin kau cukup kuat soal perasaan." Ucap nya dengan santai.

Dia berjalan pelan ke arahku, lalu berhenti didepan ku kemudian mengeluarkan lakban lalu segera merapatkan bibirku dan menutupnya dengan lakban. Kali ini aku tak bisa mengatakan apapun.

"Ingat bodoh. Tugasmu adalah duduk, diam di tempat ini dan jangan sekalipun kau bersuara." Ucapnya memberi pelajaran di depan wajahku.

Dia menyeretku yang masih terikat di kursi, menyudutkanku di dinding menghadap ke arah tempat tidur dihadapanku.

"Aku sangat bersemangat. Akhirnya ada orang yang spesial akan menonton." Ucapnya melompat dengan kecil.

"Oh yah, jika kau mulai ingin, aku tak segan meminta maaf padamu, karena kita tak boleh melakukannya bertiga. Aku takut dia akan memiliki daripada Crank jelek seperti mu". Ucap wanita itu.

Sialan. Berani-beraninya dia menyebutku jelek. Aku justru tak tersinggung dia menyebutku Crank. Memang kenyataannya aku adalah Crank selama lima tahun akhir ini.

Aku tak mengerti apa yang dia maksudkan tak sabar membuatku menontonnya. Memangnya disini ada tv? Yh Tuhan, wanita itu sepertinya mulai gila dengan kehadiranku.

Lagian aku yakin, Minho tak kan menyentuhnya. Aku percaya pada Minho. Walaupun jika harus jujur, aku akan menyentuh wanita itu jika aku adalah seorang pria.

Aku menatapnya berjalan dengan anggun kearah saklar lalu mematikan lampu di ruangan itu. Gelap sekali. Tak ada cahaya yang masuk.

"Tunggu hingga titik permulaannya di mulai. Ku harap kau akan berani membuka matamu hingga permainan berakhir." Ucapnya. Aku masih bisa melihat sosok wanita itu dalam kegelapan. Dia duduk di samping jendela sambil bersenandung seakan-akan diriku tak ada di tempat ini.

Sempat hening ketika dari arah luar terdengar suara langkah kaki yang semakin mendekat. Pintu mulai terbuka dan-

Luna?" Panggil pria. Tunggu sebentar. Apa itu-

"Ada apa Minho? Kau mencariku seperti biasanya." Ucap wanita sialan itu dengan nada yang menggoda.

Brengsek. Apa apaan aku harus menyaksikan mereka berbincang. Aku tak mengerti melihat mereka berdua. Wanita itu tampak aneh.

"Apa kau melihat Jorge dan yang lainnya?" Tanya Minho. Aku melihatnya berjalan lalu duduk di kasur, memposisikan dirinya senyaman mungkin.

Luna berjalan kearah Minho. Oh yang benar saja. Gerak-geriknya tampak seperti seorang fashion yang paling cantik di seluruh dunia. Dia pikir dia bisa menggoda Minho.

Tapi apa Minho tak bisa melihatku? Aku menangkap Minho yang selalu berpaling dari wanita itu. Dia menawarkan Minho air di gelas. Mungkin itu air mineral.

"Apa yang kau rencanakan? Kenapa kau menggunakan pakaian seperti itu."

Surviving Shadows - Book 4 (Minho Fanfic - TMR)Where stories live. Discover now