Bab 17: Akun Twitter

68 17 0
                                    

Halo, Biru! Apa kabar?

Sudah lama ya sejak siang itu kita nggak pernah berbincang lagi. Tiga tahun yang menyiksa kita semua.

Tahun lalu gue kasih surprise ulang tahun buat Grace di ulang tahunnya yang ke-20. Lo tahu Biru, apa yang Grace lakuin? Dia nangis Biru, Grace nangis. Tubuhnya sampai gemetar karena tangis yang dia coba tahan. Hari itu, cuma satu kalimat yang keluar dari mulut Grace, "Biru! Gue kangen Biru!" Di otak Grace cuma ada lo Biru. Begitu juga sebaliknya bukan?

Setelah kejadian hari itu, gue sadar. Semua ini salah gue. Kalau aja gue nggak masuk ke dalam persahabatan kalian, kita semua nggak akan tersiksa sampai sekarang. Kata maaf mungkin enggak bisa membalikkan keadaan seperti semula, maka dari itu gue mutusin untuk pergi jauh. Mungkin dengan kepergian gue, lo sama Grace bisa kembali kayak dulu lagi. Tapi jujur dalam lubuk hati gue yang terdalam, gue kangen kita bertiga kayak dulu.

Biru, gue memang pernah berpikir kalau misalnya dulu gue nggak bantu lo, mungkin kita nggak akan berakhir kayak gini. Tapi gue segera hapus penyesalan gue itu. Ingat Biru, semisal mesin waktu itu benar-benar ada, gue bakal tetap bantu lo beli bensin sore itu.

Oh, ya, Biru, lo udah official jadi dukun belum? Gue mau nagih janji lo buat baca nasib baik gue. Kira-kira dalam terawangan lo, di masa depan gue bakal bisa jadi super hero nggak, ya?

Sepertinya surat ini sudah mengungkapkan semua yang mengganjal dalam dada gue selama ini. Nanti di masa depan, kita bertiga harus bareng lagi, lo, gue, Grace, lebih dari dulu. Sehat-sehat, ya, Biru. I'll be waiting for your new selfie with your novel display! (cuma saran, nama pena 'Cewek Bensin' is so cute, Biru... hehehe)

Salam jauh dari,
Aurelio Rafael

Email yang dikirim Rafael begitu menyentuh hatiku. Seperti Rafael yang aku kenal, cowok itu begitu manis dari sikap dan juga tutur katanya. Meskipun aku belum bahkan tidak akan menjadi dukun, tapi aku bisa mengetahui jika Rafael menulis surat ini benar dari lubuk hati terdalam. Dia sungguh-sungguh menyesal telah masuk ke dalam persahabatanku dan Grace yang berakhir pertengkaran, walaupun itu bukan salah Rafael. Dia juga bersungguh-sungguh saat mengatakan jika merindukan momen-momen kami bertiga dahulu yang mana aku juga merindukannya.

Dalam email itu, Rafael juga menambahkan 2 file foto yang membuatku tersenyum kala membukanya. Foto pertama adalah foto yang diambil oleh Rafael di Bianglala tanpa aba-aba, dalam foto itu memperlihatkan aku dan Grace yang menatap tajam ke kamera. Aku tidak menyangka Rafael masih menyimpan foto penuh aib itu. Selanjutnya di foto kedua memperlihatkan Rafael yang duduk pada sebuah batu bertulis HARVARD LAW SCHOOL, Rafael tersenyum begitu lebar. Lagi-lagi, meskipun aku bukan dan tidak akan menjadi dukun, aku yakin Rafael akan menjadi super hero di masa mendatang. Pengacara Rafael terdengar cocok untuknya. Tidak seperti saran Rafael, menggunakan nama pena 'Cewek Bensin' akan menjadikan diriku sebagai lelucon daripada penulis.

"Kak, maaf banget aku telat. Tadi praktiknya molor karena dosennya ada sedikit kendala."

Aku menundukkan badan kepada rekan kerjaku. Harusnya jadwal shift-ku hari ini adalah jam tiga sore, tapi aku terlambat 15 menit hingga mendapat bombastic side eye dari Kak Haikal. Aku meringis sambil dengan napas yang tersengal-sengal, efek berlari dari gedung fakultas sampai ke tempat kerja yang berjarak kurang lebih 500 meter.

Siang tadi aku ada praktik membuat kue tradisional Indonesia yang kalau sesuai jadwal harusnya selesai jam tiga kurang. Namun karena dosen pengampu terlambat sedikit karena ada sedikit kendala, maka mata kuliah praktik tadi molor hingga jam 3 sore. Saat sudah tahu jika aku terlambat, aku malah membaca terlebih dahulu email dari Rafael. Alhasil setelah itu aku segera berlari kencang menuju tempat bekerja, sebuah kafe yang letaknya ada di depan kampus.

Ghost WriterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang