52 - Damai

276 43 3
                                    

WARNING! Topik pembicaraan sensitif yang bisa memicu trauma!

*******************************

"Pfft-"

"Hahahahaha! Aku tidak menyangka kau sampai bisa menangis begitu." - Cider menertawakan Hiromi dengan sangat amat puas seolah tidak ada hari esok.

"Diam..... Aku gak mau dengar itu darimu." - gumam Hiromi malu. Wajahnya memerah total karena ledekan Cider.

"Yah, gimana ya. Aku justru senang kau meluapkan semuanya. Itu ekspresi yang seharusnya dimiliki anak-anak normal. Menangis, sedih, labil, sensitif. Kau bersikap terlalu dewasa sampai lupa caranya bersikap seperti anak-anak pada umumnya." - balas Cider tersenyum tenang.

"..." - Hiromi terdiam. Ucapan Cider selalu benar adanya, termasuk kali ini.

Dia selalu bersikap dewasa karena dia bekerja di FBI dan dia tidak bisa bermain-main dengan tujuannya yang mau menangkap Black Organization. Dia bersikap dewasa sejak dulu karena pada dasarnya dia adalah Cider. Namun sekarang, dia adalah Hiromi sepenuhnya semenjak Cider memunculkan diri di pikiran Hiromi. Yang artinya, Hiromi adalah Hiromi, bukan Cider.

Selama 12 tahun dia seperti itu, dia terlalu ambisius dengan tujuannya sampai lupa caranya bersikap seperti anak normal.

Itu juga menjadi alasan kenapa Akai berinteraksi dengannya seolah berinteraksi dengan orang dewasa. Dia sendiri lupa bahwa Hiromi adalah anak-anak karena sikapnya.

'Dan di saat itu semua, justru hanya Jodie satu-satunya yang memperlakukanku seperti anak kecil. Dia yang tidak pernah lupa bahwa aku masih anak-anak.' - air mata mulai keluar dari mata Hiromi.

Jodie sering sekali, atau bahkan hampir setiap saat jika bertemu Hiromi menceramahinya, memarahinya, mengomelinya, dan menasehatinya layaknya Hiromi adalah anak kecil. Dan itu benar.

Di saat semua melupakannya, hanya Jodie yang ingat.

'Jodie..... Kau sungguh yang terbaik. Jangan berakhir sama otou-san ya.'

"Kemarilah." - Cider mengulurkan kedua tangannya pada Hiromi.

Hiromi benar-benar tidak tau apa yang dia pikirkan. Tubuhnya bergerak sendiri untuk menggenggam tangan Cider, kemudian Cider menariknya untuk memeluknya. Salah satu tangan Cider mengelus rambut Hiromi.

Hiromi tercekat saat merasakan tangan Cider yang mengelus kepalanya. Tangannya begitu lembut, dan pelukannya sangat hangat.

"Aku benar-benar minta maaf. Ini bukan salahmu, ataupun salah Akai Shuichi. Ini sepenuhnya salahku yang melibatkan anak kecil sepertimu. Aku sendiri yang terlalu berambisi untuk menghancurkan organisasi itu sampai tidak berpikir bahwa melibatkan anak kecil sepertimu justru malah mengorbankanmu. Kau kehilangan masa kecilmu karena aku." - ucap Cider dengan lembut.

'.... Apa?' - Hiromi merasa terkejut. Cider bisa meminta maaf dengan lembur dan tulus seperti ini?

Sang dewa kematian?

"Aku seharusnya bisa memikirkannya sejak awal, bahwa kau tidak mungkin bisa kuat menahan semua ini. Tapi aku sama sekali tidak peduli. Pada akhirnya, aku ini hanyalah seorang pembunuh kejam berdarah dingin, tidak lebih dan tidak kurang. Jadi, jangan berpikir apa yang terjadi padamu itu salahmu, atau salah ayahmu. Itu salahku."

"Kalau ada yang mau kau salahkan, jangan salahkan ayahmu atau dirimu, tapi aku. Kalau kau benar-benar marah dan mau melampiaskan semuanya pada seseorang, lakukan itu padaku."

'... Cider....' - perlahan, Hiromi membalas pelukan Cider. Rasanya seolah dia sedang dipeluk oleh sosok ibu, meski itu adalah sosok yang tidak disukainya.

R E DWhere stories live. Discover now