29. Mencintai Sewajarnya

411 198 153
                                    

"Meski cinta sempat menghadirkan kesenangan. Pada akhirnya, ia menjelma menjadi sebuah kenangan."

Selamat Membaca

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Selamat Membaca...

Setelah kejadian pertengkaran di rumah sakit tadi malam, Ken langsung mengantarkan aku dan Lisa pulang ke rumah. Gadis yang tengah mengandung janin itu, tidak memberikan sepatah kata apapun saat kami telah sampai di rumah. Lisa langsung memasuki kamarnya tanpa mengajakku berbicara lagi. Bahkan, sampai sekarang aku belum melihat sosok Lisa yang keluar dari kamarnya.

Aku telah berdiri di depan kamar Lisa, lengkap dengan piyama biru pastel yang masih membalut tubuhku. Lagi-lagi aku kembali mengurungkan niat saat tanganku ingin mengetuk pintu itu. Rasanya aku sangat khawatir, dengan keadaan gadis yang masih berada di dalam kamar ini. Aku takut Lisa melakukan sesuatu yang dapat merugikan dirinya sendiri.

Aku mendengar bunyi bel rumah yang ditekan oleh seseorang dari luar. Tak lama kemudian, Artha bergegas menuju pintu utama untuk melihat siapa seseorang yang menekan bel tersebut.

Artha menghampiriku yang masih setia berdiri di depan pintu kamar Lisa.

"Kak Bita, ada tamu."

"Siapa, Tha?"

"Tante Nafa sama temannya."

"Oh yaudah, aku boleh minta tolong sama kamu nggak?"

"Boleh, Kak."

"Tolong kamu bangunin Kak Lisa, sampai dia benar-benar keluar dari kamarnya. Bisa?"

Artha mengacungkan jempolnya. "Itu mah gampang, Kak."

Aku tersenyum tipis sembari mengacak-acak rambut lembut Artha. Kakiku melangkah untuk menghampiri mama yang tiba-tiba saja datang ke rumah. Sebenarnya kedatangan mama secara tiba-tiba seperti ini cukup mengejutkanku. Setahuku, mama sedang berada di Malaysia karena adanya urusan pekerjaan dan akan kembali ke Jakarta bulan depan.

Namun, kini wanita yang berumur lebih dari 40 tahun itu berdiri di depan pintu rumah, sembari membawa banyak bingkisan di tangannya.

"Selamat pagi, anakku," ujarnya sembari memeluk erat tubuhku.

"Selamat pagi, Ma. Apa kabar?" sahutku sambil membalas pelukannya. "Mama kok udah pulang?"

"Kabar Mama baik, Nak," Ia mengusap kepalaku. "Kemarin Mama dapet kabar dari Ken, kalau kamu demam tinggi sampai harus dirawat di rumah sakit. Makanya Mama cepat-cepat terbang ke Jakarta untuk jengukin kamu."

"Kemarin aku emang demam tinggi, tapi nggak sampai dirawat kok. Aku cuma berobat dan sekarang keadaan aku udah membaik."

Aku merutuki Ken dalam hati, karena laki-laki itu telah mengadu pada mama dan membuatnya khawatir.

Terlihat jelas raut wajah mama yang khawatir padaku. Ia langsung mengusap pelan kedua pipiku.

"Kamu jangan kurang tidur dan istirahat, ya? Muka kamu terlihat sangat lelah," ucapnya.

Rumah Kedua [COMPLETED]Where stories live. Discover now