2

2.1K 407 19
                                    

Hinata mengemasi barang-barangnya, dia berencana pergi ke kota untuk mencari pekerjaan. Mungkin dirinya bisa membayar hutang, meski harus mencicilnya seumur hidup.

"Nona, benar ingin pergi?" Kepala pelayan bertanya khawatir. Pagi masih gelap gulita, mungkin juga sebab awan mendung membumbung di langit Nagoya pagi itu.

"Ya, aku akan pulang membawa uang, Bi." Hinata berucap tanpa menoleh. Dia membawa satu tas yang tidak begitu besar, hanya berisi dua stel pakaian dan mantel.

"Tuan Uzumaki bukankah menginginkan pernikahan?" Kepala pelayan mencuri dengar pembicaraan di ruang tengah semalam.

Hinata menutup tasnya. "Dia hanya tidak punya pilihan." Daripada memaksakan diri satu sama lain untuk pernikahan, Hinata memilih berusaha mencari uang untuk membayar hutang.

"Tapi hutangnya tidak sedikit." Kepala pelayan tahu, Nona Hinata adalah seorang yang sangat pandai, dia pernah bersekolah di luar negeri, dibawa oleh ayahnya untuk belajar soal keuangan di Eropa. Lalu kembali setelah tiga tahun, namun dia tak pernah diijinkan bekerja oleh Tuan Hiashi dan disembunyikan di sini untuk dinikahkan dengan pria dari perjodohan.

"Ada seorang teman, menawarkan pekerjaan di Bank pusat kota." Tak ada pilihan mundur bagi Hinata, dirinya harus berhasil di perantauan. "Jika Tuan Uzumaki datang kembali, katakan aku pergi tanpa memberitahu."

"Mana mungkin menipunya?" Kepala pelayan bertanya khawatir. Kemarin mereka melihat Tuan Uzumaki menembak seseorang menggunakan pistol miliknya.

"Tidak menipunya, hanya jangan katakan apapun kepadanya." Hinata sangat memohon kepada Kepala pelayan.

Kepala pelayan merasa terenyuh, seumur hidup tak pernah dia melihat puannya begitu putus asa dan bersikeras seperti ini.

Hinata meraih floppy hat miliknya di atas ranjang kemudian mengenakannya bersama dengan mantel yang hangat. Dia harus bergegas atau dirinya akan tertinggal kereta.

...

Wanita cantik itu menutupi wajahnya dengan topi dengan tepian lebar tersebut dan berjalan agak cepat di bawah kaki gunung menuju pemberhentian bus. Angin kencang menerpa tubuhnya, namun dia tetap melangkah pasti ke tempat tujuannya.

"Hentikan mobilnya." Naruto menyipitkan matanya saat melihat putri Hiashi berjalan dari arah kuil turun ke kaki gunung. Bukan sebuah kebetulan bisa berpapasan di sini, sebab memang ini satu-satunya akses untuk pergi ke kuil itu.

Sekali lihat saja, Naruto bisa mengenali, kulit putih dan surai indigonya yang tertutup topi. Sial, apa perempuan itu ingin melarikan diri darinya?

Baru satu malam dia tinggalkan ke pusat kota, sebab ada pekerjaan di kasino yang harus diurus, namun pagi ini dia sudah mendapati perempuan itu hendak melarikan diri.

Naruto melangkah turun dari mobil dan berjalan cepat ke arah perempuan itu, yang nampaknya tidak menyadari kehadirannya karena terus menundukan kepala di sepanjang perjalanan.

"Hendak melarikan diri, Hinata?" Naruto menahan lengan perempuan itu dan menariknya dengan cukup kasar.

Hinata terkesiap saat seseorang menarik lengannya hanya untuk membuatnya menoleh.

Keduanya kembali bertukar tatap pada jalan lurus di kaki gunung yang hanya ada mereka di sana.

Hinata melepaskan cekalan di lengannya dan menundukan wajah sambil melangkah mundur. Tak dia sangka rencananya untuk pergi akan gagal secepat ini.

Naruto melangkah maju, mengikis jarak di antara mereka. Dia melepaskan topi yang dikenakan perempuan itu dan menatap wajah cantiknya yang nampak muram, mungkin sebab tertangkap basah saat melarikan diri. "Kau ingin menipuku?" Dia meraih dagu lancip perempuan itu.

As You RememberWhere stories live. Discover now