"Aisyah bosan mas, harus dirumah terus."

"Coba deh kamu di posisi saya, Gimana kalau saya pergi, tanpa izin kamu sampai larut malam? Nggak ada kabar, nggak angkat telpon? Tinggalin anak-anak dikamar yang terkunci!"

"Di perjalanan, kamu berharap pulang kerja, dapat sambutan hangat dari istri, setidaknya bisa menghilangkan rasa cape kamu. Tapi Tibanya di rumah harapannya pupus, dia malah pergi, di telpon nggak diangkat. Di kirimin pesan nggak dibalas? Siapa yang tidak kesal Aisyah?!"

"Terus gimana dengan Aisyah, dua puluh empat jam di rumah. Ngerjain pekerjaan rumah. Mencuci, memasak, jagain anak-anak? Kamu pikir enak dirumah terus, mau izin keluar sebentar aja, kamu ngelarang? Diatur sana sini, capek mas!"

"Oh, jadi kamu mau bebas dari semua tanggung jawab kamu?" Tanya Gus Ilham.

Aisyah tergelak.  "Bu-bukan gitu, mas..."

"Udahlah. Capek aku ngomong sama kamu. Dari dulu memang nggak pernah berubah kan,  mau aku apain juga, kalau memang dari kamunya yang nggak mau berubah, bisa apa aku."

"Mas! Dengar Aisyah dulu!"

Gus Ilham tidak menghiraukan ucapan Aisyah. Ia menarik tubuh Aisyah, melepas rasleting bajunya dan mengambil kunci rumah. Setelah pintu terbuka, Gus beranjak keluar tanpa pamit pada Aisyah.

Aisyah menghela nafas berat, pun ikut keluar.  "Hati-hati dijalan. Awas aja ngeliat cewek lain!"

"Tanpa kamu bilang pun, saya nggak akan berani melirik perempuan lain, nggak kayak kamu. Sudah dilarang masih dilanggar." Setelah mengatakan itu Gus Ilham benar-benar pergi dan menghilang dihadapan Aisyah.

Lagi lagi Aisyah menghela nafas panjang. Wanita itu mengusap dadanya, berusaha tegar menghadapi sikap acu tak acu suaminya.

"Gak, gak, gak! Ini aman, ini nggak menyakitkan kok." Monolog Aisyah berusaha menghibur dirinya dari gejola dari dalam dirinya.

"Sabar Aisyah. Kamu kuat kok, i am strong women." Aisyah mengembangkan senyum nya, ia harus kuat, walaupun matanya tidak bisa berbohong.

****

Saat Gus Ilham hendak menuju tempat kendaraannya, kedua anaknya menghampiri.

"Abah!" Sapa Arsya dan Arsyi berada di teras ndalem.

Sebelum menghadap Arsya dan Arsyi, Gus Ilham menghapus air matanya. Entahlah mengapa setelah berdebat dengan Aisyah membuatnya sedikit emosional.

"Eh, Sayang."

"Abah napa nangis?" Tanya Arsyi menatap kelopak mata abahnya yang sedikit basah.

Gus Ilham memejamkan matanya sambil tertawa pelan. "Ini, abah kelilipan." Alibinya.

"Kasian abah," ucap Arsya memeluk tubuh tubuh gus Ilham.

"Kalian pulang ke rumah ya, umi habis masak makanan enak. Pokoknya kalian harus habisin, oke?"

"Oke abah!" Seru Arsyi. "Ayo Aca!"

Arsya menggeleng. "Aca mau ikut abah ke pesantren."

"Abah ada rapat nak, lain kali aja ya, abah ajak ke pesantren. Sama Arsyi juga sekalian."

"Benelan ya, abah. Aci nda sabal cekolah, pacti celuh, iya kan Aca?"

"Iya, Aca pengen cepat besar deh."

Aisyah Aqilah || TERBITWhere stories live. Discover now