Chapter: 27

2.4K 193 5
                                    

Derap langkah kaki menggema memasuki ruangan Ibu Suri, wanita paruh baya dengan hanbok berwarna cerah itu sedikit kesusahan duduk apalagi dengan badannya yang bisa dibilang besar.

"Ini masih pagi, aku harap kau membicarakan hal yang penting, Jo Byul." Ujar ibu suri.

Mereka duduk berhadapan, tidak ada seorang pun pelayan di ruangan itu.

Tanpa kata, selembar surat terjulur di atas meja itu, surat dengan kilatan pita emas juga cap merah, menandakan jika itu asli.

"Pelayan Tuan Putri Zea yang mengantarkannya semalam." Nyonya Byul mulai bersuara.

Ibu suri membacanya dengan raut wajah tidak terbaca apalagi saat membaca kata-kata terkahir dari surat itu membuat sebelah alisnya naik.

Ia lantas mengangkat surat itu di depan wajahnya, mata dengan kelopak keriput itu memandang dengan tatapan hangat, lalu sepersekian detik menjadi sedingin embun.  Satu alisnya menukik naik, "Balasan apa yang kau inginkan dariku?" tanyanya dingin.

Nyonya Byul tersenyum pelan, "Bagaimana dengan sebuah kebun buah di wilayah Yandong?"

Pemilik gelar Ibu Suri itu mengangguk, "Itu bukan hal yang sulit, kau mendapatkannya."

Nyonya Byul memekik senang, tidak menyesal juga membocorkan surat itu. Ia menyeringai, membayangkan kehidupannya akan lebih baik karena memiliki kebun seluas mata memandang. "Tapi, apa yang akan Anda lakukan setelah mengetahui hal ini?"

Ibu Suri meletakan kertas itu ke tempat yang aman, lantas menatap Nyonya Byul dengan raut wajah berseri. Namun, raut wajahnya seketika berubah datar, "Kau tidak punya hak mengetahuinya, dan aku harap tutup mulutmu mengenai hal ini sebelum aku menutup kehidupanmu, kau mengerti?"

Nyonya Byul mengangguk cepat, dan tanpa lama menunggu, ia pamit undur diri.

Teruntuk Nyonya terhormat yang membaca surat sederhana ini

Dengan kerendahan hati, senang bisa bertemu dengan Anda dan menjalin hubungan singkat.

Dibalik gunung yang dingin, tidak ada yang mengetahui jika di dalamnya ada magma yang bergejolak. Di balik situasi kalian yang sekarang memihak sang raja karena tuntutan, tidak ada yang tahu jika kedepannya ada suatu peralihan kepemimpinan.

Dan jika situasi bergejolak itu telah datang, saya harap Anda memihak peralihan kepemimpinan itu.

Sampaikan juga surat ini untuk suami kalian, karena di masa depan, tidak ada pengampunan bagi manusia pengkhianat, dan pengampunan terbesar adalah kehidupan.

Saya harap, Nyonya bisa memahami surat ini.

-Wife Wang Min

Ibu suri terkekeh, penulis surat ini begitu pandai melontarkan ancaman untuk memihak padanya dengan segala kerendahan hati.

"Setelah mengetahui hal ini, apa yang harus aku lakukan?" monolognya.

"Tentu saja ... dengan senang hati aku akan menikmati permainan ini." Lanjutnya tersenyum setan.

Ibu Suri Wahan. Istri dari mendiang Raja Yeoheung Min.

Ia bukan berasal dari tanah Goryeo, jauh di ujung negeri sana, ia berasal dari negeri Yunan. Karena kekalahan perang menjadikan dirinya harus menikah dengan Raja Yeoheung Min sebagai syarat perdamaian.

WANG MIN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang