Prolog

6.6K 496 44
                                    

"Dia tidak mengingat apapun." Kakashi bicara dengan serius kali ini kepada wanita yang duduk di hadapannya.

"Luka-luka di tubuhnya apakah sudah membaik?" Hinata bertanya soal keadaan suaminya.

"Lebam, memar, dan luka terbuka di kepala sudah membaik. Dia hanya jadi seorang yang berbeda sekarang." Kakashi menatap ke arah pekarangan kediaman besar itu.

"Bagaimana pekerjaannya di Tokyo?" Hinata bertanya khawatir namun sebenarnya dirinya tidak ingin ikut campur sama sekali.

"Aku mengambil alih sementara, sambil membantunya mengingat sesuatu." Kakashi bersandar di kursi kayu yang nyaman tersebut.

"Bagaimana jika dia tak bisa mengingat apapun lagi?" Hinata berucap risau.

"Entahlah, aku masih berharap dia bisa mengingat sesuatu, setidaknya soal siapa dia sebenarnya." Kakashi nyaris kehilangan harapan sekarang, apakah Naruto bisa mendapatkan ingatannya kembali?

"Kuharap hal baik terjadi kepadanya." Hinata berharap dengan tulus.

"Di samping kemalangan yang menimpanya ini, bukankah keadaannya saat ini adalah berita baik untukmu?" Kakashi balik bertanya.

Hinata mengerutkan kening, tak mengerti dengan pertanyaan tersebut. Tentu saja kemalangan pria itu adalah berita buruk untuknya.

"Dia tak mengingatmu sama sekali, tapi aku berencana segera memberitahunya bahwa dia memiliki istri dan anak di Nagoya. Dia mungkin akan segera minta diantar kemari." Kakashi belum membahas soal hal lain dengan Naruto sejak kecelakaan pesawat itu terjadi. Hanya pekerjaan dan pekerjaan yang mereka bicarakan.

Hinata menatap cangkir teh di atas meja dan tak mengatakan apapun. "Tak akan ada bedanya, sebab dia tidak pernah peduli."

Kakashi menyesap teh di dalam cangkrinya namun matanya menatap ke arah wanita itu. "Tipu dia, Hinata."

Hinata menatap Kakashi dengan sedikit keterkejutan.

Kakashi menatap wanita itu dengan kesungguhan. "Katakan padanya bahwa hubunganmu dengannya begitu hangat."

Hinata termenung sesaat. Tawaran itu cukup menggelitik keegoisan dalam dirinya. Sekali saja dia ingin melihat pria itu datang kepadanya dengan seulas senyum di bibir kecokelatannya atau memberi dekap hangat untuk putra mereka. Hal yang selama ini pria itu tak pernah lakukan.

"Kau bisa membentuk dia seperti apa yang kau inginkan, sebab dia tak mengingat apapun sekarang." Kakashi menelisik raut wanita itu.

Hinata sempat terdiam sebelum bicara. "lalu apa bedanya aku dengan semua orang yang ingin memanfaatkan keadaannya saat ini?"

Kakashi menarik sudut bibirnya. "Tidak kupercayai, saat dia tak berdaya begini, semua orang masih merasa segan kepadanya. Termasuk juga dirimu."

Hinata termenung menatap cangkir tehnya.

Kakashi hanya mengembuskan napas pelan. "pikirkanlah baik-baik kesempatan ini, sebelum dia datang kemari. Kau ingin menipunya dan membuat memori baru sesuai keingianmu atau kembali seperti dulu?"

...

Tengah malam itu di kota Nagoya, angin kencang berembus, hujan membasahi separuh musim gugur tahun ini.

Dari sekian banyak hal yang Hinata inginkan, yang bisa dirinya lakukan sejak dulu hanya menunggu. Jika pria itu pulang, dirinya akan menyambut, jika pria itu pergi, dirinya akan mengantar, dan saat pria itu tak kembali, Hinata hanya bisa menunggu.

Batasan itu yang selalu ditekankan oleh Naruto kepadanya. Jangan pernah datang. Jika butuh, nanti akan pulang. Seperti itu kesepakatan yang dulu pria itu inginkan dirinya setujui.

As You RememberWhere stories live. Discover now