38. Batasan Antara Kita

19 4 0
                                    

"Kalau kamu belum suka sama saya, saya bisa buat kamu jatuh cinta sama saya."

🌞🌞🌞

"Assalamualaikum!"

"Wallaikumsalam!" Seorang wanita keluar dari balik pintu. Mentari menatap lekat wanita yang membukakan pintu. Begitu muda dan cantik, benar kata mamanya bahwa mama Bintang sangatlah cantik. Terlebih suaranya yang begitu halus.

"Hallo, Tante. Saya Mentari temennya Bintang, anaknya Mama Sinta."

"Oh, anaknya Sinta! Kamu rupanya, cantik ya!" Puji Mama Bintang pada Mentari.

"Ini dari saya, semoga tante suka." Mentari menyerahkan makanan yang telah dibuatnya dengan mamanya.

Dia masih ingat pesanan Bintang untuknya, dia ingat betul bagaimana Bintang meminta dirinya membuatkan makanan untuknya. Karena tidak ada yang gratis di dunia ini, Mentari juga tidak bisa tidak membawa apa-apa saat berkunjung di rumah Bintang. Setidaknya dia membawa sesuatu.

"Makasih, repot-repot bawa. Masuk, Tar. Mama kamu sering cerita soal kamu, katanya kamu mau belajar sama Bintang?"

"Iya, maaf Mentari ngerepotin."

"Nggak apa-apa, Bintang jarang bawa temennya ke rumah. Tante seneng lihat kamu main kemari. Ayo, masuk. Tante panggilin Bintang dulu!"

"Iya." Mentari menunduk malu.

Harusnya dia pergi dengan Afika tapi tiba-tiba anak itu membatalkan semuanya. Mentari sudah mencoba menghubungi sahabatnya itu tapi yang Mentari dengar adalah suara tangisan bayi dan anak kecil. Mentari jadi tahu bahwa kakaknya Afika baru saja tiba. Alhasil berkat paksaan dari mamanya, dia datang sendirian membawa makanan yang telah siap untuk diantar.

Mentari melihat rumah Bintang takjub. Meski rumah baru tapi Mentari sangat kagum pada banyaknya piala yang berjejer dan foto-foto Bintang. Dari Bintang kecil sampai Bintang besar. Mentari paham satu hal. Rumah ini jauh lebih hangat dari rumah Bintang dulu. Dulu walaupun rumah Bintang begitu besar dan megah tapi dia merasakan aura dingin dari sana. Mentari mengambil foto Bintang saat kecil. Anak laki-laki yang tertawa dengan dua gigi depan yang telah menghilang.

"Pfttt..."

"Lucu, Tar?" Tanya Bintang berdiri di samping Mentari.

"Binatang? Maaf, Bin!" Segera Mentari mengembalikan foto Bintang barusan.

"Itu waktu saya berumur 4 tahun, dua gigi depan saya belum tumbuh. Baru saat umur 8 tahun, gigi depan saya mulai tumbuh. Saya sempat malu sama teman-teman. Disana mereka suka saling ejek. Saya masih ingat panggilan mereka untuk saya."

"Apa?"

"Gigis!"

"Gigis?" Mentari tidak tahu apa artinya kalimat itu.

"Gigis dalam bahasa Indonesia artinya ompong. Jadi saya dipanggil ompong tiap hari."

"Pfttt... Ada-ada aja. Terus sampai sekarang masih dipanggil itu?"

"Semenjak gigi saya tumbuh panggilannya sudah berubah."

"Jadi apa?"

"Hartono!"

"Hartono?"

"Nama papa saya!"

Mentari tidak bisa lagi menahan tawanya, dia tertawa sampai ingin menangis. Dia tidak menyangka mereka akan saling menyebut nama ayah mereka masing-masing. Terlebih dia tidak pernah mendengar ejekan itu saat dia kecil dulu. Saat kecil mereka bukan saling mengejek tapi saling berkelahi satu dengan yang lain sampai membuat kubu satu dan kubu dua. Mentari ingat betul dia akan jadi penonton setia perkelahian antar anak-anak.

Toko Kaca ( END )Where stories live. Discover now