Bab 11: 17

71 14 0
                                    

"Biru, lo tunggu di sini, ya? Plesternya habis, biar gue beli dulu di koperasi," kata Bima yang sedari tadi mengecek kondisiku. Cowok itu sudah berdiri bersiap untuk keluar dari UKS.

"Nggak usah. Biar nanti di rumah gue obatin," jawabku lemas.

"Jangan. Nanti luka di hidung lo bisa iritasi. Biar gue beliin." Bima kekeh sekali dengan pendiriannya, cowok itu sudah berlari pergi ke koperasi.

Selepas kepergian Bima, Grace menarik kedua tanganku dan menggenggamnya. Saat melihat luka di hidungku yang cukup lebar, Grace terlihat begitu khawatir. "Biru lo gapapa. Lukanya besar banget," kata gadis itu.

"Gapapa, Grace. Bima udah pergi beliin plester."

"Gue minta maaf, ya, Biru? Gara-gara gue, lo jadi pelampiasannya," kata Grace yang kemudian menangis. Hati gadis itu memang selembut sutra.

"Ini bukan salah, lo, Grace. Lo nggak perlu minta maaf," kataku yang ikut berkaca-kaca melihat air mata Grace semakin deras. Aku menghapus air mata yang membasahi pipi Grace.

"Makasih, Grace, udah jadi sahabat terbaik gue."

"Biru," kata Grace persis seperti yang dicontohkan oleh Gita tadi.

Kami pun berpelukan.

* * *

Grace mengajakku untuk duduk bergabung bersama Rafael dan kawan-kawan saat kami sampai di kantin. Rafael dan ketiga temannya langsung menyambut kami dengan senang. Sementara Grace terlihat begitu antusias, gadis itu mengatakan padaku bahwa ada kabar menggembirakan yang harus segera ia umumkan.

"Gue ada surprise buat kalian."

Kata surprise yang keluar dari mulut Grace berhasil membuat kami semua mendekatkan jarak. Semua mata tertuju pada Grace, tidak sabar menunggu kejutan yang diberikan oleh Grace.

"Jadi, karena gue akhirnya dapat tawaran besar di tahun depan. Gue punya surprise buat kalian," kata Grace begitu antusias. Senyum lebar di wajah gadis itu begitu memancar.

Para cowok di depan Grace mengangguk. Mereka terlihat tidak sabar.

"Tawaran besar apa? Berapa lama?" tanyaku membuat Grace menoleh.

"Film layar lebar, gue jadi pemeran utamanya." Grace menggumam sambil matanya menerawang ke atas, "kayaknya tiga sama lima bulan."

"Berarti semester depan lo ambil kelas online terus, dong?"

Grace mengangguk kikuk. Aku kesal akan surprise yang Grace berikan.

"Mangkanya gue mau ajak kalian buat have fun di Dufan," kata Grace akhirnya mengeluarkan surprise yang sebenarnya.

Rafael dan ketiga kawannya tentu saja bersorak senang. Kapan lagi mereka bisa pergi ke Dufan secara gratis. Apalagi perginya bersama Grace Lie—artis yang sedang naik daun. Tapi itu tidak berlaku padaku. Surprise dari Grace benar-benar membuatku kesal sekaligus sedih. Selama kurang lebih tiga bulan tanpa Grace di sekolah saja sudah terasa hambar, apalagi satu semester penuh.

"Kapan kita ke Dufannya, Grace?" tanya Sam, teman Rafael sekaligus teman satu kelas Grace.

"Karena gue nggak bisa kalau pergi ke Dufan pas weekend, jadi selasa depan."

"Lo suruh kita bolos gitu?" tanya Sam lagi yang hanya diberi anggukan oleh Grace.

"ASYIKKK!!" celetuk Arya, teman sebangku Rafael yang begitu mengidolakan Grace.

Aku menyenggol lengan Grace dan berbisik padanya, "kita udah pernah bolos sekali, Grace."

Grace malah ikut berbisik padaku, "emang bolos sekolah itu nagih, Biru."

Ghost WriterWhere stories live. Discover now