39. Isyarat

402 183 120
                                    

"Pelukan malam ini terasa lebih menenangkan sekaligus bermakna dalam satu waktu."

Selamat Membaca

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selamat Membaca...

Aku memandangi punggung ramping yang sedang berdiri menghadap jendela. Kedua netranya menatap hamparan langit malam, bertabur ribuan bintang yang bertaburan mengelilingi bulan. Semilir angin berhembus menerpa mengenai permukaan wajahnya. Gadis berambut sebahu itu masih tetap berada di tempatnya berdiri, meski angin malam menerpa kulitnya berkali-kali.

Jam telah menunjukkan pukul 9 malam dan Salma masih setia berdiri, menghadap jendela hanya untuk sekedar menikmati keindahan langit. Matanya tak lepas menatap bulan berbentuk sepenuh lingkaran, dengan cahaya yang terang benderang menerangi bumi.

Langkahku berjalan perlahan menghampirinya, melihat pahatan wajah kecil itu dari jarak yang cukup dekat. Aku dapat melihat dengan jelas tatapan sendu dan kesedihan yang terpancar dari wajahnya.

Tanganku terulur mengusap pelan punggungnya. "Sal, lo nggak mau makan?"

Bibir tipisnya bergerak dan mulai mengeluarkan suara pelan.

"Gue masih kenyang, Bit."

Aku menghela napas pelan. "Kenyang darimananya? Lo aja belum makan nasi dari siang. Semua cemilan yang ada di atas meja juga masih utuh."

Salma menoleh sekilas, memberikan segaris senyum tipis untukku.

"Lo makan duluan aja, Bita."

"Gue mau kita makan bareng, ayo makan dulu. Liatin langitnya tunda dulu sebentar."

"Serius deh, gue lagi males banget makan. Rasanya pengen liatin langit terus."

"Yaudah kalau gitu, lo liatin langitnya sambil makan donat, ya? Sebentar gue ambilin dulu."

Salma langsung menahan pergelangan tanganku. "Bita, gue lagi nggak mau makan apa-apa. Jangan paksa gue."

"Sal," panggilku. "Kalau lo cuma mau ngeliatin langit, sedangkan gue cuma mau liatin lo makan sekarang."

Salma menatap wajahku lekat. Tatapan matanya seakan menunjukkan seperti ada sesuatu, yang ingin disampaikannya padaku. Mungkin Salma menyadari kecurigaanku, dengan cepat ia tersenyum lebar sampai memperlihatkan deretan gigi putihnya.

"Gue daritadi lagi nungguin bintang jatuh tau," ucapnya pelan. "Makanya gue nggak mau ngelewatin sedetikpun, buat nunggu salah satu dari ribuan bintang itu jatuh."

"Tapi, kan lo bisa ngeliatin langitnya sambil makan atau ngemil. Jangan sengaja kosongin perut lo gitu, udah tau lo punya penyakit maag."

Salma menyengir sembari mencubit kedua pipiku. "Ih, lo cerewet banget sih?! Takut gue sakit, ya?"

"Iyalah, pakai nanya lagi lo!" Aku menjitak pelan kepalanya. "Lagian lo lagi mikirin apa sih sampai segitunya? Mendingan cerita sini sama gue daripada diem gitu."

Rumah Kedua [COMPLETED]Where stories live. Discover now