37. Perjanjian Atas Nama Cinta

466 202 94
                                    

(Bab ini akan ditulis dari sudut pandang Author.)


"Pada dasarnya, cinta itu dilandasi dengan kebahagiaan. Namun, jika kau merasakan sakit teramat dalam saat mencintai seseorang. Itu bukan cinta, melainkan rasa obsesi yang dikendalikan oleh ego."

Selamat Membaca

Oups ! Cette image n'est pas conforme à nos directives de contenu. Afin de continuer la publication, veuillez la retirer ou télécharger une autre image.

Selamat Membaca...

Salma meringis pelan saat tangan Sabita terulur untuk memijat punggungnya yang membiru. Pukulan keras Rafi semalam, membuat Salma harus merasakan rasa sakit dan kebas di bagian leher sampai punggungnya. Beberapa bagian tubuhnya yang lain ikut merasakan dampaknya, seperti pundak, tangan, dan pinggang.

Beberapakali Salma terus memukul pelan kedua telinganya, karena tak dapat mendengar dengan jelas suara Sabita yang sedang berbicara.

"Lo kenapa sih daritadi mukul telinga terus?"  tanya Sabita heran. "Telinga lo sakit?"

Salma yang sedang membelakangi Sabita tetap tak menjawab pertanyaan itu.

"Sal?" panggil Sabita sambil menepuk pelan pundaknya. "Lo kenapa nggak jawab pertanyaan gue?"

"Hah? Kenapa?" sahut Salma dengan wajah polos. "Kenapa, Bita?"

Sabita mengerutkan keningnya heran, merasakan adanya sedikit keanehan pada diri Salma.

"Lo kenapa sih? Daritadi gue tuh ngajak lo ngomong tau," jawab Sabita. "Ada yang lagi lo pikirin?"

"Maaf, gue nggak denger suara lo. Makanya daritadi gue nggak jawab pas lo nanya."

"Nggak denger? Jarak kita kan cuma satu jengkal. Masa lo nggak denger suara gue?"

Salma kembali memukul pelan telinganya. "Telinga gue kayak berdengung, nggak bisa denger jelas suara lo. Makanya gue diem aja pas lo nanya. Emangnya tadi lo nanya apa?"

"Telinga lo nggak bisa denger suara?"

"Hmm," Salma mengangguk pelan. "Bisa sih, tapi suaranya kayak pelan terus berdengung."

"Sakit juga?" Sabita mencoba memegang telinga Salma.

"Sakit, Bit. Gue daritadi nahan sakit."

Gadis itu terus memegangi kedua telinganya, seolah dengan cara itu dapat mengurangi rasa sakit yang sedang dirasakannya. Sebisa mungkin, Salma berusaha menahan rasa sakit dan nyeri akibat dari pukulan benda tumpul di bagian belakang tubuhnya.

Sabita dapat bernapas lega setelah Salma sadarkan diri 3 jam kemudian. Selama itu juga, bibir Sabita tak henti berdoa agar Tuhan dapat memberikan keselamatan untuk sahabatnya. Meskipun Salma telah melakukan kesalahan, Sabita tak menginginkan sedikitpun hal buruk terjadi pada gadis berambut sebahu itu.

Melihat darah segar yang kembali mengucur dari hidung Salma membuat Sabita terhenyak. Gadis itu segera mengusap tetesan darah menggunakan tangannya.

"Sal, apa yang lagi lo rasain sekarang? Sakit di bagian mana? Pusing? Mual? Atau apa?" ucap Sabita dengan raut wajah khawatir.

Rumah Kedua [COMPLETED]Où les histoires vivent. Découvrez maintenant