28

2.4K 408 24
                                    

Toneri menatap brankas milik keluarganya yang akhirnya dibongkar paksa dengan memanggil ahli besi.

Mau bagaimana lagi? Konan tinggal tubuh tak bernyawa dan dia tak lagi berguna.

"Berapa lama lagi akan terbuka?" Tanya Toneri seraya menoleh ke salah seorang anak buah ahli besi itu.

"Sudah selesai, bisa dibuka sekarang." Ahli besi itu melangkah mundur lalu menggunakan alat untuk membuka brankasnya.

Toneri mengembuskan asap rokoknya lalu memerintahkan dua anak buah lainnya. "Buka sekarang."

"Baik Tuan." Dua pria bertubuh besar itu bergegas menarik sekuat tenaga dua pecahan besi brankas yang sudah terbelah.

Suara debaman besi yang dijatuhkan ke tanah terdengar agak keras. Semua mata menatap ke arah bongkahan besi itu.

Toneri tak bisa mengatakan apa-apa, rokok yang tengah dia hisap, jatuh ke tanah begitu saja. Dia tertawa dengan pandangan mata menatap kosong, sama seperti isi brankas itu, kosong tak bersisa.

"Konan, akan ku cabik kau, bahkan di neraka sekalipun." Ucap Toneri dengan geraman marah.

Di mana semua uang keluarganya?

...

Nyonya Ling menyeret Dokter muda yang bekerja kepadanya itu untuk meminta maaf kepada keluarga Uzumaki dan mengatakan siapa pelayan yang memerintahkannya untuk berbohong.

"Maafkan aku, Nyonya Uzumaki." Dokter itu membungkukan tubuhnya seraya bersimpuh di hadapan Nyonya Uzumaki.

"Dia mengakui kesalahannya." Nyonya Ling pun turut meminta maaf atas apa yang dilakukan Dokternya. "Sejak awal, Boruto terlihat sebagai bayi laki-laki, namun seseorang memerintahkannya berbohong."

Hinata meraih foto USG yang Nyonya Ling berikan dan menatapnya sekali lagi.

"Lihatlah bagian ini, jelas dia adalah bayi laki-laki." Nyonya Ling kemudian menjelaskan kepada Nyonya Uzumaki.

Hinata menatap Dokter muda itu, dengan sedikit emosi tertahan dalam dirinya. Tak tahukah Dokter itu bahwa dirinya harus mendapati banyak kesulitan setelah mengira bayinya perempuan? "Siapa yang memerintahkanmu berbohong?"

"Seorang pelayan di rumah ini." Nyonya Ling berujar pasti.

Hinata terkesiap "bagaiamna bisa?"

"Dia memberiku uang Nyonya." Dokter muda itu meletakan amplop ke atas meja, uang yang Nyonya Ling perintahkan kepadanya untuk dikembalikan.

"Siapa nama pelayan itu?" Hinata tahu semua pelayannya telah beristirahat di bagian belakang mansion.

"Dia menolak menyebutkan namanya, Nyonya." Ucap Dokter muda itu. "Tapi aku mengingat wajahnya."

"Minta semua pelayan ke sini, Bi." Perintah Hinata tanpa menoleh ke arah kepala pelayannya.

"Baik Nyonya." Ucap kepala pelayan seraya bergegas melangkah pergi. Apakah firasatnya benar selama ini?

Malam itu sedikit kegaduhan terjadi, lagi-lagi semua pelayan dikumpulkan di ruang perjamuan untuk disidang oleh nyonya rumah, tak seperti biasa tuan mereka yang akan melakukannya.

Lima orang pelayan itu berjalan kebingungan menuju ruang perjamuan kemudian diminta berdiri di samping meja.

"Katakan, pelayan mana yang memerintahkanmu mengucapkan kebohongan." Ucap Nyonya Ling secara mutlak kepada Dokternya.

Dokter muda itu tanpa berpikir dua kali atau kesulitan, dengan mudah mengatakan siapa pelakunya. "Perempuan itu."

Hinata menatap Lin, pelayan muda yang sudah bekerja kepadanya sejak lima tahun lalu, usianya enam belas tahun pada saat itu, Ayah membawanya ke rumah karena merasa kasihan, dia dijual di rumah bordil dari Taiwan. "Lin?"

As You RememberTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang