20. Suara Burung Hantu

3 0 0
                                    

Angin malam berbisik-bisik kepada gelombang untuk menceritakan  tentang kisah dua manusia yang masih bingung dengan dirinya sendiri. Cerita yang gak pernah dibukukan. Mereka berdua masih menunggu kapal-kapal berlabuh di dermaga. Kapal yang tak pernah singgah. Naya tenggelam dalam lamunannya, memikirkan tentang skenario hidupnya, sedangkan Terre sibuk membenarkan lampu petromaks yang sumbunya terlalu pendek hingga nyalanya hampir mati.

" Udah nyala lagi, untung saya bawa korek api," ujar Terre seraya mengeluarkan korek api miliknya.

" Syukurlah kalau nyala," ujar Naya," gue masih kepikiran, alasan lo merayakan perayaan yang udah terlambat."

Terre mencoba memahami setiap perkataan Naya. Meresapi kata demi kata hingga menemukan artinya secara sederhana.

" Gak ada perayaan yang terlambat, bahkan kematian  dirayakan setiap tahun."

Naya tidak mengerti arti tentang perayaan dan kematian yang Terre maksud.

" Saya berharap punya seseorang yang bisa dianggap kakak, itu yang saya inginkan selama ini, tapi selama ini itu gak sesuai sama alur yang udah Tuhan kasih."

" Karena itu lo selalu anggap gue seperti kakak?" pancing Naya yang dijawab senyum getir oleh Terre.

" Bukan itu yang saya maksud."

Terre kini duduk bersampingan dengan Naya, lalu katanya kemudian,"
dia kakak yang gak pernah dianggap ada dalam keluarga saya."

Cerita diawali kata yang cukup membuat Naya penasaran namun Naya tidak ingin terlalu larut dalam kehidupan orang lain. Naya  merasakan sorot mata tajam Terre dan ingatannya yang sengaja ingin
dibagikan dengan Naya.

" Dulu saya berharap mempunyai saudara perempuan yang dapat menggantikan posisi kakak di dalam hidup saya ini. Seminggu yang lalu tepat lima belas tahun  yang lalu memori saya kaya balik lagi. Bersamaan dengan ulang tahun keponakan saya, mungkin dari situlah saya sangat tidak suka perayaan ulang tahun. Saya bukan anak pertama, selisih sembilan tahun dengan kakak perempuan saya meninggal karena sakit kanker. Saya merindukan sosok  kakak sekaligus merasa sangat kehilangan sesuatu hal yang berharga dalam hidup saya."

Benar Terre kehilangan yang membuat lukanya tidak kunjung sembuh ditambah hilangnya semangat yang Terre punya saat ini. Terre mulai bercerita sedangkan Naya berperan sebagai pendengar yang baik.

" Maaf," lirih Naya," seolah-olah gue maksa lo buat cerita kaya gini, itulah alasan kenapa lo tidak suka perayaan tapi tetap merayakan perayaan?"

Terre masih tidak memberikan jawaban yang membuat Naya merasa semakin bersalah, namun Terre tiba-tiba menyunggingkan senyum tipisnya. Pahit getir yang sengaja disembunyikan.

" Bunda paling baik sedunia, bunda mengadopsi kakak setelah tau bahwa istri selingkuhan ayah saya yang membuat bunda terluka pergi tanpa permisi menitipkan kakak di panti asuhan. Bunda tidak bisa melihat anak kecil menangis. Bunda yang menyadari hal itu langsung memeluk kakak karena mirip dengan kakak kandung saya. Saya tau bunda sangat sayang, walaupun sikap bunda dingin dengan kakak. Naluri seorang Ibu gak akan berubah sekalipun hati kecil yang dimilikinya terluka parah."

" Bunda lo sangat baik."

" Suatu saat akan saya ajak menemui bunda," ujar Terre yang membuat Naya semakin bingung.

" Kenapa harus gue?"

" Saya akan kenalin bahwa saya udah bertemu orang yang bisa mengerti setiap cerita saya."

Naya tidak memberikan jawaban, pikirannya berputar terlalu rumit. Luka-luka lama yang dimiliki Terre sengaja dibungkam rapat-rapat.

"  Tuhan itu adil, yang pergi sengaja dibiarin pergi, yang baru sengaja di datangkan tanpa diminta sebagai gantinya, tapi luka gak ada gantinya masih terus terbuka.,

 Lakuna dan LukaWhere stories live. Discover now