Chapter 24 : Apologize

195 22 0
                                    

WARNING!
Cerita ini mengandung unsur kekerasan / darah.

Saya berusaha menceritakan serealistik mungkin tentang situasi, kondisi dan perasaan sesuai dengan alur cerita yang ada.
Saya sengaja tidak menggunakan kata sinonim melainkan menggunakan bahasa sehari-hari yang bisa mengukir gambaran yang sesuai.

Author's POV ...

Minho tercengang mendapati sosok Luna tergeletak dengan tubuh yang berbalut darah. Dalam kamar mandi dengan air keran yang masih terus mengeluarkan air, darah dari tubuh Luna memenuhi kamar mandi yang luas itu.

Minho menatap Luna dengan ngeri, bercampur panik dan ingin mual melihat darah sebanyak itu. Minho bergegas meraih Luna, menekan tombol merah yang ada di samping pintu yang dia raih dengan susah payah.

"Luna, wake up." Ucap Minho panik, masih berusaha untuk menggoyang tubuhnya, memastikan Luna merespon Minho.

Luna membuka matanya dengan lemah, perutnya terasa nyeri. Wajahnya pucat. Kakinya terasa kesemutan. Tubuhnya basah bercampur darah.

"Min-ho... Kau. Da-tang." Ucap Luna dengan lemah berusaha mengangkat tangannya, menyentuh pipi Minho.

Minho menahan tangan Luna sebelum tangan itu menyentuh pipinya. Minho tampak khawatir. Dia tak tau apa yang terjadi pada Luna.

"Kumohon, jangan bergerak. Aku sudah meminta bantuan agar mereka kesini." Jelas Minho dengan suara yang bergetar.
Luna terisak dalam tangisannya.

"Apa-. Apa yang terjadi?" Tanya Minho menelan ludahnya saat melihat tangannya yang sudah berbalut darah.

"Aku-. Aku terpeleset.. apa- apa kandunganku baik-baik saja?" Suaranya sangat pelan. Minho hampir tak bisa mendengar setiap ucapan yang Luna ucapkan.

Jantung Minho berdebar. Bagaimana bisa dalam sekejap dia lupa kalau Luna sedang mengandung? Dia sadar, darah yang mengalir bukanlah luka sobek atau apapun dari tubuh Luna.

"Aku-. Bagaimana ini." Ucap Minho frustasi. Beberapa medis masuk dan segera menangani Luna dengan cepat. Mereka panik. Carol akan marah jika Luna keguguran. Anak itu adalah satu-satunya penerus pure Imune pertama dan mereka melindungi Luna dan kandungannya dengan jiwa dan raga sebagai bayaran jika terjadi apapun.

"Aku-. Aku baik- kan?" Tanya Luna. Wajahnya seputih kain.

"Ms. Luna. Just calm down. Kami berusaha agar kau dan kandunganmu baik-baik saja. Tapi yang paling penting, kami harus segera menangani diruang operasi." Ucap salah satu medis.

Mereka meletakan Luna di sebuah tempat tidur medis, mendorongnya dengan tergesah menuju ke ruang operasi. Minho masih setia memegang tangan Luna.

Gally, Fry, Thomas dan Aris sempat melihat Luna dan para medis yang menuju keruang operasi. Mereka tau ada hal yang tidak beres terjadi di sana.

Medis menyuru Minho untuk keluar, tetapi Luna terus saja menahan tangannya. Minho tampak ragu, tapi pria itu tak sedikit beranjak dari posisinya. Bagaimanapun juga, Luna sudah bersamanya selama lima tahun terakhir, menemani Minho walaupun keberadaan Luna sering dianggap sepeleh oleh pria itu.

"It's okay, im not going anywhere." Bisik Minho di telinga Luna. Senyum terukir di wajahnya. Sakit. Tubuhnya terasa sakit. Kakinya lemah. Seketika Luna pingsan.

Para medis mengatakan kepada Minho untuk memberi mereka ruang lebih mengingat tangan Luna yang sudah tak sadarkan diri masih menggenggam tangan Minho dengan erat. Sekitar empat jam, Carol tiba saat operasi selesai.

"Apa yang terjadi? Minho? Katakan apa yang terjadi pada Luna? Yah Tuhan." Ucap Carol frustasi.

Jorge tampak menenangkan wanita itu yang kelihatan kacau. Carol baru saja pulang dari pertemuan organisasi Wicked lainnya yang tersebar diseluruh dunia, dengan visi dan misi yang berbeda. Minho sama frustasinya dengan wanita itu.

"Aku tak tau, Carol. Aku datang dan mendapatinya tergeletak dengan tubuh yang penuh darah di kamar mandi." Ucap Minho berusaha untuk menenangkan dirinya saat gambaran Luna muncul dipikirannya.

"Sialan! Jangan sampai dia keguguran. Aku baru saja menceritakan kalian kepada para presiden untuk rencana repopulasi ini." Ucap Carol sambil menutup mulutnya, shock.

"Tenanglah. Dia akan baik-baik saja." Ucap Jorge menenangkan Carol.

Ada ekspresi yang tak bisa dibaca disudut wajah para medis yang menanganinya. Mereka keluar dengan wajah yang tak berpengharapan. Carol langsung menyerbu mereka, menghujani pertanyaan yang membuatnya khawatir.

"Apa dia baik-baik saja? Apa kandungannya aman?" Tanya Carol sambil memegang bahu seorang medis yang memimpin proses penyelamatan itu.

"Dia baik-baik saja." Ucapnya tersenyum membuat Carol berhembus dengan legah.

"Tapi maaf. Dalam situasi ini, kandungan mengalami keguguran karena adanya benturan eksternal yang signifikan. Ms.Luna terpeleset menyebabkan goncangan pada tubuh dan tekanan yang tidak diinginkan diarea perutnya. Itulah sebabnya mengapa Ms.Luna mengalami pendarahan yang hebat. Dalam konteks ini, kami tak bisa menyelamatkan kandungannya. Sekali lagi maaf." Ucap dokter itu.

Seketika Carol merosot kebawah. Minho menutup mulutnya dengan panik, mengusap tangannya dirambut dengan frustasi.

"Oh yah, pergilah kedalam. Dia sangat membutuhkanmu. Hibur dia, jangan sampai dia kepikiran dan membuat mentalnya turun. Kau harus berusaha membuatnya nyaman." Ucap dokter kepada Minho yang masih tak percaya dengan apa yang baru saja dia dengar tadi.

"Yah Tuhan. Gagal semua rencanaku." Ucap Carol dengan lesuh. Wanita itu berdiri tegap dengan bantuan Jorge, menatap Minho dengan penyesalan.

"Kau seharusnya disini, menjaga Luna. Dia mengandung anakmu, Minho. Apapun perasaanmu terhadap Luna, dia tetap mengandung darah dagingku. Yah Tuhan, Minho. Aku tak habis pikir." Ucap Carol berjalan menjauh. Jorge menatap Minho dengan tatapan minta maaf, membuat hati Minho tak karuan.

Minho berjalan memasuki ruangan itu dengan kaki yang lesuh. Apa dia sudah egois? Ya, tentu saja. Minho selalu egois tentang apapun yang bersangkutan dengan Cessie. Apa lagi Cessie memiliki anaknya. Dia bahkan rela memberikan semua dunianya untuk Cessie dan Nick.

Entah kenapa menatap Luna membuat hatinya hancur. Wait. Apa dia benar-benar hancur? Tidak. Hanya saja, mengetahui bahwa dia baru saja kehilangan anak keduanya membuat Minho merasa gagal.

Tatapannya memancarkan keputusasaan. Beberapa medis datang mempersiapkan Luna untuk dibawa kembali ke kamar mewah milik dia dan Minho. Menurut mereka, Luna akan cukup bisa menerima kenyataan di sana dari pada harus terkurung di ruang operasi seperti saat ini.

Suara jam berbunyi, udara diruangan itu terasa dingin. Luna tampak berbaring dan terisak dalam tangisnya sejak dia sadarkan diri dan mengetahui bahwa dia baru saja keguguran.

Untuk yang pertama kalinya, Minho merasa sangat bersalah menatap Luna. Selama lima tahun bersama Luna, tak sekalipun dia melihat gadis itu dengan air mata dipipinya. Sekarang dia bisa menyaksikan Luna secara langsung, meringkuk memeluk perutnya dan menangis tanpa menghiraukan Minho yang ada disampingnya.

"Maafkan- aku." Ucap Minho penuh kekecewaan. Tak ada kata lain yang bisa dia ucapkan saat ini. Tangisan Luna semakin menjadi saat pertama kali mendengar permintaan maaf dari pria yang dia cintai. Dari semua kata tulus yang ingin dia dengar, hanya kata maaf yang mampu Minho ucapkan, seakan kata itu tajam seperti pedang, dan menusuk jantungnya hingga menembus tulang punggungnya.

Surviving Shadows - Book 4 (Minho Fanfic - TMR)Where stories live. Discover now