27

2.4K 413 32
                                    

"Kutemukan fotomu di atas meja kerjaku di Tokyo." Ucap Naruto, dia membaringkan kepala di pangkuan istrinya.

Mereka ada di rouka, bersantai menatap pekarangan. Boruto sedang didekap dan diasuh oleh kepala pelayan di pekarangan itu.

"Foto?" Hinata berhenti mengusap surai suaminya dan menatap pria itu dengan kening menyerenyit.

"Foto kau duduk di halaman samping saat sedang mengandung." Naruto menunjuk halaman yang dia maksud.

"Pelayan mengatakan foto itu hilang dari kabinet, bagaimana bisa ada di Tokyo." Hinata tidak mengerti.

"Oh, mungkin aku mencuri fotomu dan membawanya ke kantor." Ucap Naruto secara santai. "Kenapa aku melakukannya? Aku takut merindukanmu saat sedang bekerja atau apa?"

"Mungkin saja." Hinata tersenyum tipis untuk menanggapi. Pria itu tak pernah peduli kepadanya saat mengandung dulu, apalagi setelah beranggapan bahwa bayinya perempuan.

"Apa kita memang berencana memiliki bayi setelah menikah?" Tanya Naruto lagi.

Hinata mengangguk "ya, kau ingin memiliki anak laki-laki, tapi dulu kita mengira Boruto adalah perempuan saat sedang dalam kandungan."

"Kenapa kita bisa berpikir begitu?" Naruto tidak ingat sama sekali.

"Dokter salah memperkirakan." Ucap Hinata, Nyonya Ling bilang ingin memeriksa kembali hasil pemeriksaan dulu.

"Ah, begitu." Naruto bergumam. "Apa aku sering berpergian, kenapa aku tak di sini saat Boruto lahir?"

"Kau memiliki pekerjaan yang sangat penting, jadi harus pergi ke Osaka." Ucap Hinata sambil menatap putranya yang sedang di timang oleh bibi kepala pelayan.

"Tapi aku dalam perjalanan menuju Jerman saat mengalami kecelakaan, bukan Osaka." Naruto tidak mengerti bagaimana dirinya ada di pesawat itu.

"Kakashi bilang, kau ingin memeriksa brankas milikmu di sana." Hinata hanya dengar itu dari Kakashi soal bagaimana suaminya tidak ada di Osaka.

"Apa aku memiliki banyak uang di Jerman?" Naruto mendongak menatap istrinya, lalu meraih tangan wanita itu untuk kembali mengusap surainya.

"Aku tidak tahu." Hinata tak pernah bicara soal uang dengan Naruto kecuali jika ada kaitannya dengan hutang mendiang ayahnya.

"Kita tak terbuka soal uang ya." Naruto sangat ingin tahu seperti apa dirinya baik soal pekerjaan atau soal keluarga.

"Tak perlu mencoba mengingatnya terlalu keras, kita bisa lakukan perlahan saja." Hinata lekas menghentikan Naruto untuk mengingat.

"Tuan, Nyonya saya akan kembali ke dapur dan menyiapkan makan malam." Kepala pelayan mengembalikan bayi di dekapannya kepada orangtuanya yang sedang bersantai.

Naruto beranjak duduk dan mengambil alih tubuh putranya dari dekapan pelayan.

"Apa yang coba kau katakan hm?" Naruto menatap anak itu, sejak tadi dia berceloteh dengan menggemaskan entah apa yang dia ingin katakan.

Hinata terkekeh pelan. "Mungkin dia mengatakan bahwa dia sangat merindukanmu."

"Benarkah?" Naruto mengusap kepala bayinya dengan lembut. Anak itu menawan, membuatnya sulit memalingkan mata darinya.

"Ya." Hinata mengusap punggung pria itu dengan lembut.

"Baiklah, aku akan tetap di sini, bukankah ini rumahku?" Naruto bertanya kepada istrinya tanpa menoleh.

"Tentu saja, ini rumahmu." Hinata nyaris merasa bahwa ini adalah mimpi. Pria itu di sini, mendekap erat putranya, mengatakan kalimat-kalimat yang Hinata pikir hanya ada di mimpinya saja.

As You RememberWhere stories live. Discover now