2. I Meow You

724 88 17
                                    

Rumah Stevi itu besarnya hampir menyamai gedung sekolahan di depan komplek Perumahan San Montana II—biar gampang bilang saja Perum SM, semua orang pasti tahu. Meskipun namanya terdengar keren layaknya perumahan elite, yang elite itu cuma rumah Stevi.

Lihat.

Pagar rumahnya saja setara seratus kali tinggi badanku. Membuat aku kesusahan setiap kali ingin bertemu Ziezie. Pertama aku harus naik ke pagar Bu Berta, lalu melompat ke pagar Stevi, lalu melompat lagi ke pohon mangga, dan selanjutnya ... terjun bebas.

Terjun bebas dari pohon mangga itu tidak ada apa-apanya. Aku ini kan kucing, otot-otot kakiku sudah paham betul bagaimana caranya mendarat dengan sempurna di atas paving blok. Pernah sih sekali dua kali keseleo karena kurang fokus, tapi semuanya terbayar kalau si manis Ziezie sudah ada di hadapanku. Sakitnya langsung sembuh. Ciah, meong.

Hati bahagiaku membawakan pendaratan yang paling sempurna. Aku hanya perlu memanjat lagi ke pohon tabebuya lalu mendarat di balkon Stevi dengan selamat.

Ziezie menantiku di atas sofa empuk yang sengaja diletakkan di sana untuk bersantai sore—oleh Stevi. Manusia itu biasanya sedang tidur siang atau pergi kuliah di jam ini. Aku bebas bertemu Ziezie, menciumnya, mengendus aroma shampo mahal dan bau sedap Royal Canin dari mulutnya.

Ah, aku jadi ... lapar lagi. Kepala ikan pindang dari Mbak Tari sepertinya sudah terbakar untuk melompati pagar.

"Aku sudah siapin makan siang untuk kamu, Meng." Ziezie mengusapkan kepalanya dengan manja ke dadaku.

"Tapi itu makan siang kamu, Zie."

"Aku sudah makan snack jam sembilan pagi, lagipula nanti Stevi akan memberiku makan lagi jam tiga sore. Aku kenyang," katanya.

"Tapi kalau kamu kurus nanti Stevi pasti marah."

"Tidak akan, Meng. Aku ini memang terlahir seksi." Ziezie mencium pipiku lalu menyadari sesuatu. "Ow, ikan pindang Mbak Tari lagi ya?" tanyanya.

"Iya, makanya aku sudah kenyang," bohongku.

Ekor lebat Ziezie bergerak-gerak. "Well, meski aku belum pernah makan ikan pindang, tapi sepertinya itu belum cukup untuk tubuh besarmu."

"Aku bisa nangkap tikus di rumah Gibran nanti malam. Tikus di sana gendut-gendut, enak banget." Aku tahu Ziezie pasti akan tergoda setiap kali aku bicara tentang tikus. Memang hal lazim seekor kucing makan tikus, tapi itu tidak berlaku untuk Ziezie si kucing kesayangan Stevi.

"Kita makan ini sama-sama, gimana?" Ziezie mendorong kotak makannya pelan-pelan. Dia tahu aku merasa tidak enak terus-terusan makan makanannya. Mau kutolak sekeras apapun, Ziezie juga pasti akan terus memaksa. Dia sangat mencintaiku dan itu membuatku sangat mencintainya pula.

Kami makan berganti-gantian di wadah yang sama pada akhirnya. Saling menatap bola mata bening kehijauan dari mata satu sama lain.

"I meow you, Meng."

Aku tersenyum malu-malu. Ziezie memang selalu terang-terangan menunjukkan rasa cintanya kepadaku, katanya tidak ada seekor kucingpun yang bisa menggantikan posisiku di hatinya. Padahal kucing-kucing jantan pilihan Stevi yang akan dijodohkan dengannya jauh lebih gagah dan kekar. Mereka semua bersih, wangi shampo mahal, dan berasal dari ras yang jelas. Bukan ras campuran sepertiku.

"Kenapa diam saja?" tanya Ziezie. Dia menjilat sisa makanan di sekitar bibirnya yang merah muda. "Kamu tidak suka aku lagi ya?"

"I meow you too, Zie. Aku nggak mungkin suka dengan kucing lain selain kamu."

Ziezie mengangguk mengerti. Wajahnya tampak senang karena aku baik-baik saja. Masih sama menyukainya.

"Kemarin aku bertemu pacar Stevi."

Si MengWhere stories live. Discover now