10. Kerja Bakti (2)

302 65 17
                                    

"Aku pikir kamu marah denganku," ujar Ziezie sesampainya aku di rumah Stevi. Kucing cantik itu dibiarkan bermain di halaman rumah ditemani seekor anjing Samoyed yang diberi nama Bruno. Kalau dilihat sekilas wajah anjing itu sedikit mirip Mas Bian.

"Stevi bilang kamu gak boleh ketemu kucing jelek ini, Zie." Bruno memperingati. Anjing itu sudah lebih dulu menempati rumah ini sebelum Ziezie diadopsi. Usianya terpaut jauh di atas aku dan Ziezie. Jadi bisa dibilang, dia jauh lebih dewasa dari pada kami.

"Sebentar saja, Bruno, please."

Bruno akhirnya mengangguk. "Bicaralah di belakang pohon, nanti kupanggil kalau Stevi datang."

Ziezie tersenyum senang. Ia mengajakku bersembunyi di balik pohon untuk bicara, sementara Bruno kembali mengobrol dengan seekor burung merpati yang hinggap di lampu taman.

"Merpati itu siapa?" tanyaku pada Ziezie.

Betina itu melihat ke arah Bruno dan burung merpati yang kumaksud. "Dia perantara kabar dari Moon Moon, Maltese yang dia taksir di petshop. Mereka sering grooming bareng."

Aku mengangguk mengerti. Anjing peliharaan orang kaya memang beda. Mereka bisa dengan mudah membayar jasa komunikasi merpati dengan makanan-makanan lezat yang mereka punya. Kucing liar sepertiku mana bisa begitu.

Ziezie mencuri satu ciuman dari bibirku. "Jangan melamun!" katanya.

"Kemarin kamu ke mana?" tanyaku memulai obrolan baru. Biasanya kucing cantik itu akan sangat bersemangat menceritakan kegiatannya di petshop. Dari binatang apa saja yang ia temui sampai manusia seperti apa yang memandikannya.

"Kamu tahu?"

Aku mengangguk. "Aku gak sengaja lewat di rumah Pak RT. Dan, Stevi ada di sana, dia bilang akan membawamu grooming."

Telinga Ziezie bergerak-gerak mendengar Bruno tertawa. "Ya, ke pemandian biasa. Setelah itu aku pulang."

Aku menangkap raut sedih di wajah Ziezie yang manis. Wangi tubuhnya sedikit lebih kuat dari terakhir kali kita bertemu, mungkin karena dia baru dimandikan kemarin. Sepertinya ada kejadian kurang menyenangkan juga, makanya Ziezie kelihatan lebih murung dari biasanya.

"Kemarin aku berurusan dengan Sulastri," ceritaku.

Ziezie kembali tersenyum, meski terkesan sedikit dipaksakan. "Ayam berisik menyebalkan itu? Kenapa?"

"Setiap malam dia berteriak, kata Mas Bian ada ular yang masuk ke kandang. Aku pikir ular besar, ternyata cuma ular kisik yang sekali diinjak juga mati."

"Dia takut ular kisik?"

"Enggak, ternyata dia takut karena lihat bayangan di bawah pohon dekat rumah Bu Maryati."

"Apa itu hantu?"

Aku menggeleng. "Teman-teman Mas Bian."

"Siapa?"

"Raden dan Juna. Juna yang keluarganya punya warung makan di blok sebelah, kamu tahu kan? Mereka mengintai telur-telur ayam milik teman Sulastri."

"Wah, bahaya sekali. Telur ayam itu dicuri?

Aku sedikit malu sebetulnya menceritakan kejadian ini, namun sedikit hal memalukan di depan Ziezie sepertinya tidak apa-apa. "Aku pikir juga begitu, ternyata mereka cuma ingin mengambil gambar telurnya. Aku salah sangka."

Ziezie tertawa lucu. "Terus Sulastri gimana? Dia marah gak sama kamu, Sayang?"

"Tanpa kejadian itu juga dia memang selalu marah sama aku," kataku sambil mengasah kuku di batang pohon mangga yang tak terlalu besar di halaman rumah Stevi. Sok keren di depan Ziezie aja sih sebetulnya.

Si MengWhere stories live. Discover now