51. Dua Pilihan

21 3 0
                                    

"Apa yang harus dilakukan? Aku pun tidak tahu!"

🌞🌞🌞

"Muka lo kusut banget!" Afika menatap Mentari yang duduk diam mengerjakan tugas.

"Hah... Gue cuma lelah aja sama tugas numpuk ini. Gue juga harus periksa anak-anak kelas udah kumpulin tugas atau belum. Nggak lagi-lagi gue jadi ketua kelas." Mentari melihat tugas yang dikirimkan pada dari semua orang.

Selama beberapa bulan menjadi ketua kelas. Mentari sangat tersiksa dengan banyaknya hal yang harus dia lakukan. Dari para guru yang memanggil namanya, rapat koordinasi antar kelas lain, jadi tempat untuk pelampiasan guru kalau ada yang bolos, dan banyak hal lainnya. Tapi hal yang paling menyiksa adalah Mentari harus aktif menghubungi semua anak yang malasnya minta ampun. Termasuk seseorang yang tidak kunjung berubah.

Mentari
Langit!
Mana tugas bahasa Inggris! Video lo mana? Awas kalau sampai sore ini lo nggak kirim gue bakalan bilang ke Abah!

Langit
Mentari ku, sayang!
Sabar dong! Gue butuh edit-edit, masa wajah gue nggak dikasih filter biar tambah cakep.
Gue malu dong nanti dilihatin sama lo.

Mentari
Lang!
Kirim sekarang atau gue bilang ke Abah!

Langit
Jangan! Sebentar lagi, kurang musiknya aja!
Tunggu! Jangan bilang ke Abah!
Tungguin!

Mentari
Cepat, nggak pakai lama!

Afika menahan tawa melihat ekspresi Mentari yang sangat ingin memakan orang hidup-hidup. Mentari menjadi seseorang yang sangat berbeda dulu. Sekarang temannya jauh lebih aktif dan kreatif. Dibandingkan dulu yang apa-apa seperti ulat bulu. Mentari jauh berbeda.

"Males banget!"

"Hahaha... Aduh, gue jadi nggak tega. Sadam gitu juga nggak ya? Jadi pengen video call."

"Video call? Emang lo udah jadian?"

"Mau gangguin aja! Dia paling lagi nonton anime, biar dia marah aja." Afika memencet layar.

Suara deringan terdengar keras di kamar Mentari. Afika setia menunggu dan melihat panggilannya diterima oleh Sadam. Hal yang pertama Afika lihat adalah Sadam yang baru saja berolahraga. Mata Afika membulat dan segera menutup panggilannya. Wajah Afika begitu memerah menahan malu setelah melihat wajah Sadam di layar.

"Kenapa? Kok udahan? Gue mau sambat sama dia." Mentari melihat Afika.

"Nggak usah! Nggak jadi!"

"Gimana sih hubungan lo sama Sadam?" Tanya Mentari melihat handphonenya yang berdering.

"Baik, kok."

"Lo sering jalan bareng?"

"Nggak, dia mah nggak peka. Hah... Gue males! Masa dia udah gue kode minta ajakin nonton, dia malah nonton sama temennya."

"Cewek?"

"Nggak tahu."

"Jangan-jangan pacarnya lagi!"

Afika memeluk bantal erat, dia tidak tahu apakah Sadam memiliki pacar atau tidak. Selama ini dia hanya tahu Sadam selalu sendirian. Afika melihat handphonenya dan menemukan pesan dari Sadam.

Toko Kaca ( END )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang