29. Kenapa Nggak Coba Kenalan Dulu?

Start from the beginning
                                    

"Kalau gitu, coba kenal Pak Gal dulu, Pa. Seenggaknya Papa harus tahu bagaimana pria yang berhasil membuat putrimu yang keras kepala ini jatuh cinta," tawar Winka santai.

Bram menghela nafas dengan berat sembari menatap Winka lamat-lamat.

#

Galih Mahendra adalah sebuah anomali untuk Bram Winata. Galih merupakan sisi yang berlawanan dengan Bram. Meskipun berpenampilan pantas, pria itu terlampau sederhana untuknya. Galih tidak mengenakan apa pun yang terlihat mencolok, justru satu-satunya hal yang mencolok darinya adalah wajah setengah kaukasianya. Wajah itu terlampau tampan, tetapi manusiawi pada saat yang bersamaan. Bram tahu kalau Winka selalu menyukai pria pintar. Dan Galih adalah sebuah jawaban. Wajah itu tidak hanya tampan, tetapi juga terlihat cerdas. Terlebih sepasang mata beriris hitam pekat yang selalu menatap tajam dari balik bingkai kaca matanya.

"Apa kabar, Om?" tanya Galih sopan.

"Baik."

Winka membereskan alat makan Bram. Galih baru saja datang. Untung saja pria itu tidak terjebak macet yang terlalu panjang sehingga tidak terlalu terlambat untuk menemani Winka menemui Bram.

"Sini, aku saja." Bram memperhatikan ketika Galih mengmabil alih pekerjaan Winka, pria itu dengan tekun menyusun kembali rantang dan memasukkannya ke dalam tas.

"Makasih, Pak Gal." Galih tersenyum sebagai balasan. "Aku pikir kamu nggak bisa datang." Winka menngsurkan botor air mineral pada Galih.

"Thanks." Galih menerima botol tersebut lalu membuka segelnya. "Aku tukar jam dengan Prof. Handi, jadi nggak perlu terburu-buru ke kampus." Galih meminum air tersebut. "Lagipula, besok aku punya jadwal untuk ambil data penelitian ke Bandung."

"Wah, seru." Winka mupeng. "Nggak mau ajak-ajak?"

"Aku berangkat habis subuh, pulang malam. Kalau ajak kamu, bisa-bisa kamu nggak keurus karena aku bakal sibuk banget ambil data."

"Jadi, no?"

"No."

"Yaaah." Seru Winka kecewa.

Galih menatap gadis itu penuh sayang. "Lain kali, ya, aku ajak kamu jalan-jalan ke Bandung," bujuk pria tersebut.

"Oke." Winka mengiyakan dengan mudah. Gadis itu duduk memepet Galih kemudian melingkari lengan Galih kuat-kuat. "Dia baik 'kan, Pa?"

"Bandung cuma dua jam dari Jakarta." Bram mendelik dan buru-buru menyuruh Winka untuk melepaskan diri. "Tangannya lepas!"

"Bukan gitu konsepnya." Winka keras kepala. Gadis itu enggan menjauh dari Galih.

"Winka Winata!" Bram memperingatkan.

Winka sengaja menggoda Bram. "Pak Gal juga nggak mungkin ngapa-ngapaian. Tuh lihat! Tangannya aja anteng banget dari tadi."

Galih bukannya tidak bereaksi, pria itu hanya sedang mengendalikan diri.

"Papa tahu isi kepala laki-laki." Pria itu menatap Galih tidak kalah tajam. Diam-diam Galih membenarkan perkataan Bram dalam hati. Dia tidak menyangkal kalau isi kepalanya jika menyangkut Winka memang sama sekali tidak bersih. Galih hanya mengandalkan pengendalian diri dan harga dirinya sebagai laki-laki.

"Saya sangat menghormati Winka, Om. Saya akan menjaga dia."

"Kamu bisa ngomong gitu karena belum kepepet." Kepala Bram penuh dengan prasangka buruk.

"Kepepet pun saya juga nggak bisa ngapa-ngapain karena Winka bisa menjaga harga dirinya dengan baik. Maka dari itu, Om, kenapa nggak izinkan saja kami untuk segera menikah?" Tembak Galih langsung.

Win-Ka-WinWhere stories live. Discover now