12

2K 375 37
                                    

Hinata ikut bersimpuh di belakang Toneri yang sedang memberikan penghormatan terakhir di depan pusara makam mendiang ayahnya.

"Sangat kusesali keputusannya ini." Toneri bergumam seraya menaburkan bunga di atas makam Hiashi.

"Hutangnya sangat besar, kami tidak punya cukup uang untuk membayar." Hinata berucap sambil menatap punggung pria itu. Awalnya dia tidak ingin menerima tamu untuk masuk ke dalam mansion, sesuai dengan janjinya kepada Naruto namun Toneri datang untuk memberi penghormatan terakhir kepada ayahnya jadi Hinata mengijinkan.

"Berapa banyak?" Toneri kembali bertanya.

"Lebih dari dua puluh juta dollar." Naruto pernah mengatakan hal ini kepadanya saat pria itu sedang memarahinya sebab suatu hal.

"Ayahmu memiliki lebih dari dua puluh juta dollar di bank milik keluarga Otsutsuki di Makau, Hinata." Toneri berucap seraya menoleh ke arah wanita itu.

Hinata mengerutkan kening. "Makau?" Dia tidak tahu banyak hal soal pekerjaan ayahnya.

"Ayahmu memiliki rekening di Makau, dia simpan lebih dari separuh aset dan uangnya di sana. Keluargaku yang memintanya menyimpan uang di sana." Toneri bicara kepada Hinata dengan keseriusan melalui pancaran matanya. "Aku juga datang kemari untuk memberitahumu soal ini."

Hinata terkesiap, dia juga belum memahami sepenuhnya soal apa yang Toneri katakan sesungguhnya.

"Siapa yang menemukan jasadnya pertama kali?" Toneri bertanya lebih lanjut kepada Hinata.

"Aku yang menemukannya." Hinata menjawab dengan suara tercekat. Tentu saja berat baginya untuk mengingat kengerian itu.

"Apa yang kau temukan di hadapannya pada saat itu?" Toneri kembali bertanya.

"Sebotol obat antidepressant." Hinata mengingat dengan baik apa saja yang ada di atas meja lesehan pada pagi mengerikan itu. Segelas air yang sisa separuh, sebotol obat yang berserakan hingga ke lantai.

"Ayahmu memang mengkonsumsi obat seperti itu sejak lama, tapi kenapa tiba-tiba?" Toneri berucap seolah dia memiliki penyesalan atas kematian Hiashi.

"Dokter memperkirakan bahwa malam itu Ayah menelan lebih dari sepuluh butir secara bersamaan." Hinata dengar ini setelah Dokter datang dan memeriksa ayahnya yang ternyata sudah tidak bernyawa.

"Tidakkah kau berpikir bahwa semua itu tidak masuk akal, Hinata?" Toneri ingin Hinata berpikir sebagaimana dirinya katakan. Maka dia menggiring opini wanita itu dengan kelembutan yang selalu wanita itu sukai darinya. "dengan kebenaran bahwa ayahmu bisa membayar semua hutangnya, bukankah itu terlalu janggal?"

"Apa maksudnya?" Hinata jujur saja kebingungan kemana arah pembicaraan ini akan dibawa.

"Kenapa memutuskan menikah dengan dia begitu cepat, Hinata?" Toneri bertanya ke intinya. "Aku melihatmu di pusat kota, lalu mendengar berita pernikahanmu."

Hinata tak mengatakan apapun sebab dia sedang menelisik sebenarnya apa yang Toneri ingin katakan.

"Kukirimkan hadiah ulang tahun sekaligus hadiah pernikahan untukmu." Toneri kini menoleh ke arah Hinata yang duduk di belakangnya.

Hinata menatap mata Toneri dengan keseriusan yang tak dia mengerti ke mana arahnya.

"Kuharap aku kembali lebih cepat dari Makau untuk menyelamatkanmu dari pria Jerman itu." Toneri mengusap lembut surai indigo wanita tercintanya.

Hinata menepis pelan belaian Toneri di surainya, dia merasa itu adalah hal yang tidak benar, namun ucapan pria itu mengusik pirkirannya. "Apa kau mengenal, Uzumaki Naruto?"

As You RememberWhere stories live. Discover now