Bab 2: Kebahagiaan yang Dirampas Dunia

157 49 54
                                    

Pagi ini aku bangun sedikit terlambat dari waktu yang seharusnya. Semalam aku tidur terlambat karena asyik mengobrol bersama Ica, Nadin, dan Queen melalui chat group. Obrolan itu bermula dari Queen yang begitu heboh setelah menamatkan novel Birthday dalam semalam. Dia meramaikan grup obrolan kami dengan teks yang bertubi-tubi. Di mana itu membuat geram Nadin karena notifikasi pesan masuk yang mengganggu gadis itu membaca novel Birthday. Aku dan Ica hanya sebagai penonton yang menanggapi pembahasan Queen maupun protesan Nadin. Puncak keseruan obrolan kami berlangsung saat akhirnya Nadin berhasil menamatkan novel Birthday—gadis itu menjadi dua kali lebih heboh dari Queen. Kedua gadis dengan kepribadian berbanding terbalik itu menjadi serasi saat membahas ending novel Birthday yang menggantung. Mereka uring-uringan dan terus-terusan mengirim voice note suara kesal mereka yang dipenuhi rasa penasaran. Aku sebagai sang penulis tidak bisa berhenti tertawa melihat dan mendengar reaksi Queen dan Nadin terhadap novel Birthday. Apa yang aku tulis ternyata berhasil tersampaikan baik kepada para pembaca.

Melupakan obrolan malam tadi yang begitu seru, kini aku berjalan dengan sempoyongan menuju halaman. Seragam yang kemarin sore aku cuci telah kering dan terlihat bersih kembali. Ternyata bisa kering dalam semalam. Apa karena angin yang terus menerpa atau karena kain seragam ini yang terlalu tipis?

"Jangan ngelamun! Cepat ke pasar biar saya bisa segera siapin sarapan buat Lolly."

Aku menoleh dan mendapati Bude Poppy dengan mata tajam yang seakan ingin menerkamku sekarang juga sebagai santapan sarapannya. Namun, setelah mengingat bahwa aku hanyalah penumpang di rumah ini, lantas aku harus menurunkan ego dan tahu diri. Keberadaanku di rumah Bude Poppy memang bukan sebagai pembantu, tapi kehadiranku di rumah ini tidak bisa lepas dari tanggung jawab untuk membantu pekerjaan sang empunya.

* * *

Sepertinya obrolan tadi malam masih belum cukup untuk mengeluarkan semua uneg-uneg Queen dan Nadin mengenai novel Birthday. Mereka terus membahas mengenai bagaimana nasib tokoh utama setelah berhasil menukar nasib malangnya menjadi emas. Saking diserang oleh rasa penasaran, Queen terlihat begitu lemas. Bahkan, keberadaan cermin identik milik gadis itu tidak terlihat sama sekali hari ini, meskipun alis yang dia buat sedikit ketebalan di bagian kiri.

"Gue masih speechless baca novel Birthday," kata Queen yang sedang menidurkan kepalanya di mejaku.

"Gara-gara lo heboh di grup, gue sampai buru-buru tamatin novel Birthday. Tapi bukannya penasaran gue hilang, gue malah dibikin penasaran, anjir," tambah Nadin yang kemudian menenggelamkan wajahnya di meja dengan kaki yang terus-terusan menginjak-injak lantai.

"Kalian berdua jangan spoiler, lagi dong! Gue belum selesai baca," sahut Ica yang masih belum menamatkan novel Birthday. Semalam dia menanggapi kehebohan Queen dan Nadin dengan emot marah juga terus-terusan mengirim teks bertulis JANGAN SPOILER! NTAR KALIAN JADI ULER! Namun, bukannya berhenti, Queen dan Nadin malah menyuruh Ica untuk tidak membuka ruang obrolan dan segera melanjutkan membaca novel Birthday. Ica yang memang ingin menikmati novel itu dengan santai berakhir mengaktifkan hanya admin yang dapat mengirim pesan—dan kebetulan Ica-lah admin grup kami untuk saat ini. Dari situlah obrolan kami tadi malam berakhir. Kini, Ica telah menonaktifkan kembali fitur tersebut setelah diamuk masal oleh Queen dan Nadin sesampainya di kelas tadi pagi.

"Gue jadi enggak sabar nunggu novel kelanjutannya," kata Nadin sambil mendongakkan kepalanya yang masih menempel di meja.

"Memangnya bakal ada?" tanya Queen dengan mata melotot, terlihat begitu antusias.

"Pasti ada," jawabku yang akhirnya membuka suara setelah hanya menjadi penonton saja, "novelnya masih gantung. Banyak masalah yang belum terselesaikan. Jadi pasti ada kelanjutannya."

Ghost WriterWhere stories live. Discover now